Blockchain memiliki beberapa fitur yang menjamin kemanan dan konsistensi dalam transaksi dan penyimpanan data yang notabene mulai diperkirakan untuk dapat digunakan dalam e-voting. Namun, hal ini cenderung baru dan masih banyak yang awam akan teknologi blockchain, sehingga perlu di analisis lebih dalam apakah penggunaan blockchain dalam sistem pemilihan kepala daerah sejalan dengan syarat kumulatif dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUU-VII/2009, yaitu tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu, penyediaan teknologi blockchain bekerja sama dengan pihak ketiga apakah konstitusional dan memenuhi syarat kumulatif dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUU-VII/2009, yaitu daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan.
Problematika dan dilema terkait dengan penggunaan e-voting di dalam pemilukada, apalagi dengan sistem blockchain ini memang akan selalu ada, bahkan ketika diterapkan, maka akan ditemukan problematika-problematika baru. Namun, bukan berarti hal tersebut menghapus diskursus akan potensi digunakannya e-voting di dalam pemilukada ini. Bahkan, sejatinya penggunaan e-voting di dalam pemilukada ini adalah manifestasi hak asasi manusia terkait penggunaan teknologi yang dijamin di dalam Pasal 288C UUD NRI 1945 dan menjadi kewajiban negara sebagaimana Pasal 31 UUD NRI 1945. Dengan demikian, bisa dibilang bahwa e-voting ini adalah sebuah mekanisme agar terciptanya e-democracy di masyarakat.
Tulisan ini menganalisis dua hal yaitu pertama, urgensi penggunaan e-voting pada sistem pemilukada dan kedua formulasi penggunaan e-voting berbasis blockchain pada sistem pemilukada. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Adapun hasil dari penelitian pertama, adapun urgensi penggunaan blockchain pada sistem pemilihan kepala daerah, karena masih banyaknya masalah dalam pemilukada, yaitu: 1) Data pemilih ganda yang berkonsekuensi pemilih dapat memilih lebih dari 1 (satu) kali, 2) Masih adanya surat suara yang telah tercoblos, akibat peran oknum yang tidak bertanggung jawab, 3) Pendistribusian kotak suara dan surat suara yang sering mengalami kendala baik saat sebelum pemungutan suara maupun setelah pemungutan suara, dan 4) Banyak pertugas pemilukada yang meninggal dan sakit pada pelaksanaan pemilukada serentak, yang disebabkan kelelahan saat bertugas dan kedua, formulasi penggunaan blockchain pada sistem pemilihan kepala daerah berbasis elektronik, maka hal-hal yang harus diperhatikan: 1) Dilakukan peninjauan terhadap kesiapan kabupaten/kota, 2) Membuat aturan dengan mengundang para stakeholders, 3) Pelatihan sumber daya manusia, 4) Sosialisasi terhadap masyarakat, 5) Penerapannya dilakukan secara berjenjang, dan 6) Menerapkan uji coba (pilot project) sebelum dilaksanakan.
Penulis: Dr. Mohammad Syaiful Aris, S.H., M.H., LL.M
Artikel lengkap dengan judul “ THE BLOCKCHAIN-BASED ON E-VOTING IN THE LOCAL ELECTIONS SYSTEM: AN EFFORT TO REALIZE E-DEMOCRACY”, dapat diakses melalui http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/view/22811/pdf