Universitas Airlangga Official Website

Profil Sperma dan Kadar Hormon Sex Steroid pada Pasien dengan Inflammatory Bowel Disease

Nebraska Medicine

Sekitar 2 juta orang dilaporkan terdiagnosis IBD di Amerika dan 2.3 juta dilaporkan terdiagnosis di benua Eropa. Di Indonesia, jumlah pasti kasus ini belum ada secara pasti, namun penyakit ini merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang umum dijumpai. Kasus IBD umumnya menunjukkan gejala gangguan defekasi atau buang air besar yang terkadang berdarah atau kadang juga disertai diare. Penyakit ini akhir-akhir ini mulai banyak ditemukan pada populasi usia muda (>35 tahun).

Secara umum IBD terdiri dari dua tipe yaitu, Colitis Ulcerativa (UC) dan Crohn’s Disease (CD), yang keduanya hampir mirip secara gejala namun ada tanda-tanda dan temuan pemeriksaan fisik, laboratoris, patologis, dan radiologis yang berbeda. Patogenesis kejadian penyakit ini masih  belum jelas namun penyakit ini jelas dihubungkan dengan keadaan inflamasi kronis di saluran pencernaan yang dihubungkan dengan sistem imun, lingkungan, dan microflora usus yang terganggu, serta tidak lupa faktor genetik.

Hal yang menarik terkait IBD yang sering tidak disadari oleh penderita atau bahkan klinisi yang menangangi adalah bahwa ada kecenderungan pasien-pasien IBD mengalami kondisi hipogonadisme. Hipogonadisme adalah kondisi yang disebabkan oleh karena penurunan kadar hormon sex steroid seperti testosterone. Penurunan kadar testosterone dapat mempengaruhi fungsi tubuh penderitanya, secara khusus fungsi reproduksi dan seksual pasien. Penyebab hypogonadisme pada pasien IBD memang belum ada penjelasan pastinya. Namun, beberap penelitian kontrol kasus melaporkan memang adanya perbedaan profil/kadar hormon testosterone pada mereka yang menderita IBD dan tidak menderita. Beberapa ahli berpendapat, bahwa hal ini disebabkan oleh inflamasi kronis pada IBD dan juga pengobatan yang mereka gunakan dalam jangka waktu yang lama. Pasien IBD dilaporkan mengalami disfungsi seksual 15-25% dari seluruh penderita. Hal ini juga mengundang pertanyaan bagaimana kualitas sperma pasien IBD yang dicurigai mengalami hipogonadisme.

Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian dilakukan terhadap populasi IBD di Indonesia, secara khusus di Kota Medan. Penelitian ini melibatkan 59 penderita IBD yang telah terdiagnosis oleh dokter interna yang sudah berpengalaman dalam mendiagnosis penyakait ini. Diagnosis IBD ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis,laboratoris dan juga pemeriksaan patologis. Pasien-pasien ini lalu dilibatkan dalam penelitian dengan meminta persetujuan pasien untuk diperiksaan sperma dan juga kadar hormon sex steroidnya. Pasien yang terlibat dalam penelitian ini adalah IBD tipe UC. Pasien  lalu dikelompokkan berdasarkan derajat keparahan gejala klinis IBD yaitu keparahan buang air besar berdarah yang dikeluhkan oleh pasien. Adapun parameter yang diperiksakan adalah konsentrasi, motilitas (pergerakan), morfologi (bentuk) sperma, juga volume semen, sel darah putih, dan sel sperma yang tidak matang. Sedangkan parameter hormon sex steroid yang diperiksakan adalah testosterone, free testosterone, SHBG (sex hormone binding globulin), dan estradiol.

Hasil penelitian ini melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara beberapa parameter sperma yang diperiksakan pada pasien.  Contoh misalnya, pergerakan sperma yang progresive sangat berbeda signifikan antara BAB berdarah derajat parah dengan yang ringan. Derajat parah memiliki kecenderungan pergerakan sperma yang lebih lambat dibandingkan dengan yang ringan. Selain itu, kadar testosterone dan free testosterone juga dilaporkan signifikan berbeda antar derajat keparahan BAB IBD. Melihat hasil yang ditemukan pada penelitian ini, kemungkinan ada korelasi antara penurunan kadar testosterone pada IBD dengan kuallitas sperma pasien IBD.

Faktor yang mungkin menyebabkan hal ini bisa terjadi adalah peningkatan radikal bebas pada pasien IBD yang mungkin saja hal ini berasal dari inflamasi kronis yang berlangsung. Radikal bebas dilaporkan mempengaruhi proses spermatogenesis di testis dan epididimis. Selain itu beberapa penelitian mendukung bahwa ada kemungkinan peningkatan beberapa mediator-mediator inflamasi atau sitokin-sitokin inflamasi yang berujung mempengaruhi spermatogenesis. Sedangakn alasan yang mungkin mendasari penurunan kadar testosterone pada pasien dengan IBD adalah keterlibatan sitokin inflamasi TNF yang berperan dalam proses IBD. Sitokin inflamasi ini mungkin memiliki hubungan dengan reseptor androgen. Selain itu, penyerapan nutrisi yang mungkin berperan dalam proses testosterone terhambat oleh karena IBD sehingga berdampak pada steroidogenesis.

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, antara lain jumlah sampel yang masih sedikit dan juga perlunya memeriksakan kadar radikal bebas, atau sitokin inflamasi yang dapat diperiksakan lalu dihubungkan dengan parameter sperma atau sex steroid yang terlibat.

Penulis: Cennikon Pakpahan

Jurnal: Semen and sex-steroid parameters among inflammatory bowel disease ulcerative colitis type according to rectal bleeding grade.

Link: https://www.pagepressjournals.org/index.php/aiua/article/view/11100