Universitas Airlangga Official Website

UNAIR Resmi Terpilih Jadi Tuan Rumah ICAS ke-13

UNAIR NEWSUniversitas Airlangga (UNAIR) mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah gelaran International Convention of Asian Scholars (ICAS) ke-13 tahun 2024 mendatang. ICAS yang lahir dari IIAS (International Institute for Asian Studies) merupakan salah satu konferensi internasional terbesar di dunia. Biasanya, acara ini menarik peserta dari lebih dari 60 negara di dunia.

Dalam pelaksanaan ICAS ke-13 di Surabaya, Universitas Airlangga yang AIIOC (Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroad) wakili bekerja sama dengan IIAS menjadi tuan rumah. Rencananya, ICAS akan melibatkan sekitar 1.250 peserta yang terdiri dari para cendekiawan, praktisi kebudayaan, dan masyarakat sipil dari seluruh dunia. Acara tersebut rencananya akan berlangsung pada 28 Juli sampai 1 Agustus 2024 mendatang.

Berdasarkan wawancara yang telah berlangsung dengan direktur AIIOC pada Minggu (28/5/2023), Dr Lina Puryanti menyampaikan bahwa ICAS merupakan salah satu agenda penting dari pusat penelitian baru Universitas Airlangga, Airlangga Institute for Indian Ocean Crossroads (AIIOC) yang tertuang dalam MoU ICAS antara IIAS dan AIIOC pada 8 Mei 2023. MoU itu juga disaksikan oleh Rektor Universitas Airlangga Prof Moh Nasih dan President Leiden University Prof Annetje Ottow. Penandatanganan MoU ICAS juga menjadi bagian penting dari MoU antara Universitas Airlangga dengan Universitas Leiden.

Kolaborasi 4 Rumpun Ilmu

Lina mengatakan, AIIOC terbentuk dari kolaborasi empat rumpun keilmuan berbeda namun saling terhubung satu sama lain. Kolaborasi itu melibatkan Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Kedokteran (FK), dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM).

“Kami mulai dari empat fakultas sebagai pionir. Kami bersama-sama berkomitmen saling bekerja sama dengan visi besar UNAIR bekerja di tingkat lokal, nasional, dan global,” ucap Direktur AIIOC itu.

Chemistry di beberapa titik muncul karena kita menyadari bahwa akademik tidak hanya tentang kompetisi antar sarjana atau antar fakultas. Tetapi, bagaimana memproyeksikan Airlangga dengan cara inovatif yang kreatif. Inilah harta karun yang kami temukan di UNAIR. Yaitu dilandasi oleh persahabatan yang hangat dan semangat untuk saling berbicara melintasi batas,” ujar Lina.

Terpilihnya Surabaya

Selanjutnya, ia juga menyampaikan alasan utama Surabaya terpilih menjadi tempat penyelenggaraan ICAS. Sebab, Kota Surabaya memiliki sejarah yang sangat kental dengan Asia.

“Kenapa IIAS memilih Surabaya? Karena Surabaya memiliki sejarah yang sangat signifikan untuk Asia. Sebagai kota dengan julukan Kota Pahlawan, Surabaya menjadi simbol kepahlawanan dan multikulturalisme,” ujar Wakil Dekan FIB UNAIR itu.

Selain itu, Surabaya menjadi akar sejarah dari perdagangan internasional masa lalu dan kolonialisme Belanda serta pendudukan Jepang dan menghasilkan masyarakat Melting Pot di hampir setiap sudut Surabaya. Sehingga, Surabaya juga menjadi ruang kosmopolitan yang terdiri dari banyak etnis. Seperti Tionghoa, Jawa, India, Arab, Melayu, bahkan keturunan Eropa dapat ditemukan di Surabaya.

Menurut Lina, UNAIR memiliki visi misi yang selaras dengan ICAS. “Program ICAS sesuai dengan visi global UNAIR. Yaitu, membentuk Komunitas Akademik Global melalui pengembangan kegiatan internasional yang terkemuka, inovatif, dan mandiri dan tidak terpisah dari masyrakat. Visi ini telah diimplementasikan sejak lama melalui berbagai konferensi, seminar, dan kegiatan kegiatan pengabdian pada masyarakat. Fokusnya pada isu-isu Asia dan melibatkan para akademisi dari seluruh Asia,” tuturnya.

Lina berharap bahwa ICAS ke-13 di Surabaya yang mengusung konsep ConFes (conferene and festivals) akan makin meletakkan UNAIR dalam peta akademik dunia secara signifikan dan menjadi menara api, bukan menara gading. “Produksi ilmu pengetahuan tidak hanya dibatasi oleh tembok-tembok insitusi kampus tetapi juga dari berbagai inisiatif yang berasal dari masyarakat yang bekerja bersama dengan kampus,” tutupnya pada akhir sesi wawancara. (*)

Penulis: Aidatul Fitriyah

Editor: Binti Q Masruroh