Pandemi COVID-19 adalah krisis kesehatan global utama abad terakhir. Sejak pandemi dideklaraskikan WHO pada Maret 2020, lebih dari 628 juta kasus terkonfirmasi dan lebih dari 65 juta kematian dilaporkan dunia internasional per 4 November 2022. Seperti banyak negara di penjuru belahan dunia, Bangladesh adalah salah satu negara yang sangat terpengaruh oleh pandemi ini. Setidaknya pada trimester akhir 2022, dilaporkan lebih dari dua juta kasus COVID-19 dan 29.425 kematian di negara tersebut. Lansia, khususnya, menjadi kelompok yang paling rentan terhadap paparan dan kematian terkait COVID-19 di Bangladesh, karena komorbid, seperti diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan gangguan jantung dan pembuluh darah.
Pandemi yang berkepanjangan selain sempat menjadi penghambat aktifitas dan mobilitas fisik penduduk, lebih jauh telah mengakibatkan konsekuensi psikologis yang parah, termasuk stres, ketakutan, dan kecemasan di seluruh penjuru dunia. Beberapa penelitian terdahulu mendokumentasikan prevalensi kecemasan yang lebih tinggi pada kelompok lansia selama pandemi COVID-19 jika dibandingkan dengan periode sebelum pandemi. Secara global, prevalensi kecemasan terkait COVID-19 pada lansia mencapai hingga 24%, dengan proporsi tertinggi dilaporkan di negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti halnya Indonesia dan Bangladesh. Hal ini dapat berkontribusi pada beban tambahan pada apa yang sudah ada di antara orang tua, terhitung 6,6% dari total tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan pada orang berusia 60 tahun ke atas [17].
Studi ini mengungkapkan bahwa banyak peserta melaporkan menjadi khawatir terhadap perkembangan COVID-19 setelah mengetahui atau mendengar berita tentang virus corona. Ini mungkin karena tingkat kesalahpahaman yang lebih tinggi terkait COVID-19 di antara lansia yang dipicu oleh kesalahan informasi dan desas-desus yang berkembang pesat di Bangladesh. Mempertimbangkan hal ini, National Institute of Mental Health of Bangladesh merekomendasikan kelompok rentan (termasuk lansia) untuk menghindari berita COVID-19 untuk menjaga kesehatan mental selama pandemi COVID-19. Kesalahan dalam penyerapan informasi kemungkinan juga diakibatkan oleh tingginya keterbatasan literasi digital di kalangan lansia. Mereka sering mengalami kesulitan untuk bernavigasi di dunia digital dan mendapatkan pemahaman yang benar dari berita tersebut, yang berakibat peningkatan kecemasan.
Kami menemukan bahwa tingkat kecemasan pada kelompok lansia perempuan lebih tinggi sebagai akibat yang mungkin berkaitan dengan COVID-19. Temuan ini mirip dengan penelitian serupa yang terdahulu yang menunjukkan bahwa lansia wanita secara mental akan lebih terdampak pandemi COVID-19. Hal ini karena sebagian besar perempuan di Bangladesh sangat bergantung kepada suami dalam hal pendapatan dan penghidupan karena keterbatasan mereka dalam pekerjaan yang menghasilkan secara ekonomi. Hal ini meningkatkan risiko kerentanan finansial mereka, yang mengakibatkan resiko kecemasan. Di antara lansia perempuan, kecemasan mereka juga berkaitan dengan pengalaman dengan masalah kesehatan.
Menariknya, kami menemukan bahwa lansia yang tinggal lebih jauh dari pusat kesehatan terdekat memiliki peluang dan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Hal ini dapat dijelaskan fakta bahwa masyarakat yang tinggal dekat dengan puskesmas lebih terpapar terhadap informasi kesakitan dan kematian akibat COVID-19. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa orang yang harus mengakses layanan kesehatan selama pandemi memiliki beban mental yang lebih berat akibat ketakutan dan kecemasan.
Studi kami juga mengungkapkan bahwa kesulitan lansia dalam mendapatkan obat selama pandemi secara signifikan meningkatkan kecemasan terkait COVID-19. Kami tidak menemukan penelitian lain untuk membandingkan temuan ini. COVID-19 secara nyata telah mengakibatkan terbatasnya akses ke layanan kesehatan, khususnya bagi penderita penyakit kronis di banyak negara. Selama pandemi ini, lansia diharapkan dan didorong untuk menghindari pusat-pusat layanan kesehatan, di mana kemungkinan paparan virus sangat tinggi, yang berakibat pada rendahnya akses mereka terhadap kebutuhan akan kesehatan dan obat-obatan. Hal ini memperburuk diagnosis penyakit kronis yang mereka miliki. Situasi ini membuat kesulitan, meningkatkan tingkat kecemasan dan memperburuk kesehatan psikologis.
Dalam penelitian kami, perasaan terasing dari orang lain juga secara signifikan berkaitan dengan tingkat kecemasan para lansia. Di luar keluarga, lansia akan banyak bergantung pada teman sebaya dari kelompok usia yang sama untuk menghabiskan waktu luang dan membangun hubungan sosial. Pemerintah Bangladesh mengambil tindakan pembatasan sosial secara ketat untuk mengekang penyebaran virus SARS-CoV-2. Sayangnya hal ini berdampak besar pada kesejahteraan mental mereka. Oleh karena itu, kami merekomendasikan program konseling psikososial untuk membantu proses rehabilitasi mereka paska pandemi.
Kebutuhan dukungan medis dan bantuan keuangan adalah beberapa diantara yang paling dibutuhkan oleh kelompok lansia, akibat penurunan kemampuan fisik dan keterbatasan literasi yang dialami. Selama pandemi yang luar biasa ini, anggota keluarga dewasa mungkin tidak selalu dapat memberikan dukungan kepada kelompok lansia pada penelitian ini. Kelalaian dan kenyataan seperti itu sayangnya adalah hal yang biasa di Bangladesh. Kurangnya pemenuhan kebutuhan akan perawatan dan dukungan yang diperlukan selama periode krisis telah berdampak buruk terhadap kesejahteraan mental para lansia. Karenanya pemberian perawatan dan dukungan tambahan kepada lansia selama dan paska pandemi COVID-19 mutlak diperlukan.
Penulis: Sabuj Kanti Mistry, ARM Mehrab Ali, Uday Narayan Yadav, Sukanta Das, Nahida Akter, Md. Nazmul Huda, Setho Hadisuyatmana, Sajedur Rahman, David Lim dan Mohammad Mahmudur Rahman