Kehamilan anggur, atau disebut mola hidatidosa dalam istilah kedokteran, merupakan kehamilan abnormal yang ditandai dengan adanya vili korionik yang hidropik, hyperplasia trophoblast yang atopic, dan pertumbuhan janin yang terhambat. Kehamilan anggur ini disebabkan oleh karena adanya gangguan perkembangan dari proliferasi sel trofoblas di plasenta. Hingga saat ini, tidak diketahui dengan pasti penyebab dari abnormalitas proliferasi sel trofoblas. Namun, diduga terdapat mutasi genetik yang menyebabkan adanya gangguan proliferasi tersebut.
Kehamilan anggur dapat dibedakan menjadi kehamilan anggur komplit (complete mola hydatidiform) dan kehamilan anggur parsial (partial mola hydatidiform). Perbedaan antara kehamilan anggur komplit dan kehamilan anggur parsial terletak pada jumlah kromosom, dimana kehamilan anggur komplit memiliki jumlah kromosom diploid sedangkan pada kehamilan anggur parsial memiliki jumlah kromosom triploid. Selain itu, pada kehamilan anggur komplit tidak ditemukan adanya bagian janin sedangkan pada kehamilan anggur parsial dapat ditemukan bagian janin. Perbedaan umum lainnya yang biasa ditemukan adalah kadar beta-HCG dalam darah, dimana kadar beta-HCG pada kehamilan anggur komplit jauh lebih tinggi dibandingkan usia kehamilannya sedangkan pada kehamilan anggur pasial cenderung dalam batas normal sesuai usia kehamilan atau bahkan lebih rendah.
Angka kejadian kehamilan anggur bervariasi antar negara dan juga antar kelompok etnis. Di Inggris, kehamilan anggur terjadi pada 1-3 kehamilan dari 1000 kehamilan. Di Indonesia, angka kejadian kehamilan anggur cukup tinggi, yaitu 1 dari 80 kehamilan. Selain karena genetik, beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya kehamilan anggur adalah usia ibu yang terlalu tua, konsumsi makanan, jumlah kehamilan, dan jenis kontrasepsi yang digunakan sebelumnya. Ketika seorang wanita mengalami kehamilan anggur, maka resiko untuk mengalami kehamilan anggur di kehamilan berikutnya meningkat. Biasanya, kehamilan anggur berulang, terutama jika lebih dari 2 kali, terjadi pada kehamilan anggur komplit. Namun, kami menemukan pasien dengan kehamilan anggur yang telah berulang sebanyak 7 kali.
Pasien ini datang ke klinik kehamilan dengan keluhan menstruasi yang terlambat dan hasil tes kehamilan positif. Usia pasien saat ini 33 tahun, dan ini adalah kehamilan ketujuh. 6 kehamilan sebelum ini adalah kehamilan anggur parsial. Pada kehamilan pertama saat pasien berusia 25 tahun, kehamilan anggur diketahui saat usia kehamilan 14 minggu dan pasien menjalani kuret untuk mengeluarkan kehamilan anggur tersebut. Pada kehamilan anggur yang kelima, 3 bulan setelah dilakukan tindakan kuretase pasien mengalami peningkatan kadar beta-HCG saat kontrol, menandakan adanya keganasan trofoblas gestasional (GTN). Karena adanya GTN, maka pasien diberi obat antikanker methotrexate selama 3 siklus. Namun, setelah obat habis dikonsumsi, kadar beta-HCG masih tetap tinggi, sehingga diputuskan untuk memberikan kemoterapi melalui infus selama 6 siklus dan diikuti dengan kemoterapi konsolidasi selama 2 siklus. 5 bulan setelahnya, kadar beta-HCG pasien kembali normal.
Berdasarkan hari pertama haid terakhir, usia kehamilan pasien saat ini (kehamilan ketujuh) adalah 10 minggu. Dari pemeriksaan USG, ditemukan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pasien ini mengalami kehamilan anggur lagi pada kehamilan ini. Oleh karena itu, dilakukan tindakan kuretase untuk mengeluarkan kandungannya. Karena ini sudah merupakan kehamilan anggur yang ketujuh, pasien ditawarkan untuk melakukan pemeriksaan genetik untuk mengetahui apakah ada faktor genetik yang menyebabkan kehamilan anggur berulang. Namun, pasien menolak karena pemeriksaan genetik ini tidak ditanggung oleh BPJS dan juga pasien tidak mau membayar menggunakan uang pribadinya. Pasien juga disarankan untuk menjalani prosedur bayi tabung untuk menghindari terjadinya kehamilan anggur di kehamilan berikutnya, namun pasien menolak.
Dari laporan kasus diatas, dapat diketahui bahwa kehamilan anggur dapat terjadi secara berulang, dan bisa terjadi hingga 7 kali. Berdasarkan pencarian literatur, hanya ada 4 laporan terkait kehamilan anggur parsial yang berulang setidaknya 3 kali. Namun, tidak ada yang melaporkan kehamilan berulang hingga 7 kali seperti kasus yang dilaporkan ini. Kuretase merupakan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengeluarkan kehamilan anggur, dan setelahnya perlu dilakukan pemeriksaan kadar beta-HCG secara berulang untuk mengetahui apakah akan terjadi keganasan atau tidak. Jika kehamilan anggur terjadi secara berulang, maka bisa dilakukan pemeriksaan genetik untuk mengetahui apakah ada kelainan gen yang menyebabkan terjadinya kehamilan anggur ini. Setelah karya tulis ini diterbitkan, kami mendapatkan email dari seorang Profesor di Kanada yang menawarkan untuk melakukan pemeriksaan genetik secara gratis pada pasien kami. Untuk mencegah kehamilan anggur berulang, metode bayi tabung merupakan salah satu opsi yang bisa dilakukan.
Penulis : dr. Firas Farisi Alkaff
Informasi detail dari laporan ini dapat dilihat pada tulisan kami di :
Salima S, Wibowo MH, Dewayani BM, Nisa AS, and Alkaff FF. Recurrent Partial Hydatidiform Mole: A Case Report of Seven Consecutive Molar Pregnancies. Int J Womens Health 2023, 15:1239-1244.