Universitas Airlangga Official Website

TPA: Salah Satu Solusi, Bukan Satu-Satunya Solusi

Foto by pojok aceh

Indonesia, dengan keindahan alamnya yang memukau, kini menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampahnya. Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang seharusnya menjadi solusi untuk menangani sampah, malah menjadi sorotan karena masalah serius yang mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh TPA di Indonesia adalah tumpukan sampah yang tumbuh tidak terkendali. Hal ini tercermin dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mencatat timbulan sampah nasional mencapai 35.1 juta ton berdasarkan hasil penginputan data dari 299 Kabupaten/Kota se-Indonesia pada tahun 2022. Dari total produksi sampah nasional tersebut, 65,03% (22.8 juta ton) dapat terkelola dan sisanya 34,97% (12.3 ton) tidak terkelola. Selanjutnya KLHK melalui Program Indonesia Bebas Sampah 2025 telah menargetkan pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% pada 2025. Dimana saat ini, pengurangan sampah baru mencapai 17,52% dan penanganan sampah sebesar 47,51%.

TPA pada dasarnya merupakan komponen penting dalam upaya penanganan sampah. TPA memiliki peran sebagai layanan mendasar yang disediakan oleh pemerintah untuk membantu mengurangi timbulnya sampah dari sumbernya serta mengelola sampah dengan tepat. Namun kenyataannya, TPA dianggap sebagai solusi utama yang diandalkan untuk mengatasi masalah sampah. Kondisi ini terjadi karena pola tradisional pengelolaan sampah yang menjadikan TPA sebagai solusi akhir dari penanganan sampah. Bagi sebagian besar masyarakat, menerapkan langkah-langkah pengumpulan, pembuangan dan pengangkutan sampah adalah upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk mengelola sampah. Akibatnya, sampah yang setiap hari dihasilkan oleh masyarakat hanyalah berpindah dari pemukiman masyarakat ke tempat yang jauh dari pemukiman. Namun pertanyaannya, apakah setelah itu masalah sampah benar-benar teratasi?

Kemudahan dan Kesulitan

Tidak terbantahkan bahwa TPA adalah sarana yang memberikan kemudahan bagi masyarakat, sebab dengan pengelolaan sampah terpusat memungkinkan pengelolaannya menjadi lebih mudah, baik dari pengumpulan, pemrosesan dan pengolahan sampah dari berbagai sumber. Adanya TPA juga memberikan peluang pekerjaan bagi banyak orang, terutama di daerah-daerah yang memiliki TPA besar. Dibalik kemudahan tersebut, terdapat kesulitan yang cukup substansial. Indonesia sebagai negara dengan tingkat kepadatan tinggi, mengalami kesulitan dalam mencari lokasi yang sesuai untuk membuka lahan TPA tanpa menimbulkan konflik dengan penduduk setempat. Bahkan setelah TPA dibangun, seringkali masyarakat membangun rumah secara ilegal di sekitar area tersebut karena keterbatasan lahan di Indonesia.

Beberapa TPA di Indonesia juga masih belum mengadopsi sepenuhnya prosedur SNI 19-2454-2002 karena keterbatasan teknologi. Selain itu, masih ada beberapa TPA yang belum mengoperasikan sistem sanitary landfill dengan baik, contohnya di TPA Makbon Kota Sorog. Hal ini tentu memicu terjadinya pencemaran air dan tanah yang merupakan ancaman nyata yang dihasilkan dari TPA. Bahan kimia berbahaya dapat mencemari air tanah, mengancam kualitas air minum, dan berdampak negatif pada kesehatan manusia. Sampah plastik dan bahan non-organik lainnya, yang ditemukan dalam jumlah besar di TPA, menciptakan masalah lingkungan yang berkelanjutan.

Kelebihan dan Kelemahan

Perlu adanya peningkatan kinerja TPA dan penyesuaian kapasitas TPA dengan pertambahan penduduk setiap saat. Dengan begitu kita bisa mengoptimalkan kelebihan dari pembangunan TPA, diantaranya membantu menciptakan sistem manajemen sampah yang lebih teratur, berpotensi mengurangi jumlah sampah yang masuk ke laut, dan TPA yang modern dapat mendukung praktik daur ulang lebih efektif. Kelemahannya, TPA yang tidak tertutup dengan baik dapat membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya karena penyebaran penyakit dan polusi udara. Selain itu, pembukaan lahan untuk TPA bisa merusak ekosistem alami, termasuk hutan dan lahan pertanian, serta menimbulkan konflik antara masyarakat setempat dan pemerintah terkait dengan pembangunan TPA yang dapat mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi.

Sebagaimana kondisi TPA di Wonorejo Kabupaten Wonosobo yang sudah melebihi kapasitasnya, tidak ada tumbuhan untuk menopang struktur tanah dan tanah sudah kehilangan kemampuan untuk menjaga stabilitasnya. Tanah yang sudah tercemar oleh sampah menjadi kering dan gersang sehingga pertumbuhan tanaman menjadi sulit. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peningkatan kinerja operasional TPA agar mengelola sampah dengan lebih efisien, termasuk praktik daur ulang dan pengurangan sampah, daripada sekadar menumpuknya di TPA. Selain itu, penting untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang daur ulang dan pemilahan sampah sebagai gerbang penyelesaian agar sampah yang menuju TPA bisa dikurangi, material berharga bisa diolah kembali, guna menciptakan ekosistem pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular.

Penulis: Sheril Dribisce Azis (Mahasiswa S2 Kesehatan Lingkungan)