Universitas Airlangga Official Website

Dosen UNAIR Tanggapi Manuver Politik Gibran sebagai Cawapres di Pemilu 2024

Sumber: CNN Indonesia
Sumber: CNN Indonesia

UNAIR NEWS – Pemilihan umum (pemilu) 2024 menjadi topik hangat yang masyarakat Indonesia bicarakan saat ini. Keputusan memasangkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Prabowo Subianto mengundang perhatian luas. Menimbang status Gibran yang masih menjadi anggota PDIP yang merupakan salah satu oposisi dari kubu koalisi Prabowo. 

Menanggapi hal tersebut Irfa’i Afham SIP MSi dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UNAIR memberikan penjelasan. Menurutnya, ada strategi politik di balik pemasangan Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo. Pihaknya mengklaim pemasangan tersebut tentu dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan calon presiden (capres) dan cawapres berusia di bawah 40 tahun, asalkan memiliki pengalaman menjadi kepala daerah.

Pengaruh Jokowi

Irfai menjelaskan bahwa tidak bisa melepaskan Gibran dari pengaruh dan hubungan keterkaitannya dengan Jokowi. Mengingat, kuasa Jokowi sangat besar dan mendominasi politik nasional. Kehadirannya sebagai anak pertama Presiden Jokowi juga memunculkan pertanyaan tentang apakah ini merupakan tanda pembangunan politik dinasti. Hal ini berpotensi memengaruhi opini publik dan mengangkat pertanyaan tentang kelanjutan kekuasaan dalam keluarga presiden.

Rekam jejak karir Gibran sebagai walikota Solo tidak lepas dari privilege keberhasilan Jokowi sebagai walikota pada periode 2005-2012. Tentu hal tersebut menjadi ‘karpet merah’ saat maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) di Solo. Kepercayaan masyarakat Solo pada Jokowi secara tidak langsung akan juga diwariskan ke Gibran. 

Jika melakukan tinjauan lebih dalam, sikap dan pernyataan Jokowi saat ini menunjukan memberi dukungan Gibran sebagai cawapres. Kalimat tersebut tersampaikan dengan konotasi restu, saat Jokowi sedang publik tanya terkait pencalonan Gibran. Power Jokowi sebagai presiden tentu menjadi perhitungan dalam pemilu 2024.

“Kita tidak bisa melepaskan Gibran dari pengaruh Jokowi sebagai presiden aktif saat ini, mengingat kuasa Jokowi sangat besar dan telah mendominasi sistem politik nasional,” jelas Irfai.

Implikasi Putusan MK

Keputusan MK yang memperbolehkan pencalonan presiden dan wakil presiden di bawah usia 40 tahun dengan prasyarat sudah pernah menjabat menjadi kepala daerah juga menjadi sorotan. Irfai menyampaikan, wajar jika publik menerjemahkan putusan tersebut mengerucut pada Gibran. Regulasi tersebut seakan sebagai ‘pesanan’ untuk melanggengkan Gibran dalam panggung Pemilu 2024. Keputusan ini telah memicu reaksi publik yang beragam.

“MK, yang seharusnya menjadi benteng konstitusional, sayangnya dengan melihat realitas politik. Saat ini peran MK kembali publik pertanyakan,” jelasnya.

Keputusan MK ini memunculkan pertanyaan tentang resistensi terhadap intervensi dari kepala negara atau bahkan kepentingan keluarga. Selain itu, jika menarik hubungan kekerabatan putusan MK yang menjadi tiket Gibran, putusan tersebut berasal ketua MK yang juga merupakan pamannya sendiri. Sehingga menimbulkan dugaan subjektivitas oleh publik. Sangat rasional jika tirani kekuasaan tersebut untuk mengubah regulasi yang ada.

“Ini memunculkan pertanyaan tentang resistensi terhadap intervensi dari kepala negara atau bahkan kepentingan keluarga. Keputusan ini juga memperkuat tuduhan tentang politik dinasti dan oligarki dalam politik Indonesia,”ujarnya.

Manuver Politik Gibran

Status Gibran yang menyebrang koalisi belum mendapat konfirmasi resmi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDIP). Keanggotaan Gibran sebagai anggota PDIP masih ditangguhkan karena belum ada surat terkait. Irfai menyampaikan jika manuver ini tentu bukan hal yang bersifat mendadak. Pihaknya menduga sebelumnya sudah ada negosiasi internal dari jangka panjang terkait keputusan ini.

Dilihat dari sikap Jokowi yang seakan meng-endorse figur figur potensial yang maju sebagai capres dan cawapres selama menuju Pemilu 2024. Proses tawar menawar tersebut dilihat dari statement Jokowi yang seolah mendukung beberapa pihak dalam kontestasi pemilu 2024. Sikap Jokowi yang terbuka ini juga dimanfaatkan beberapa pihak untuk berafiliasi secara politik. Posisi ini juga yang bisa dimanfaatkan Gibran untuk berjejaring dengan partai politik selain PDIP.

Sebelumnya, adik Gibran yaitu Kaesang Pangarep dilantik menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Semakin terlihat asumsi bahwa keluarga Jokowi seolah sedang menyebrangkan diri ke pihak lain. Irfai menilai akan sulit untuk berdiri di dua kaki, mungkin sebelum masa pilpres akan mudah. Namun perlu menitikberatkan bahwa pemilu 2024 perlu sisi keberpihakan yang jelas. 

“Tentunya langkah ini bukan keputusan semalam. Tapi perundingan ini tentu sudah jauh sebelumnya. Keputusan seperti ini tentunya sudah menjadi pertimbangan matang oleh Gibran dan Jokowi,” pungkasnya. (*)

Penulis: Satriyani Dewi Astuti

Editor: Binti Q. Masruroh