Universitas Airlangga Official Website

Kemoterapi sebagai Terapi Utama Leukemia pada Anak

Leukemia merupakan kanker yang paling sering terjadi pada anak., mencapai 1 dari 3 kanker anak. Sebagian besar leukemia anak adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). Jenis leukemia yang lain adalah Leukemia Myelositik Akut (LMA). Sedangkan leukemia kronis jarang terjadi pada anak. Leukemia adalah kanker yang dimulai pada sel yang biasanya berkembang menjadi berbagai jenis sel darah. Paling sering, leukemia dimulai pada bentuk awal sel darah putih, namun beberapa leukemia dimulai pada jenis sel darah lain.

Kemoterapi  adalah pengobatan utama untuk sebagian besar leukemia anak. Kemoterapi merupakan pengobatan dengan memberikan obat antikanker melalui pembuluh darah (intravena), di otot (intramuskular), di cairan serebrospinal (intratekal) dan diminum (per oral). Selain pemberian secara intratekal, obat kemo akan memasuki aliran darah dan menjangkau seluruh area tubuh, menjadikan pengobatan ini sangat berguna untuk terapi penyakit kanker seperti leukemia.

Kemoterapi pada Leukemia anak diberikan dengan pemberian kombinasi beberapa obat kemo. Dokter akan memberikan kemo periodic atau yang disebut dengan siklus, diikuti dengan waktu istirahat pada tiap selesai pemberian obat kemo per siklus untuk memberikan waktu bagi tubuh untuk pulih. Secara umum, pengobatan untuk LMA menggunakan dosis kemoterapi yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih singkat (biasanya kurang dari satu tahun), dan pengobatan untuk LLA menggunakan kemoterapi dengan dosis yang lebih rendah dalam jangka waktu yang lebih lama. (biasanya 2 hingga 3 tahun). Obat kemo yang sering dipergunakan untuk leukemia anak diantaranya vinkristin, daunorubisin, doksorubisin, idarubisin, sitarabin, L-asparaginase, etoposide, 6-merkaptopurin, metotreksat, siklofostamid serta kortikosteroid seperti prednisone, deksametason atau hidrokortison. Pasien akan mendapatkan obat kemo tersebut pada waktu yang berbeda sesuai dengan protokol kemoterapi.

Obat kemo dapat berefek pada sel normal dalam tubuh, sehingga dapat menimbulkan efek samping. Efek samping kemoterapi tergantung pada jenis dan dosis obat yang diberikan serta lama pengobatan. Efek samping yang sering terjadi adalah rambut rontok, sariawan, nafsu makan turun, diare, mual dan muntah. Obat kemo juga dapat berefek pada sel normal di sumsum tulang sehingga menyebabkan jumlah sel darah menurun. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya risiko infeksi akibat jumlah sel darah putih menurun , perdarahan akibat jumlah trombosit menurun serta kelelahan akibat jumlah sel darah merah menurun. Di sisi lain penurunan jumlah sel darah juga dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Pada awal pengobatan, pasien mungkin akan tampak bertambah parah karena kemo terapi namun seiring dengan terbunuhnya sel-sel leukemia dan pulihnya sel-sel normal di sumsum tulang, kondisi pasien akan semakin membaik.

Kebanyakan efek samping biasanya hilang setelah pengobatan selesai, seringkali dibutuhkan obat tambahan untuk mengurangi efek samping ini. Misalnya, obat antimual dapat diberikan untuk membantu mencegah atau mengurangi mual dan muntah.

Beberapa obat memiliki efek samping tertentu, seperti vinkristin dapat merusak saraf sehingga menyebabkan neuropati perifer dengan gejala mati rasa, kesemutan, atau kelemahan pada tangan atau kaki. L-asparaginase dapat meningkatkan risiko terjadinya sumbatan darah. Beberapa obat kemo juga dapat menyebabkan efek samping lambat atau jangka panjang seperti efek pada pertumbuhan dan perkembangan anak, efek pada fertilitas serta meningkatnya risiko mendapatkan kanker sekunder. Obat kemo dapat diberikan secara langsung ke dalam cairan serebrospinal yang dikenal dengan kemoterapi intratekal. Modalitas pemberian kemoterapi juga bisa menimbulkan efek samping seperti keterlambatan berpikir atau kejang meskipun sangat jarang terjadi.

Meskipun kemoterapi memiliki banyak efek samping, namun kemoterapi juga meningkatkan harapan kesembuhan pada leukemia anak. Menurut data yang dihimpung oleh Leukemia and Lymphoma Society, rata-rata 5-year survival rate untuk LLA mencapai 94.4 % pada anak usia < 5 tahun dan 92.5 % pada usia 5-15 tahun. Sedangkan pada LMA memiliki rata-rata 5-year survival rate 70,6 % pada anak usia < 15 tahun.

Penulis: Dr. Mia Ratwita Andarsini, dr., Sp.A.

Jurnal:
Caspase 3 Expressions in Children with Acute Lymphoblastic Leukemia During Induction Phase Chemotherapy