Universitas Airlangga Official Website

Epistemologi Tanah dalam Perspektif Hukum Adat

Tanah merupakan benda yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bernegara, perseorangan, dan masyarakat. Tanah adalah salah satu objek yang sangat penting bagi manusia, karena dengan adanya tanah, manusia dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari serta dapat menunjang berbagai macam aktifitas. Aktifitas dalam hal ini berfungsi untuk memberikan kesejahteraan hidup manusia seperti membangun tempat tinggal dan bercocok tanam.

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Agar tanah tersebut digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat maka hukum tentang tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam perspektif agraria, pembentukan hukum agraria di Indonesia didasarkan pada ketentuan hukum adat tentang tanah. Ketentuan ini tertuang dengan jelas dalam Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Mohammad Koesnoe merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Beliau juga merupakan guru besar tamu pada Universitas Katolik Nijmegen di Belanda. Beliau merupakan salah satu ahli di bidang hukum adat yang mengutamakan dan mengagung-agungkan hukum adat Indonesia sebagai dasar pembinaan hukum nasional. Pandangan beliau terkait hukum adat yang merupakan hasil kajian dan penelitian terkait hukum adat telah menghasilkan dua definisi, yaitu: pertama, dalam pandangan masyarakat awam bahwa adat disamakan dengan kebiasaan jika dihadapkan dengan tingkah laku nyata yang biasa dikerjakan untuk menyelesaikan suatu maslah dalam masyarakat. Pada umumnya, kebiasaan yang dilakukan sama dengan yang ada di dalam alam kenyataan masyarakat yang bersangkutan atau yang dikenal dengan istilah alam empiris.

kedua, dalam pandangan ahli bahwa adat atau hukum adalah sesuatu yang abstrak yang berada dalam normatif nilai yang hidup, dihayati, diamalkan yang melatarbelakangi suatu tindakan nyata dalam pengalaman fisik masyarakat, atau dapat juga dikatakan sebagai sesuatu yang abstrak serta dinyatakan sebagai sebuah prinsip dan kaidah yang normatif mengenai pergaulan masyarakat menurut budaya yang dianut.

Ilustrasi Hukum Tanah (sumber: https://training-bagus.com/)

Apa makna dari tanah dan bagaimana hubungannya dengan bangsa Indonesia ini sebagai bangsa yang berasal dari penduduk asli sebagai penduduk bumi putera. Dengan lain perkataan, rakyat Indonesia memiliki filsafatnya sendiri mengenai tanah. Hal ini mengingat bangsa Indonesia melakukan pengaturan mengenai tanah dengan mengikuti aturan-aturan hukum pertanahan yang substansinya sesuai dengan filsafat rakyat sendiri tentang manusia dengan tanah.

Filsafat bangsa Indonesia terhadap tanah ini dalam ketentuan UUPA dijadikan pandangan dasar bangsa Indonesia tentang tanah. Pandangan dasar rakyat Indonesia terkait bangsa Indonesia dan tanah adalah sederhana dan berwujud di dalam cerita rakyat sebagai suatu mitos. Apabila mengacu pada filsafat bangsa ini, terkadang substansinya tidak dapat masuk di akal dan tidak mudah untuk menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itulah, diperlukan suatu studi filosofis dan hermeneutis untuk mendapatkan pemahaman yang rasional. Koesnoe menyebutkan bahwa mitos-mitos terkait dengan tanah tersebut apabila ditelaah lebih lanjut, khayalan yang tidak masuk di akal tersebut merupakan hasil dari kemampuan berpikir yang sangat abstrak dan merasakan terhadap totalitas yang dihadapi secara lebih mendalam. Dalam kerangka tersebut terkandung arti dan nilai kemanusiaan yang dalam. Mitos sendiri mengandung dua segi, yaitu segi batin dan segi lahir. Dengan lain perkataan, setiap mitos selalu terdapat segi substansi yang merupakan batin atau jiwanya, dan segi lahir atau bentuknya. Segi batin merupakan segi yang sulit untuk difahami substansi dan maksud yang sesungguhnya.

Sedangkan segi lahirnya bersifat terbuka untuk dipelajari guna diberi interpretasinya yang logis. Hal ini mengingat segi lahir berkaitan pada nilai-nilai dan keadaan-keadaan dari masyarakat dimana mitos itu ada. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai dan keadaan kehidupan di dalam masyarakat ikut memberikan isi dan bentuk segi lahir mitos yang bersangkutan. Untuk memahami hal tersebut, maka peneliti dituntut untuk dapat menguasai seni memahami yakni hermeneutik. Melalui metode tersebut maka akan dimungkinkan untuk dapat melakukan demythologisasi terhadap mitos yang bersangkutan (hubungan antara tanah dan manusia) sehingga dimungkinkan dapat mengerti pandangan rakyat terkait sumber daya agraria yang ada, yang kini menjadi pandangan hukum dasar tentang sumber daya agraria di wilayah Republik Indonesia. Dasar pandangan ini yang kini dikenal dengan dasar pandangan menurut adat.

Dari pandangan filsafat rakyat terhadap lingkungan hidup tersebut kemudian muncul istilah lingkungan tanah dimana manusia tinggal dan hidup disebut dengan istilah yang bermacam-macam yang mencerminkan suatu sikap batin dan menunjukkan tentang kemesraan hubungan antara rakyat dan tanah lingkungannya. Hubungan kemesraan antara rakyat dengan tanah lingkungan tempat hidup tersebut dikenal dengan istilah ibu pertiwi. Kembali ke konsep sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tanah lingkungan dimana mereka hidup dan bertempat tinggal disebut sebagai ibu dari rakyat yang bersangkutan.

Dengan demikian, hubungan dengan tanah lingkungannya dan rakyat diibaratkan sebagai hubungan antara ibu dan anak-anaknya, suatu hubungan yang penuh dengan kemesraan dan penuh kasih sayang yang bertimbal-balik. Sebutan tersebut sering dinyatakan dengan kependekan pertiwi. Terdapat istilah lain yang umum digunakan, yakni tanah-air dan juga tanah tumpah darah. Istilah-istilah tersebut menunjukkan tentang bagaimana hubungan dan penilaian bangsa Indonesia terhadap tanah lingkungan tempat tinggal dan tempat hidup mereka. Dengan lain perkataan, kekhususan hubungan tersebut menggambarkan tanah lingkungan dimana dirinya dilahirkan dan seterusnya tinggal, kemudian menjalani kehidupannya sampai dikubur setelah meninggal kembali ke tanah tersebut.

Penulis: Oemar Moechthar, S.H., M.Kn.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/MI/article/view/44976

Moechthar, O., Sekarmadji, A. ., Soelistyowati, Poespasari, E. D., & Sampe, J. R. . (2024). The Epistemology of Land in an Adat Perspective: Philosophical Aspects of Human Relations With Land in the View of Mohammad Koesnoe. Media Iuris7(1), 149–168. https://doi.org/10.20473/mi.v7i1.44976