Universitas Airlangga Official Website

Teknologi Nano-MGO dalam Penyisihan Zat Warna Kristal Violet pada Air Limbah Industri Tekstil

Ilustrasi limbah industri tekstil (Sumber: zerowasteid)
Ilustrasi limbah industri tekstil (Sumber: zerowasteid)

Industri tekstil Indonesia berkontribusi signifikan terhadap lapangan kerja dan perekonomian negara. Saat ini, industri tekstil sedang menuju masa depan yang berkelanjutan. Namun, industri ini menghadapi tantangan lingkungan yang kritis. Terutama dalam mengelola air limbahnya, yang sarat dengan pewarna dan bahan kimia berbahaya.

Sebuah studi terobosan menyoroti solusi yang menjanjikan untuk masalah yang terus berlanjut ini. Banyak peneliti telah mengembangkan metode pengolahan air limbah yang inovatif dengan menggunakan adsorben berukuran nano. Hal ini telah terbukti lebih efektif dalam menyisihkan polutan dalam air. Nano adsorben dalam penelitian ini menggunakan nano magnetic graphene oxide (nano MGO). Penambahan gugus fungsi Fe3O4 yang membawa sifat magenetik bertujuan untuk memudahkan proses pemisahan adsorben dari air. Terutama apabila ingin melakukan pencucian.

Nano MGO tersintesis dari kayu Puspa yang merupakan bekas material bangunan, yang masih banyak penggunaannya di Indonesia. Metode ini menunjukkan efisiensi yang luar biasa dalam menghilangkan pewarna kristal violet (CV). Polutan yang umum namun beracun dalam air limbah tekstil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nano MGO memiliki kapasitas adsorpsi tertinggi sebesar 375,89 ± 6,2 mg/g.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa kondisi optimal untuk adsorpsi zat warna menggunakan adsorben nano MGO meliputi dosis 0,04 g dan waktu kontak 20 menit. Mengikuti model kinetika orde dua semu dan mengikuti model isoterm Langmuir. Hal ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi melibatkan kemisorpsi dan fisisorpsi, yang terjadi secara spontan dan endotermis.

Terobosan ini menawarkan manfaat ganda. Yakni mengatasi dampak lingkungan yang kritis dari industri tekstil dan memanfaatkan sumber daya lokal untuk solusi ramah lingkungan. Penggunaan kayu Puspa tidak hanya menghindari ketergantungan pada adsorben sintetis. Akan tetapi, juga membuka jalan untuk memanfaatkan sumber grafit alami. Hal inilah yang menandai langkah signifikan menuju praktik industri yang berkelanjutan di Indonesia dan berpotensi di seluruh dunia.

Inisiatif ini sejalan dengan tujuan industri tekstil Indonesia. Tentu saja untuk pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan, yang menunjukkan komitmen terhadap inovasi dan manufaktur yang bertanggung jawab.

Penulis: Danar Arifka Rahman

Sumber: https://jurnal.ugm.ac.id/ijc/article/view/80894