Universitas Airlangga Official Website

Peran TikTok dalam Promosi Karya Musisi Lokal

TikTok
Ilustrasi oleh Mojok.co

Istilah pisau bermata dua sangat pas menggambarkan Tiktok saat ini. Di satu sisi tiktok dianggap melanggar hak cipta dengan memperbolehkan siapapun menggubah lagu ciptaan seseorang, baik dalam segi lirik maupun aransemennya. Namun di sisi lain tiktok juga merubah industri musik indonesia ke arah yang lebih positif. Yang awalnya produksi music memiliki flow lambat dan panjang, kini bisa lebih cepat dan mudah. Tiktok bisa menjadi tempat promosi yang tepat bagi musisi lokal untuk memperkenalkan karyanya. Salah satu karya musisi lokal yang sempat booming di berbagai platform adalah lagu “Su Sayang”.

Lagu yang dinyanyikan oleh Near dan Dian Sorowea, dan sudah dirilis sejak 2018 di kanal YouTube miliknya yang bernama Fenomenear. Lagu “Su Sayang” berhasil viral setelah 5 tahun dirilis, dengan versi remix Reggae SKA yang diaransemen oleh NIKISUKA dan Abil SKA 86. Sebagian orang bahkan akhirnya berusaha mencari tahu tentang lagu-lagu viral tersebut untuk kemudian dimasukkan ke dalam playlist yang didengarkan sehari-hari. Sebelum membahas lebih jauh mengenai lagu-lagu viral yang otomatis membuat kita ingin joget TikTok, ada fakta menarik soal industri musik yang perlu kita ketahui. Ternyata, pendapatan industri musik global terbesar berasal dari streaming berlangganan melalui Digital Streaming Platforms (Sumber: IFPI Global Music Report 2024). Bahkan penjualan musik dunia tembus Rp.429 triliun pada tahun 2023 dan merupakan rekor penjualan tertinggi sejak tahun 1999.

Sebenarnya, era digital ini memberikan kita dua sudut pandang yang berbeda. Terdapat opportunity sekaligus challenge bagi perjalanan industri musik di Indonesia maupun secara global. Dari sisi opportunity, tentunya era digital ini membuat semuanya lebih mudah. Keuntungan ini bisa dilihat seperti dari promosi, kemudahan untuk menjangkau lebih banyak pendengar. Serta membuka peluang untuk menemukan pendengar baru atau memanjakan para pendengar yang memang sudah loyal. Meskipun begitu, tantangannya juga tak kalah besar. Di era digital dengan semakin banyaknya media untuk menikmati musik tentunya membuat perhatian pendengar jadi kian terpecah. Apalagi dari segi distribusi dan maupun dari segi promosi.

Data terkait industri musik yang begitu transparan dan bisa diakses semua orang membuat para pelaku industri harus dapat memanfaatkannya sebaik mungkin untuk mengembangkan musik dan pasar mereka. Saat ini, mudah sekali untuk bisa memilih dan menikmati musik yang kita sukai dari penyanyi yang kita idolakan. Bahkan untuk update mengenai berbagai lagu yang baru saja rilis, kita tinggal membuka aplikasi di gadget yang ada dalam genggaman. Tak jarang kita juga menikmati sebuah lagu karena paparan lagu yang viral dari konten media sosial.

TikTok, menjadi salah satu aplikasi terpopuler saat ini khususnya bagi masyarakat Indonesia. Hal ini selaras dengan hasil riset SensorTower (2020), tercatat hingga tahun 2020 TikTok telah didownload sebanyak 105 juta kali. Hal ini menjadikan TikTok sebagai platform dengan pengguna terbanyak. Melihat hal ini, wajar jika pada akhirnya TikTok menjadi salah satu alternatif promosi musik lokal yang paling efektif dan murah. Namun di sisi lain, ternyata TikTok justru melanggar HKI dengan mengizinkan pihak lain mengubah hasil karya orang lain dan mendapat keuntungan ekonomi.

Cara Tiktok Mengubah Industri Musik Indonesia

TikTok dinilai sukses mengubah arus industri musik. Tak hanya industri musik Indonesia, tiktok juga sangat mempengaruhi industri musik dunia. Hal ini terbukti dari penelitian internal TikTok yang bekerja sama dengan Insites Consulting dan PRS In VIVO. Dari riset tersebut tercatat 80 persen pengguna TikTok memperoleh referensi musik baru. Dijelaskan juga 56% pengguna TikTok justru menemukan referensi musiknya secara natural. Yang artinya hasil dan algoritma yang diterapkan sudah sesuai tanpa adanya modifikasi yang disengaja. Banyak musisi yang lagunya menjadi sangat populer justru setelah lagu tersebut diunggah atau ada di konten TikTok. Seperti musisi Sarah Suhairi dan Alfie Zumi asal Malaysia dengan lagunya berjudul ‘Sah’ yang viral karena lagu mereka kerap dijadikan pengiring konten warga TikTok yang khas dengan jedag-jedugnya. Begitu pula dengan rapper Lil Nas X yang karyanya berhasil menetap di Billboard Hot 100 selama 19 minggu.

Di Indonesia sendiri, ada banyak musisi yang namanya populer setelah karyanya viral di TikTok. Seperti Aziz Hendra lewat tembang berjudul Somebody’s Pleasure, Near, Dian Sorowea dengan lagunya Su Sayang, Jegeg Bulan dengan lagu Care Bebek, Salma Salsabil dengan Bunga Hatiku dan masih banyak lagi musisi lokal lainnya. Fenomena ini kemudian membuat penulis bertanya, apakah standar lagu bisa terkenal di Indonesia saat ini adalah harus masuk ke TikTok terlebih dulu? Budaya konsumsi musik masyarakat tentu menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan untuk memilih strategi promosi musik yang tepat. Apalagi jika membahas promosi lagu melalui platform TikTok. Saat ini, bisa dibilang masyarakat Indonesia memang lebih menggemari lagu-lagu yang ‘TikTok friendly’.

Mungkin terdengar sedikit tricky bagi para insan musik, namun mereka mesti bisa melihat dan menyadari bahwa saat ini memang perlu cara promosi yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Berbeda dengan jaman dulu, ketika promosi lagu dilakukan melalui media konvensional seperti televisi dan radio. Karena memang pada zaman itu musik diproduksi dan diedarkan secara fisik (album kaset/ vinyl). Era musik digital menuntut pelaku industri musik untuk menemukan strategi yang tepat agar dapat mendapatkan revenue sebesar mungkin dari bisnis yang mereka geluti.

Peran TikTok dalam promosi musik lokal di Indonesia ternyata memiliki dampak positif dan dampak negatif. Menurut Bulele, Y.N(2020), bagi pengguna Tiktok di Indonesia, Tiktok tak hanya sebatas aplikasi untuk mendengarkan musik ataupun melihat video pendek. Tiktok juga digunakan masyarakat untuk berkreatifitas dan melakukan bisnis. Kegiatan bisnis berupa promosi produk seperti lagu, make up dan produk lainnya. Promosi ini terbilang murah  karena Tiktok memiliki jutaan pelanggan di seluruh Indonesia.

Dari sisi pemilik label rekaman, mereka juga merasa diuntungkan dengan hadirnya aplikasi Tiktok. Karena proses promosi hingga distribusi musik yang dulu sangat sulit dan mahal kini bisa dilakukan dengan mudah dan murah. Dilansir dari artikel Remotivi yang berjudul “Cara Tiktok Mengubah Industri Music”, The Musician’s Union mengatakan bahwa musisi menghasilkan sekitar 10 – 15% dari total keuntungannya dari kehadiran karya mereka di TikTok. Sebagai contoh, lagu Pop Hunna “Adderall” telah digunakan 27,1 juta kali oleh pengguna Tik Tok, yang membuat Popp Hunna memperoleh $35.087 dalam waktu sembilan puluh hari.

Di sisi lain dampak negatif TikTok dalam hal distribusi dan marketing music lokal juga mulai terasa. Pada kenyataannya banyak lagu lokal yang viral melalui Aplikasi Tiktok. Namun tidak sampai 50% di antaranya lagu tersebut tidak memiliki lisensi. Lisensi di sini artinya pengguna TikTok bebas menggunakan, menggubah lagu tersebut tanpa seizin dari pemilik hak ciptanya. Hal ini tentu melanggar UU Hak Cipta yaitu Pasal 9 tentang hak eksklusif bagi pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak karya cipta yang dihasilkan, pasal 10 tentang hak eksklusif bagi pemegang hak cipta untuk melakukan penyalinan, baik seluruhnya maupun sebagian, dari karya cipta atau suatu bagian daripadanya, pasal 12 tentang hak untuk mengadaptasi, mengatur ulang, menerjemahkan, atau menata ulang karya cipta. Dan pasal 15 tentang hak eksklusif bagi pemegang hak cipta untuk melakukan penyebarluasan karya cipta melalui penjualan atau penyewaan, serta mengumumkan karya tersebut kepada publik.

Dengan dilanggarnya Hak Cipta tersebut, maka hak ekonomi musisi lokal terkait hasil karya mereka dinyatakan merugi. Untuk itu beberapa label rekaman mulai berlomba melakukan gugatan ke pada TikTok dan ByteDance Inc. Salah satu label Nasional yang melakukan gugatan adalah PT. Digital Rantai Maya (DRM). Label ini menaungi musisi Virgoun untuk melakukan gugatan dengan menggunakan UU No 28 terkait hak cipta untuk 3 lagunya yang viral yaitu Surat Cinta untuk Starla, bukti dan selamat. Ke depannya diharapkan Tiktok bisa membuat aturan internal terkait Hak Cipta dan pencipta lagu dapat merasakan dampak komersial dari hasil karyanya yang viral di Aplikasi tersebut.

Penulis: Vonny Tiara Wibawanti dan Ni Putu Diah Eta T