Universitas Airlangga Official Website

Jangan Jadi Bangsa Inferior

Banyak pernyataan yang bersifat motivasi agar kita tidak rendah diri atau merasa inferior, namun saya ambil saja dua pernyataan yaitu pertama perkataan presiden pertama RI Ir. Haji Ahmad Soekarno: “Jangan sampai bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli dan menjadi kuli bangsa-bangsa lain, a nation of coolies and a coolie among nations.”

Dan yang kedua motivasi dari Rektor Unair Prof. Nasih dalam berbagai kesempatan kepada para mahasiswa dan lulusan Unair bahwa jangan merasa rendah diri, tapi rendah hati.

Pernyataan mantan presiden Soekarno bermakna bahwa kita harus sadar bahwa kita ini adalah negara besar, bukan negara abal-abal, bukan pula failed state. Sedangkan Prof. Nasih menyadarkan kepada mahasiswa dan lulusan Unair bahwa mereka itu menimba ilmu di perguruan tinggi yang sudah level dunia. Kedua pernyataan itu sama-sama menasihati kita agar tidak memiliki rasa rendah diri atau inferiority complex.

Menurut Asosiasi Psikologi Amerika Serikat yang disebut inferiority complex adalah perasaan yang : “ characterized by constant feelings of inadequacy or insecurity in your daily life due to a belief that you are physically or mentally inferior to others, whether such a belief is based on a rational assessment or not.” Atau “ditandai dengan perasaan tidak mampu atau tidak aman yang terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari Anda karena keyakinan bahwa Anda secara fisik atau mental lebih rendah daripada orang lain, apakah keyakinan semacam itu didasarkan pada penilaian rasional atau tidak”.

Meskipun Indonesia dalam sejarahnya merupakan negara yang besar dengan budaya luhur dan pernah menjadi “regional power” dikawasan Asia ini, namun karena kita dijajah bangsa-bangsa Eropa selama ratusan tahun maka muncul dalam diri anak bangsa ini sifat rendah diri atau inferior dan menganggap bangsa Eropa itu adalah bangsa yang nilainya lebih diatas kita. Sifat rendah diri itu kadang masih muncul di rakyat kita di berbagai lapisan. Misalnya di kehidupan perguruan tinggi kalau kita kedatangan tamu dosen dari perguruang tinggi luar negeri maka kita punya anggapan bahwa dosen luar negeri ini orang yang pintar diatas kita.

Saya punya pengalaman sekitar 20 tahun bersosialisasi dengan diplomat negara Adi Daya atau Super Power yang bertugas di Indonesia, memang ada di antara mereka yang senior yang paham tentang Indonesia dan down to earth atau low profile. Namun ada banyak juga mereka yang baru lulus dari sekolah diplomatik yang pengetahuannya tentang Indonesia “Nol-Putul” sudah merasa paling “wah” dan menganggap kita sebagai orang yang tidak tahu apa-apa karena berasal dari negara berkembang. Ada diplomat yang masih baru itu berujar “we are like celebrities” – merasa superior karena mereka selalu diterima oleh tuan rumah misalnya Gubernur, Bupati, Walikota, Ketua DPRD dsb dengan suka cita dan penuh sanjungan, dikalungi bunga dan pertunjukan tarian-tarian daerah dan jamuan makan yang elit. Sementara mereka itu dalam hidupnya – seumur-umur dinegaranya tidak pernah sama sekali menerima perhatian bak selibriti seperti itu.

Bangsa Israel yang menganut ideologi zionisme merasa bahwa mereka itu adalah bangsa pilihan Tuhan yang memiliki nilai lebih tinggi dari bangsa-bangsa lain terutama Arab dan Palestina. Bahkan beberapa pejabat tinggi Israel menganggap bangsa Palestina itu “human animal” dan karena itu wajar kalau mereka dibunuh. Nazi Jerman jaman perang dunia II dulu menganggap mereka adalah turunan bangsa Aria yang luhur dan karena itu menganggap bangsa-bangsa lain “sub – human”. Dijaman modern inipun seorang pimpinan politik Uni Eropa secara terbuka mengatakan bahwa negara-negara Eropa itu adalah “taman yang indah” sementara negara-negara lain diluar Eropa adalah “jungle” atau hutan yang suram.

Sekarang kita banyak melihat kesaksian para wisatawan luar negeri lewat youube atau flog mereka yang terheran-heran dengan kemajuan dan keindahan Indonesia. Bahkan ada wisatawan Amerika Serikat yang membandingkan stasiuan MRT di Jakarta yang bersih, tidak bau pesing, modern dsb dibandingkan dengan stasiun MRT atau KA di New York yang kotor, banyak tikus dan tindakan kriminal. Mereka mengatakan ketakjubannya tentang kemajuan Indonesia yang diluar persepsi mereka sebelumnya. Berdasarkan cerita turis AS itu seharusnya kita tidak merasa inferior dengan negara-negara lain.

Melihat pertandingan yang menegangkan antara kesebelasan muda Indonesia melawan Korea Selatan yang menegangkan pada hari Jum’at pagi 26 April 2024, kita menyaksikan bahwa para pemain muda Indonesia – disamping memiliki skill yang prfesional – juga memiliki rasa percaya diri yang bagus tidak memiliki rasa rendah diri berhadapan dengan kesebelasan negara-negara maju. Rasa rendah diri atau dalam ilmu psikologi nya disebut sebagai “inferiority complex.

Rasa percaya diri tim kesebelasan U-23 Indonesia melawan Korea Selatan menjadi bukti bahwa bangsa kita sejatinya bukan bangsa inferior. Anak-anak muda ksebelasan U-23 itu tidak merasa inferior menghadapi kesebelasan negara-negara maju seperti Australia dan Korea Selatan. Anak-anak muda Indonesia ini tidak merasa minder sehingga mampu mengalahkan tim besar Korea Selatan dengan skor 11-10 dalam adu pinalti.