Universitas Airlangga Official Website

Senyawa Cratoxyarborenon E dari Daun Cratoxylum Glaucum Korth dan Khasiatnya sebagai Anti Malaria pada Kultur Plasmodium Falciparum

Ilustrasi nyamuk malaira (Sumber: CNN Indonesia)

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Dari lima spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia, Plasmodium falciparum tergolong sebagai parasit yang berbahaya karena dapat menyebabkan malaria selebral. Ditilik dari laporan World Health Organization (WHO) dalam world malarial report 2023, kasus malaria di dunia masih tergolong tinggi. Pada tahun 2022 terdapat 249 juta kasus malaria di dunia. Sedangkan kasus malaria di Indonesia, mengacu dari Data Kementrian Kesehatan menunjukkan 415.140 kasus pada 2022, melonjak 36,29% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 304.607. Penanganan kasus malaria menghadapi beberapa kendala salah satunya resistensi obat malaria yang digunakan saat ini seperti kina, klorokuin, dan artemisinin. Data tersebut menjadi tolok ukur terhadap urgensi penemuan obat antimalaria baru.

Penelitian mengenai senyawa obat dari bahan alam telah banyak berkontribusi terhadap penemuan obat antimalaria. Belajar dari sejarah penemuan obat antimalaria dari tanaman yaitu klorokuin dari kina (Chinchona spp.) dan artemisinin dari Artemisinin annua, maka dapat dilihat bahwa tanaman memiliki potensi besar sebagai sumber senyawa obat antimalaria. Indonesia adalah negara dengan kelimpahan biodiversitas terutama tanaman indigenus yang belum banyak dieksplorasi, salah satunya adalah tanaman genus Cratoxylum. Tanaman yang termasuk dalam genus Cratoxylum ini memiliki kandungan senyawa santon yang berperan aktif terhadap penghambatan pertumbuhan parasit Plasmodium falciparum yang menjadi penyebab malaria. Beberapa senyawa santon dengan aktivitas antimalaria antara lain: 5-O-methylcelebixanthone (IC50 5,21 µM), celebixanthone (IC50 14,32 µM), β-mangostin (IC50 16,96 µM), dan cochinchinone C (IC50 6,33 μM), gerontoxanthone I (IC50 4,23 µM), macluraxanthone (IC50 3,42 µM), formoxanthone C (IC50 3,01 µM).

Aktivitas senyawa sebagai antimalaria ditunjukkan oleh nilai Inhibitory Concentration 50% (IC50), dimana semakin rendah nilainya maka semakin tinggi aktivitasnya. Nilai IC50 merupakan nilai konsentrasi senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan parasit sebanyak 50%.
Pada penelitian ini dipilih salah satu tanaman genus Cratoxylum yang belum pernah dilaporkan sebagai antimalaria dan berpotensi besar untuk diteliti lebih lanjut yaitu Cratoxylum glaucum. Tanaman endemik pulau Kalimantan ini mempunyai nama tradisional gerunggang merah. Bagian daunnya secara turun-termurun dimanfaatkan sebagai pelancar ASI, diare, demam, dan rematik. Hingga saat ini, aktivitas dari tanaman C. glaucum dilaporkan sebagai antioksidan, antibakteri, xanthine oxidase inhibitory (hiperurisemia), dan antidiabetes. Sedangkan aktivitas antimalarianya belum pernah dilaporkan sehingga tanaman ini sangatlah potensial untuk menjadi kandidat dalam menemukan senyawa aktif antimalaria dalam upaya pengembangan obat antimalaria baru terutama senyawa santon.

Dari penelitian ini telah berhasil diperoleh senyawa santon yang diidentifikasi dengan nama cratoxyarborenon E dan senyawa ini pertama kali dilaporkan dapat diperoleh dari daun C. glaucum. Aktivitas antimalaria senyawa ini dilakukan melalui pengujian secara in vitro terhadap kultur parasit Plasmodium falciparum dan menggunakan enzim Laktat Dehidrogenase (LDH). Nilai IC50 yang dihasilkan adalah 5,82 μM yang termasuk dalam kategori aktif. Selain uji aktivitas, uji toksisitas juga penting untuk dilakukan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui keamanan atau tingkat toksisitas senyawa. Uji sitotoksisitas dilakukan terhadap sel Vero dengan pewarnaan Resazurin dan dihasilkan nilai Cytotoxicity Concentration 50% (CC50) sebesar 20,74 µM. Nilai ini dikategorikan tidak toksik karena memiliki nilai CC50 lebih dari 10 μM. Data tersebut mengindikasikan senyawa cratoxyarborenon E potensial untuk dikembangkan menjadi kandidat obat antimalaria. Penemuan senyawa golongan santon terprenilasi yakni cratoxyarborenon E yang pertama kali diperoleh dan dilaporkan sebagai antimalaria dari daun C. glaucum ini kedepannya dapat berkontribusi dalam menambah informasi baru data fitokimia tanaman untuk kepentingan pencarian kandidat senyawa penuntun (lead compounds) untuk pengembangan obat antimalaria baru.

Penulis: Prof. Dr. apt. Aty Widyawaruyanti, M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat pada tulisan kami di:
https://pharmacia.pensoft.net/article/126316/

baca juga: https://unair.ac.id/gagas-ide-restorasi-terumbu-karang-tim-reefstoration-lolos-pimnas/