Universitas Airlangga Official Website

Urgensi Pengaturan Auditor Hukum Di Dalam Undang-Undang

Urgensi Pengaturan Auditor Hukum Di Dalam Undang-Undang
Photo by Media Edutama

Terlepas dari diperlukannya hukum dan penegakan hukum yang baik untuk terciptanya keadilan, ketertiban, dan keamanan bagi bangsa dan negara, pada faktanya, pengaturan dan penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Hal ini didasarkan, salah satunya dari analisis World Justice Project tahun 2023 yang notabene merupakan institusi yang menilai pengaturan dan penerapan hukum di sebuah negara, yaitu Rule of Law Index (RoI) atau indeks negara hukum, Indonesia masih berada pada posisi 66 dari 142 negara. Skor RoL Index Indonesia tahun 2023 tersebut adalah 0,53 (dengan nilai 1 sebagai nilai tertinggi) yang ternyata sama dengan skor tahun 2022. Hal ini menunjukkan, bahwa hukum dan penegakan hukum di Indonesia saat ini, tidak mengalami peningkatan atau dapat dikatakan stagnan.

Satu satu indikator RoL tersebut adalah Regulatory Enforcement. Hal ini menunjukan, bahwa salah salah satu indikator yang dijadikan pertimbangan terkait kepatuhan hukum. Kepatuhan hukum yang dimaksud di dalam RoL tersebut pada pokoknya adalah keadaan seseorang warga masyarakat yang tunduk patuh dalam satu aturan (in casu: hukum) yang berlaku. Dengan kata lain, dikarenakan RoL Indonesia belum menempati posisi yang baik (in casu: tinggi), maka dapat dikatakan bahwa kepatuhan hukum di Indonesia juga masih belum menempati posisi yang baik (in casu: rendah).

Sehubungan dengan kepatuhan hukum, adapun salah satu profesi hukum dewasa ini yang sebenarnya memiliki peran penting untuk memastikan adanya kepatuhan hukum adalah auditor hukum (legal auditor). Auditor Hukum adalah personil yang mempunyai kualifikasi kompetensi untuk melakukan pemeriksaan atau audit kepatuhan hukum pada sektor penyelenggara negara, sektor ekonomi dan usaha, serta sektor sosial kemasyarakatan dan diberi tugas untuk melakukan kegiatan audit organisasi/lembaga yang kompeten. Sasaran dari audit hukum ini, dapat perorangan, perusahaan (berbadan hukum atau tidak), atau bahkan Lembaga Pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, atau bahkan yudikatif. Tujuan auditor hukum adalah melakukan rangkaian kegiatan pemeriksaan dan analisis hukum atas kepatuhan hukum atau legalitas dari entitas bersangkutan, transaksi dan perbuatan-perbuatan hukum, harta kekayaan atau aset dan kewajiban atau utang-utangnya, sehingga diketahui kesadaran dan kepatuhan hukum. Ketika kepatuhan terhadap aturan-aturan yang ada telah terpenuhi, maka auditor hukum akan menyatakan suatu objek yang diteliti tersebut clean and clear (clean berarti taat hukum, clear berarti bebas dari masalah).

Auditor Hukum di Indonesia, dapat dikatakan belum cukup memiliki legalitas. Legalitas yang ada tersebut hanya terkait dengan lembaga yang melakukan sertifikasi terhadap auditor hukum tersebut, bukan terkait auditor hukum itu sendiri. Terkait dengan auditor hukum tersebut, seyogyanya perlu diatur di dalam undang-undang, sehingga memiliki dasar hukum yang yang lebih kuat dan terdapat pengaturan yang lebih komprehensif terkait auditor hukum ini. Misal, terkait dengan kriteria dapat menjadi auditor hukum (standar kompetensi), hak dan kewajiban, pengawasan, mekanisme pemberhentian kode etik, dan sebaginya. Sebagai perbandingan, bahkan ada profesi-profesi yang sudah diakui dalam undang-undang secara khusus, seperti profesi Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Urgensi Pengaturan Auditor Hukum Dalam Undang-Undang

setidak-tidaknya terdapat 4 (empat) urgensi pengaturan auditor hukum dalam undang-undang. Pertama, meningkatkan RoI di Indonesia. Penegakan The Rule Of Law berjalan linear dengan mewujudkan suatu negara hukum yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat yang bersangkutan. Unsur Supremacy of Law dalam Rule Of Law berarti menempatkan hukum sebagai panglima tertinggi. Oleh karena itu, kepatuhan warga negara terhadap hukum merupakan sebuah keharusan. Auditor hukum sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas/tingkat kepatuhan hukum, mengingat ruang lingkup auditor hukum adalah pencegahan, pengendalian, dan penyelesaian permasalahan hukum (prevention, controlling and problem solving).

Dalam pertambangan misalnya, pemerintah diwajibkan melakukan evaluasi terhdapat status clear and clean terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Apabila kewajiban audit clear dan clean diterapkan menjadi kewajiban dalam suatu perbuatan hukum, maka audit hukum yang akan menjamin kepatuhan hukum dari para auditee. Dengan adanya kepatuhan yang diperiksa, dianalisis, dan dihasilkan oleh auditor hukum, tingkat kepatuhan hukum akan meningkat. Baik sektor maupun sektor publik tidak mempunyai pilihan selain memenuhi kriteria clean and clear dari auditor hukum. Hasil kerja auditor hukum dalam bentuk hasil audit belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sehingga masih terdapat kekaburan terkait dengan kepastian hukum dari hasil audit itu sendiri. Agar hasil kerja auditor mempunyai daya kerja, maka rekomendasi yang dikeluarkan oleh auditor hukum harus mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan kata lain, apabila sebuah entitas tidak memenuhi kriteria tersebut, maka harus segera ditindaklanjuti. Pengaturan yang mewajibkan adanya audit hukum akan berjalan linear dengan kepatuhan hukum, dimana kepatuhan hukum akan berkorelasi dengan naiknya indeks RoI.

  Kedua, sebagai perwujudan dari fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering). Audit hukum diperlukan untuk perubahan sosial dalam rangka memenuhi kepatuhan hukum. Dalam sistem hukum yang maju, tidak disangsikan lagi bahwa produk hukum dapat mempengaruhi, bahkan mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat. Rekayasa sosial terhadap perilaku masyarakat dilakukan dalam 3 (tiga tahapan) audit hukum yakni, pencegahan, pengendalian, dan penyelesaian masalah hukum. Aspek pencegahan dalam audit hukum dapat dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan adanya ketidakpatuhan hukum, pelanggaran hukum, dan prediksi terhadap kemunduran suatu perusahaan yang diakibatkan ketidakpatuhan hukum. Ketidakpatuhan hukum yang mengakibatkan masalah hukum inilah yang mendasari lahirnya audit hukum, agar kepatuhan hukum selalu dapat terpenuhi dan tidak menimbulkan masalah. Dengan adanya pengaturan tentang auditor hukum akan membuat masyarakat menganggap bahwa audit hukum merupakan keharusan sebagai langkah awal mitigasi risiko. Dimensi pengendalian, berarti bahwa dengan hasil audit dapat dilakukan pengawasan (controlling) terhadap ketidakpatuhan terhadap regulasi yang ada.. Subjek hukum yang diaudit dapat memperbaiki kekurangan kepatuhan hukum sesuai dengan hasil dari audit hukum itu sendiri. Kewajiban akan audit hukum dapat merubah kebiasaan masyarakat dalam melaksanakan kepatuhan hukum yaitu menjadikan audit hukum sebagai solusi dalam melakukan crosscheck kepatuhan hukum. Pada dimensi penyelesaian masalah hukum, hasil audit hukum dapat dijadikan alat bukti karena di dalamnya terdapat hasil laporan nyata dari kondisi faktual objek yang diaudit. Pengetahuan akan hal tersebut akan membuat masyarakat mematuhi hukum, karena apabila tidak mematuhi hukum justru akan merugikan bagi entitasnya sendiri.

Ketiga, memberikan standar dan kriteria yang baku bagi auditor seperti profesi yang lain. Profesi-profesi yang sudah diakui dalam peraturan perundang-undangan adalah profesi Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, profesi Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, dan profesi Dokter sebagiamana Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang di atas memberikan definisi, standar dan kriteria, perlindungan hukum, dan sanksi. Pengaturan yang hanya berbasis Surat Keputusan Menteri tidak mengatur secara detail pengaturan mengenai kewajiban hukum seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya. Perlu adanya pengaturan sebagaimana profesi lain agar auditor mempuyai standar komptensi, perlindungan hukum, dan sanksi yang jelas. Selain memberikan kepastian hukum bagi auditor untuk menjalankan tupoksinya, hal ini juga memberikan koridor kepada auditor untuk bertanggung jawab atas profesinya. Hasil dari audit hukum sudah seharusnya memiliki standarisasi untuk mempertegas mekanisme perlindungan hukum baik bagi auditor maupun auditee. Tidak ada format baku dalam penyusunan hasil audit hukum, tetapi secara umum laporan hasil audit haruslah mampu untuk menjawab perintah penugasan audit hukum, dan selaras dengan tujuan dilakukannya audit hukum. Oleh karena itu, diperlukan adanya produk peraturan perundang-undangan sebagai kodifikasi dari standarisasi mutu profesi auditor hukum untuk dapat memastikan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum dari para pihak yang menerima manfaat dari hasil audit hukum.

Keempat, memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Audit hukum akan dilakukan menyeluruh menyangkut berbagai aspek yang bersentuhan dengan kepatuhan perusahaan dalam menjalankan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hasil Audit Hukum biasanya akan menentukan nilai Perusahaan bagi calon investor. Perusahaan yang dijalankan dengan mengikuti aturan yang berlaku akan menaikan nilai perusahaan di mata publik dan calon investor. Pada intinya audit hukum memiliki tujuan yakni mitigasi risiko. Hasil audit dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaku usaha atau investor sebelum melakukan investasi atau perbuatan bisnis. Pelaku usaha dapat memitigasi risiko dalam investasi. Dengan kata lain, pelaku usaha dapat meminta hasil audit hukum ketika melakukan investasi atau perbuatan bisnis. Sehingga, pelaku usaha dapat mengetahui apakah pihak yang akan diajak kerja sama telah menerapkan kepatuhan hukum atau justru tidak patuh terhadap hukum.

Penulis: Dr. Ghansham Anand, S.H., M.Kn.

Link: https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/view/1608

Baca juga: Problematika Keputusan Tata Usaha Negara yang Bersifat Fiktif Positif Setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020