Kerusakan lingkungan hidup kini menjadi persoalan yang serius yang sudah semestinya menjadi perhatian di tataran internasional, yang mana sebelumnya hanya menjadi persoalan yang diabaikan. Isu lingkungan hidup merupakan isu yang penting untuk diselesaikan sebab lingkungan kita semakin rusak dan bumi semakin panas. Entah itu negara maju maupun negara berkembang, semua sama-sama menghadapi dan merasakan bagaimana ekosistem bumi yang kian hari semakin rusak.
Beberapa isu lingkungan seperti polusi air, tanah, udara; penggundulan hutan; pembuangan limbah sembarangan seperti limbah sampah maupun limbah plastik; dan banyak lagi isu-isu lainnya yang menjadi isu penting bagi tataran internasional.
Jika kita menilik lebih cermat, masalah lingkungan tersebut mayoritas disebabkan oleh tindakan manusia sendiri. Kerusakan yang ditimbulkan dari tindakan manusia terhadap lingkungan sekarang sudah menjadi hal yang mengkhawatirkan. Pada kondisi ini, terlihat bahwa bumi berada di titik yang tidak baik-baik saja. Artinya bahwa, bumi yang sekarang lebih tercemar dan lebih panas akibat ulah manusia itu sendiri.
Jika solusi komprehensif tidak segera dicari untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang semakin kompleks terbebut, kelangsungan hidup umat manusia dan bentuk kehidupan lainnya di bumi akan terancam. Mengingat lingkungan merupakan satu-satunya sumber terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia, maka sulit membayangkan bagaimana manusia dapat bertahan hidup tanpa dukungan ekosistem yang sehat. Merusak lingkungan berarti menghancurkan kelangsungan hidup manusia.
Tanpa disadari, kerusakan ekosistem yang terus berlanjut berdampak negatif jangka panjang bagi manusia itu sendiri. Ketika kita menganalisis secara detail dan mendalam dari masalah lingkungan diatas, dapat dipahami bahwa masalah kerusakan lingkungan disebabkan karena manusia tidak menjaga ekosistem dengan baik (Santika, 2021).
Alih-alih generasi bangsa alias anak-anak muda sekarang lebih mementingkan gadgetnya dan media sosial daripada kepedulian terhadap lingkungan. Hal ini perlu sifat peduli lingkungan dengan pendidikan dan edukasi tentang pentingnya melestarikan dan menjaga lingkungan. Pendidikan dan edukasi tentang sifat peduli lingkungan tersebut bisa dilakukan di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, maupun di tengah pemukiman masyarakat. Misalnya, bisa mengedukasi siswa-siswa sekolah dasar tentang bagaimana mengurangi dan mendaur ulang sampah Anorganik dengan dijadikan barang bermanfaat dan ramah lingkungan (Banina et al., 2024).
Dengan begitu, diharapkan dengan adanya pendidikan dan edukasi tenang sifat peduli lingkungan tersebut bisa menggugah jiwa sadar lingkungan bagi masyarakat atau para generasi muda bangsa alias “green generation”. Mengutip dari artikel JawaPos.com (31/9/2024), pemerintah sudah menerapkan panduan pendidikan perubahan iklim yang merupakan bagian dari kurikukulum merdeka belajar. Hal ini bertujuan para peserta didik atau green generation mempunyai pengetahuan tambahan dan pemahaman tentang penyebab, dampak, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim sehingga sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.
Di sisi lain, panduan pendidikan dari pemerintah tersebut sebagai langkah untuk pembangunan Indonesia menuju Visi Indonesia Emas 2045 fokus pada transformasi ekonomi hijau yang didasarkan pada pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim. Dalam transformasi ekonomi hijau memerlukan dukungan oleh semua elemen, bukan hanya pemerintah maupun pihak swasta, melainkan seluruh masyarakat Indonesia pada setiap lapisan sehingga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan menuju Visi Indonesia Emas 2045 bisa kita wujudkan (Kusuma et al., 2022).
Secara keseluruhan, memahami kelestarian lingkungan bukanlah kegiatan yang cukup mudah. Perlu adanya manajemen kolaboratif antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dengan masyarakat yang menerima dan melaksanakan kebijakan tersebut. Semua pihak harus berperan dalam melestarikan lingkungan. Seperti yang David Osborne dan Ted gaebler katakan dalam bukunya yang berjudul Reinventing Goverment yang di dalamnya ada yang berisi “Tata kelola yang baik itu tata kelola yang antisipatif : mencegah daripada mengobati”. Artinya, dalam melestarikan lingkungan kita perlu tindakan pencegahan untuk menjaga ekosistem lingkungan sebelum kerusakan terjadi. Hal ini penting untuk dilakukan sejak dini sehingga tidak terjadi kerusakan lebih parah di masa depan. Wallahu a’lam.
Penulis: Abdul Hayyi (Mahasiswa Prodi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga)