Universitas Airlangga Official Website

Dosen FISIP UNAIR Tanggapi Transformasi BP2MI menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran

Irfan Wahyudi S Sos MComm PhD, Pakar Media UNAIR (Foto: Dokumen Istimewa)
Irfan Wahyudi S Sos MComm PhD, Pakar Media UNAIR (Foto: Dokumen Istimewa)

UNAIR NEWS – Prabowo Subianto resmi membentuk kabinet baru setelah dilantik menjadi presiden pada Minggu (20/10/2024). Dalam kabinet bernama Merah Putih tersebut, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berubah status membentuk Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun, dikutip dari website resmi BP2MI, nomenklatur kementerian masih disebut Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI.

Melalui FISIP Statement ini, Dosen Departemen Komunikasi FISIP UNAIR, Irfan Wahyudi SSos MComm PhD akan membagikan pandangannya mengenai pembentukan kementerian ini. Menurut Irfan, pembentukan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI dapat menjadi harapan sekaligus tantangan baru ke depannya. Hadirnya kementerian ini harapannya dapat menguatkan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) yang sejauh ini belum maksimal.

Irfan berharap kementerian ini dapat menampung aspirasi dari PMI dan memastikan mereka mendapat perhatian pemerintah, khususnya dalam hal perlindungan, keamanan, dan pendampingan ketika terlibat kasus hukum di negara tempat mereka bekerja. “Ini tentunya tidak perkara kemudian memoles dengan kosmetik ‘kementerian’ yang notabene hanya tampak resminya saja, tapi dari segi fungsi tidak ada perubahan,” ujar Irfan.

Meski demikian, Irfan mengungkapkan bahwa kementerian ini harus bersinergi dengan kementerian terkait lainnya agar tidak mempersulit proses birokrasi. “Harapannya bisa bersinergi dengan kementerian lain. Jangan kemudian kementerian baru ini menjadi malah menambah panjang rantai birokrasi yg malah mempersulit proses perlindungan PMI.”

Irfan berpendapat bahwa pembentukan kementerian baru ini dapat menjadi langkah strategis apabila bekerja secara maksimal. Baginya, hal terpenting adalah implementasi dari peraturan yang lebih pro terhadap PMI. “Yang penting adalah implementasi dari UU perlindungan PMI Tahun 2017 bisa maksimal dilakukan. Juga dari produk omnibus law yg telah rezim sebelumnya buat bisa bersanding dengan peraturan baru yang lebih pro pada pekerja migran,” tutur Irfan.

Lebih lanjut, Irfan menilai bahwa perlindungan pekerja migran selama ini masih berkisar pada prosedur pemberangkatan dan pelatihan saja. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap isu kesehatan, kelayakan hidup, jam kerja, dan kepastian perlindungan PMI. Terlebih di tengah maraknya isu perdagangan manusia.

Optimalisasi kinerja kementerian ini, menurut Irfan, perlu pemerintah dorong melalui kerjasama dengan elemen masyarakat yang berkaitan, seperti organisasi PMI di tiap negara. Pemerintah harus merangkul dan memberi kesempatan organisasi-organisasi tersebut menyampaikan aspirasinya. “Organisasi-organisasi perlu dirangkul dan diberi kesempatan untuk menyampaikan apa yang mereka jadikan isu selama ini dan dicari solusinya bersama-sama,” ujar Irfan.

Irfan juga berpendapat bahwa pemerintah perlu mendefinisikan secara jelas pekerja migran melalui perundang-undangan. Hal ini penting untuk dilakukan karena seringkali muncul pandangan bahwa hanya pekerja sektor formal yang termasuk dalam kategori tersebut. “Pemerintah perlu mendefinisikan dulu apa sih pekerja migran itu, siapa yang termasuk, dan mengapa. Penyebutan ini perlu diformalkan dalam peraturan perundangan, sehingga setiap orang bisa melihat peran dan perlindungan yang bisa mereka dapatkan,” pungkasnya.