Universitas Airlangga Official Website

Membran Hemodialisis Bercetak Serat Berongga Berbasis Eugenol untuk Filter Darah Manusia

Membran Hemodialisis Bercetak Serat Berongga Berbasis Eugenol untuk Filter Darah Manusia
Sumber: Hermina

Gagal ginjal merupakan penyakit yang sering dialami oleh sebagian masyarakat dunia, terutama negara berkembang, dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara permanen lebih dari 90,0%. Ginjal mengalami penurunan kemampuan untuk menyaring natrium, kalium, ureum, dan kreatinin dalam darah. Berdasarkan data Perhimpunan Nefrologi Indonesia, sekitar 12,5% dari 25 juta penduduk mengalami gagal ginjal pada tahun 2013. Sekitar 78,0% harus menjalani cuci darah seumur hidup. Faktor penyebab gagal ginjal yaitu terlalu sering mengonsumsi minuman berpengawet, minum teh dan kopi, merokok, minuman suplemen berenergi, usia, hipertensi, dan diabetes. Beberapa metode yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini sekaligus mempertahankan hidup pasien, salah satunya adalah transplantasi ginjal dan hemodialisis dengan memisahkan 66–75% ureum dalam darah ke dalam serangkaian alat dialiser (ginjal buatan) menggunakan membran semipermeabel hingga fungsi ginjal pulih. Membran yang digunakan harus kuat, berpori, tidak bocor, selektif, menggunakan metode sederhana, murah dan tentunya tidak ditolak oleh darah (hemocompatible) serta mampu memisahkan ureum dan kreatinin dalam darah. Nilai ambang batas ureum dalam tubuh sekitar 15–40 mg/dL sedangkan kreatinin sekitar 0,7–1,5 mg/dL. Jika melebihi batas tersebut akan menjadi toksik. Terapi ini biasanya dilakukan 2 atau 3 kali seminggu selama 4–5 jam. Akan tetapi, terapi ini sangat mahal, memerlukan waktu yang lama, dan alat yang dibutuhkan sedikit, sedangkan pasiennya banyak, sehingga perlu dikembangkan metode analisis yang lebih baik, memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi, serta teknologi pemisahan dan prakonsentrasi yang lebih baik. Salah satu pengembangan metode hemodialisis adalah metode molecularly imprinted membran (MIM) yang memiliki selektivitas tinggi karena melibatkan jejak molekuler. MIM merupakan metode atau teknik pembuatan membran berpola, sehingga bersifat selektif terhadap molekul target yang mempunyai daya ikat yang tinggi dan permeabilitas yang sangat baik. Djunaidi dkk. melakukan penelitian menggunakan derivatif eugenol sebagai polimer fungsional dengan polietilen glikol (PEG) untuk sintesis MIM glukosa untuk transpor glukosa secara selektif. Pada tahun 2020, Djunaidi dkk. melakukan penelitian lebih lanjut tentang selektivitas membran dari derivatif eugenol untuk mengetahui pengaruh adsorpsi terhadap logam Au(III) dalam larutan polisulfon pada pelarut NMP. Selain itu, Djunaidi dkk. telah melakukan penelitian menggunakan derivatif eugenol sebagai polimer fungsional dengan PEG 6000 pada NMP untuk mendapatkan hasil MIM terbaik untuk transpor urea secara selektif. Dari berbagai permasalahan yang telah dikaji mengenai hal-hal di atas, maka perlu dilakukan sintesis hollow fiber hemodialysis imprinted membran (HFHIM) dengan komponen polieugenol sebagai polimer fungsional dengan polisulfon dan PEG 6000 yang diharapkan mampu mengadsorpsi urea dan kreatinin dengan baik. Untuk menentukan selektivitas adsorpsi, dilakukan perbandingan kinerja HFHIM berbasis eugenol dan selektivitas adsorpsi urea pada komponen lain seperti kreatinin dan vitamin B12.

METODE

Tahap pertama adalah sintesis polieugenol dengan menggunakan BF3O(C2H5)2, metanol, kloroform, dan Na2SO4. Tahap berikutnya adalah sintesis MIM dari urea menjadi polimer. Prosedurnya sebagai berikut; PE-urea ditambahkan ke polisulfon dan PEG 6000 dengan perbandingan berat 1:4:1 dengan 0,25 mL katalis AIBN yang dilarutkan dalam 12 mL pelarut NMP, diaduk dan direfluks selama 10 jam pada suhu 90 °C. Setelah homogen atau menyatu, membran dope dicetak menggunakan metode inversi fasa pada alat cetak membran. Bak koagulan yang diisi air yang bersuhu ruangan diletakkan di bawah spinneret sejauh 30 cm di atas permukaan air. Larutan dope dimasukkan ke dalam tabung 1 (tabung dope). Pada tabung 2 dialirkan air suling dengan mengatur flowmeter. Tabung 1 yang berisi larutan dope dihubungkan ke kompresor menggunakan selang. Kemudian, air dan kompresor dibuka untuk memulai pembentukan membran serat berongga. Setelah melewati spinneret, larutan dope masuk ke bak koagulan untuk membentuk serat berongga yang padat. Membran serat berongga yang padat dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa pelarut. Setelah itu, dimasukkan ke dalam bak yang berisi larutan natrium azida hingga serat berongga tersebut dikarakterisasi. Sintesis HFHNIM (kontrol) juga dilakukan tetapi PE yang disintesis tidak dikontakkan dengan urea 1000 ppm.

HASIL

Transport dan selektivitas HFHIM lebih baik daripada HFHNIM. Hal ini dipengaruhi oleh pola urea, sehingga ukuran pori lebih seragam, lebih kuat (fleksibilitas meningkat), dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga menyebabkan sifat hidrofilisitas, selektivitas, dan kinerja membran lebih baik, sehingga urutan selektivitasnya adalah urea > kreatinin > vitamin B12.

Penulis: Yanuardi Raharjo, Ph.D.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://doi.org/10.22146/ijc.83065