Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi perhatian di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang menyebabkan anak mengalami pertumbuhan yang terhambat, baik secara fisik maupun kognitif. Dampaknya dapat dirasakan hingga usia dewasa, mempengaruhi produktivitas, kesehatan, serta kesejahteraan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, memahami bagaimana stunting tersebar di berbagai wilayah dan faktor-faktor yang memengaruhinya menjadi sangat penting dalam upaya penanggulangan masalah ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan spasial semakin banyak digunakan dalam studi kesehatan masyarakat untuk memahami distribusi penyakit dan faktor risikonya. Dengan menggunakan analisis spasial, para peneliti dapat mengidentifikasi wilayah-wilayah yang memiliki prevalensi stunting tinggi serta memahami faktor lingkungan dan sosial yang berkontribusi terhadap permasalahan ini. Analisis spasial memungkinkan kita untuk memetakan pola geografis stunting, memberikan wawasan tentang area yang membutuhkan intervensi prioritas, dan mengembangkan strategi penanggulangan berbasis lokasi.
Penelitian yang dilakukan Devi, et. al (2025) menggunakan pendekatan spasial telah menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Provinsi Jawa Barat terdapat efek spasial pada faktor yang berpengaruh. Ada wilayah-wilayah tertentu yang menjadi titik konsentrasi atau hotspot stunting. Faktor sosial-ekonomi memainkan peran penting dalam fenomena ini, di mana daerah dengan tingkat pendapatan rendah cenderung memiliki angka stunting yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang lebih sejahtera. Keluarga dengan keterbatasan ekonomi sering kali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak, baik dari segi kualitas maupun kuantitas makanan. Selain itu, akses terhadap layanan kesehatan yang tidak merata juga turut berkontribusi terhadap tingginya angka stunting di beberapa daerah.
Selain faktor sosial-ekonomi, kualitas lingkungan juga menjadi aspek penting dalam penentuan prevalensi stunting. Wilayah dengan sanitasi yang buruk dan akses air bersih yang terbatas cenderung memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi. Lingkungan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko infeksi, seperti diare dan penyakit lainnya, yang dapat menghambat penyerapan nutrisi pada anak-anak. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur sanitasi dan penyediaan air bersih harus menjadi bagian dari strategi komprehensif dalam menanggulangi stunting.
Faktor lain yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan ibu. Penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung memiliki pemahaman yang lebih baik tentang gizi dan kesehatan anak. Mereka lebih mungkin memberikan makanan yang bergizi dan memperhatikan pola asuh yang baik, termasuk pemberian ASI eksklusif serta imunisasi yang lengkap. Oleh karena itu, upaya peningkatan pendidikan perempuan, khususnya di daerah dengan prevalensi stunting tinggi, dapat menjadi langkah strategis dalam mengurangi angka stunting secara berkelanjutan.
Hasil analisis spasial juga menunjukkan bahwa daerah pedesaan sering kali memiliki tingkat stunting yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi dari berbagai faktor, termasuk keterbatasan akses ke layanan kesehatan, rendahnya pendidikan masyarakat, serta kurangnya variasi makanan bergizi yang tersedia. Sementara itu, di beberapa daerah perkotaan, meskipun akses terhadap layanan kesehatan lebih baik, stunting tetap terjadi akibat faktor lain seperti pola makan yang kurang seimbang dan gaya hidup yang tidak sehat.
Dalam upaya mengatasi stunting, pemerintah dan pemangku kepentingan harus menerapkan kebijakan berbasis bukti yang mempertimbangkan faktor spasial dan geografis. Intervensi yang ditargetkan berdasarkan analisis spasial dapat membantu mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien dan memastikan bahwa wilayah yang paling membutuhkan mendapatkan perhatian yang memadai. Program pemberian makanan tambahan bergizi, peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak, serta penyuluhan tentang pentingnya pola makan sehat adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi angka stunting.
Selain itu, investasi dalam infrastruktur sanitasi dan penyediaan air bersih juga harus menjadi prioritas. Dengan memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap lingkungan yang sehat, risiko infeksi yang dapat menghambat pertumbuhan anak dapat diminimalkan. Pemerintah juga perlu mendorong program edukasi bagi ibu dan calon ibu agar mereka memiliki pengetahuan yang cukup untuk memastikan kesehatan dan gizi anak-anak mereka terjaga dengan baik.
Analisis spasial memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana stunting tersebar di berbagai wilayah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan memanfaatkan pendekatan ini, kebijakan dan intervensi dapat dirancang dengan lebih efektif dan tepat sasaran. Stunting bukan hanya masalah kesehatan individu, tetapi juga isu sosial dan ekonomi yang lebih luas. Oleh karena itu, penanggulangannya harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan berbagai sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Dengan langkah yang tepat, diharapkan angka stunting dapat ditekan, sehingga generasi masa depan dapat tumbuh dengan lebih sehat dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Informasi detail mengenai artikel dapat diakses melalui link jurnal: https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/MPPKI/article/view/6931
Devi, Y. P., Herdayati, M., Makful, M. R., Muthmainnah, M., Ekoriano, M., Ruwandasari, N., & Mardiah, K. (2025). Spatial Analysis of Stunting Prevalence According to Family Data Collection Indicators in Indonesia. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI), 8(3), 210-220. https://doi.org/10.56338/mppki.v8i3.6931
Penulis: Yuli Puspita Devi, S.KM., M.K.M
Baca juga: Perpustakaan di Era Digital, Apakah Mereka Bertahan?