Natrium merupakan mineral makro yang sering kali dijumpai dalam bentuk garam dapur. Natrium begitu digemari terkait peranannya dalam menciptakan cita rasa asin dan kemampuannya dalam menarik air pada makanan sehingga dapat meningkatkan kualitas rasa yang diterima oleh indera rasa pengecap. Faktanya, natrium tidak hanya berperan pada sistem palatabilitas saja, namun natrium juga berperan besar dalam penguat rasa serta pengawet yang lazim digunakan sebagai zat aditif pada industri makanan skala besar.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebanyak 75% konsumsi natrium di dunia berasal dari makanan kemasan. Hasil penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa makanan tradisional yang semula menjadi sumber natrium utama pada negara dengan ekonomi rendah dan menengah mengalami pergeseran distribusi konsumsi ke arah makanan kemasan yang dikenal memiliki kandungan natrium yang tinggi. World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan konsumsi natrium harian sebesar kurang dari 5 gram per hari untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang dewasa di dunia mengonsumsi natrium sebanyak 10 gram per hari dengan konsumsi paling tinggi adalah di Asia. Apabila pola konsumsi ini terjadi secara persisten akan meningkatkan risiko berbagai penyakit, salah satunya adalah hipertensi.
WHO mencatat sebanyak 1,13 miliar orang dewasa di dunia menderita hipertensi dan akan meningkat menjadi 1,56 miliar pada tahun 2025. Peningkatan prevalesni hipertensi juga ditunjukkan oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang menunjukkan bahwa sebanyak 34,10% orang dewasa di Indonesia menderita hipertensi dengan peningkatan sebesar 8,30% dibandingkan periode sebelumnya. Dikaitkan dengan fenomena di atas, menganalisis ambang rasa asin untuk mendeteksi konsumsi natrium pada individu hipertensi dan tidak hipertensi menarik untuk dilakukan.
Penelitian dilakukan dengan kajian literatur pada 14 jurnal yang membahas mengenai ambang rasa asin, asupan garam, dan hipertensi pada kelompok usia dewasa yang diterbitkan dari tahun 2012 hingga 2022. Studi yang dipilih ialah studi yang menggunakan larutan garam sebagai metode pengukuran ambang rasa. Metode asupan garam yang dilakukan terdiri atas pencatatan kebiasaan konsumsi natrium (Na-FFQ), asupan jangka pendek (24-hour food recall), penambahan garam selama makan, dan pengukuran ekskresi urine 24 jam sebagai gold standart pengukuran asupan natrium.
Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa kelompok hipertensi memiliki ambang rasa asin dan asupan garam lebih tinggi dibandingkan kelompok bukan hipertensi. Seseorang dengan ambang rasa asin yang tinggi cenderung mengonsumsi lebih banyak garam untuk menyesuaikan persepsi rasa yang ia miliki. Tindakan inilah yang menyebabkan tingginya total asupan natrium baik yang diukur melalui asupan makanan maupun ekskresi natrium urine 24 jam. Meskipun begitu, hasil menunjukkan bahwa kelompok bukan hipertensi memiliki rerata asupan garam yang lebih tinggi dibandingkan rekomendasi WHO (<5 gram/ hari) meskipun tidak lebih tinggi dibandingkan kelompok hipertensi.
Ambang rasa asin memiliki peranan besar dalam mempengaruhi konsumsi garam. Pengelolaan faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi rasa seperti usia, kebiasaan merokok, konsumsi obat – obatan, dan penyakit tertentu penting dilakukan untuk mengurangi gangguan pada indera rasa pengecap. Menjaga kondisi indera rasa pengecap tetap dalam kondisi ideal akan berimplikasi pada kesesuaian rasa yang diterima. Apabila kondisi ini dijaga dengan baik, maka peningkatan tekanan darah akibat peningkatan asupan natrium sebagai dampak dari alterasi rasa akan semakin diminimalkan.
Penulis: Afifah Nurma Sari dan Farapti, dr., M.Gizi
Informasi lebih lengkap dari penelitian dapat diakses pada:
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/view/25805
Sari, A. N., Farapti, F., & Md Nor, N. (2022). Salt Taste Threshold As A Detection Of Salt Intake In Hypertensive Individuals. Jurnal Berkala Epidemiologi, 10(3), 227–236. https://doi.org/10.20473/jbe.V10I32022.227-236