Di berbagai belahan dunia, penyakit yang disebarkan oleh vektor perantara seperti nyamuk, masih menjadi masalah serius bagi pembuat kebijakan. Beberapa contoh penyakit yang ditularkan nyamuk antara lain demam kuning, demam berdarah, zika, malaria, filariasis, dan lain-lain. Malaria adalah salah satu contohnya penyakit yang ditularkan melalui vektor yang disebabkan oleh nyamuk anopheles betina. Malaria masih masalah di banyak negara, yang mana sekitar 95% kasus ditemukan di Afrika. Sisanya tersebar di sebagian Amerika Latin dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Malaria menyebabkan masalah global yang mengancam ratusan juta orang setiap tahun, terutama anak-anak di bawah lima tahun, wanita hamil, pelancong yang pergi ke daerah endemis malaria tanpa perlindungan, dan pasien dengan kondisi akut lainnya seperti HIV dan kencing manis. Malaria melibatkan manusia dan nyamuk dalam siklus hidupnya. Syarat siklus sporogonic mengacu pada siklus hidup dalam tubuh nyamuk. Selanjutnya, siklus hidup di hati dan darah manusia berturut-turut disebut siklus ekso-eritrositik dan siklus eritrositik siklus. Plasmodium akan menghancurkan hati dan sel darah merah ketika masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan gejala seperti demam dan penyakit seperti flu, nyeri otot, sakit kepala, kelelahan, dan bahkan kematian.
Dalam penelitian ini, kami mengusulkan dan menganalisis model dinamika penyebaran malaria dengan mempertimbangkan beberapa fenomena berulang seperti relapse, reinfection, dan recrudescence. Keterbatasan kapasitas tempat tidur rumah sakit yang dapat mempengaruhi tingkat pengobatan, selanjutnya dimodelkan menggunakan fungsi kejenuhan. Analisis kualitatif model meliputi kriteria keberadaan dan stabilitas keseimbangan endemik juga dikaji. Kami menemukan bahwa titik setimbang bebas malaria akan stabil asimtotik lokal jika bilangan reproduksi dasar lebih kecil dari satu dan tidak stabil jika lebih besar dari satu. Pengamatan kami pada keseimbangan endemik malaria dari model yang diusulkan menunjukkan kemungkinan terjadinya titik setimbang endemik ganda ketika reproduksi dasar bilangan lebih besar atau lebih kecil dari satu. Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa ketika bilangan reproduksi dasar kurang dari satu tidak cukup untuk menjamin kepunahan malaria dari populasi.
Selanjutnya kami mengestimasi parameter model malaria menggunakan data kejadian bulanan malaria dari kabupaten di Sumba Tengah, Indonesia yang disebut Wee Luri. Dengan menggunakan data dua puluh bulan pertama dari distrik Wee Luri, dapat ditunjukkan bahwa model kami cocok dengan data dengan selang kepercayaan 95%. Eksperimen analitis dan numerik menunjukkan bahwa keterbatasan kapasitas tempat tidur rumah sakit dan infeksi ulang dapat memicu kemungkinan yang lebih besar untuk munculnya bifurkasi mundur. Di sisi lain, kami menemukan bahwa peningkatan kekambuhan dapat mengurangi kemungkinan munculnya bifurkasi mundur. Dari analisis sensitivitas global, kami menemukan bahwa tingkat infeksi awal pada manusia dan angka infeksi nyamuk merupakan parameter yang paling berpengaruh dalam menentukan peningkatan total infeksi baru pada manusia.
Berikutnya, kami memperluas model malaria dengan mengaplikasikan variabel kontrol optimal dengan memasukkan tiga jenis intervensi malaria yaitu penggunaan kelambu, rawat inap, dan pengasapan. Karakterisasi masalah control optimal diselesaikan dengan menggunakan prinsip maksimum Pontryagin. Hasil dari analisis efektivitas biaya menunjukkan bahwa rawat inap saja merupakan strategi paling hemat biaya yang diperlukan untuk mengendalikan penyakit malaria.
Pengamatan menarik lainnya adalah jika jumlah individu yang terinfeksi sudah menurun, maka intensitas intervensi dapat dikurangi untuk memperoleh biaya implementasi yang lebih murah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa intervensi dengan rawat inap, fumigasi, dan pemakaian kelambu dapat digunakan sebagai strategi intervensi penting untuk mengendalikan malaria, meskipun penggunaan kelambu tidak seefektif dua intervensi lainnya. Secara meyakinkan, kami memperkirakan bahwa penerapan intervensi yang terdiri dari penggunaan rawat inap, pengasapan, dan kelambu secara simultan akan memainkan peran penting dalam pengendalian penyakit malaria.
Namun, model kami memiliki beberapa keterbatasan. Seperti disebutkan oleh beberapa penulis, bias vektor memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan program pemberantasan malaria. Faktor penting lainnya yang perlu didiskusikan adalah dampak musiman pada penularan malaria, seperti yang disebutkan oleh banyak penulis. Dalam penelitian lanjutan, faktor-faktor ini akan dipertimbangkan dalam pengembangan model malaria untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang penularan malaria.
Penulis: Dr. Fatmawati, M.Si
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://www.mdpi.com/2414-6366/7/10/263
Authors: Hengki Tasman, Dipo Aldila, Putri A. Dumbela, Meksianis Z. Ndii, Fatmawati,
Faishal F. Herdicho, Chidozie W. Chukwu. Title: Assessing the Impact of Relapse, Reinfection and Recrudescence on Malaria Eradication Policy: A Bifurcation and Optimal Control Analysis, Trop. Med. Infect. Dis. 2022, 7, 263. https://doi.org/10.3390/tropicalmed7100263