Universitas Airlangga Official Website

Analisis Kinerja Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

Foto oleh talk-business.co.uk

Salah satu sektor utama yang menggerakkan perekonomian Indonesia adalah sektor perbankan. Dominasi sektor perbankan dalam industri keuangan nasional menunjukkan bahwa sektor perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga stabilitas dan mewujudkan ketahanan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu kategori industri perbankan nasional yang diharapkan mampu menggerakkan perekonomian nasional adalah industri perbankan daerah atau Bank Pembangunan Daerah (BPD). Namun menurut Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK 2015), kontribusi BPD terhadap pembangunan daerah masih rendah yang tercermin dari porsi kredit produktif yang relatif kecil, yaitu hanya mencapai 26%. Tata kelola, sumber daya manusia, manajemen risiko, dan infrastruktur yang kurang memadai memicu peningkatan kredit yang bermasalah. Oleh karena itu, BPD perlu bertransformasi untuk membenahi kelemahan struktural tersebut dan memperkuat fondasi organisasi agar mampu tumbuh dan bersaing agar dapat berperan lebih besar dalam perekonomian di masa mendatang. Dampak BPD yang tidak signifikan terhadap industri perbankan nasional juga terlihat dari kinerja pangsa pasar BPD yang relatif rendah di industri perbankan nasional. Rendahnya pangsa pasar BPD menunjukkan bahwa BPD relatif tidak kompetitif terhadap kinerja perbankan nasional pada umumnya. Padahal, sebagai salah satu lembaga keuangan daerah, keberadaan BPD dalam perekonomian daerah memiliki peran yang sangat strategis, terutama dalam menggerakkan perekonomian daerah melalui penyediaan produk dan jasa keuangan yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi. Selain itu, peran BPD sebagai penasehat keuangan dan pengelola dana pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang memantapkan peran strategis dan fundamental BPD dalam perekonomian daerah.

Salah satu indikator penting dalam mengukur kinerja perusahaan, termasuk di industri perbankan, adalah tingkat efisiensi. Efisiensi dalam industri perbankan dapat dilihat dari segi mikro dan makro, yang mengarah pada kemampuan bank untuk bertahan di tengah persaingan produk dan jasa yang semakin ketat, serta kemampuan mengalokasikan sumber daya keuangan untuk meningkatkan kegiatan investasi yang dapat memacu perekonomian. Pasalnya, dalam menjalankan operasionalnya, BPD menghadapi persaingan ketat baik dari industri perbankan maupun industri non-perbankan di tengah pesatnya pertumbuhan teknologi finansial. Di Indonesia, jenis literatur tentang efisiensi dalam industri perbankan sebagian besar berfokus pada bank komersial. Kajian efisiensi antar BPD dilakukan antara lain menilai kinerja efisiensi BPD menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Hasil kajian menunjukkan bahwa mayoritas BPD masih belum mampu mencapai tingkat efisiensi yang optimal. Kajian lain menunjukkan bahwa tidak ada satupun BPD di Jawa yang memiliki total aset lebih besar dari BPD di luar Jawa yang menyandang predikat BPD paling efisien di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kinerja BPD ditinjau dari efisiensi biaya dan keuntungan serta menguji variabel-variabel yang mempengaruhi peningkatan atau penurunan inefisiensi biaya dan keuntungan BPD. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan variabel input dan output yang terdiri dari harga biaya tenaga kerja, harga biaya modal fisik, harga biaya dana, jumlah kredit/pembiayaan yang diberikan, aset produktif lainnya, serta faktor internal dan variabel eksternal yang mempengaruhi kinerja BPD yang terdiri dari ukuran bank (perusahaan),kecukupan modal, rasio likuiditas, risiko kredit, dan kepemilikan platform digital yang diwakili oleh jumlah investasi teknologi di 27 industri perbankan daerah di Indonesia selama 2011–2020 menggunakan metode Stochastic Frontier Analysis (SFA). Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh BPD di Indonesia sudah efisien baik dari segi biaya maupun keuntungan dengan rata-rata nilai efisiensi 1,01 untuk efisiensi biaya dan 1,23 untuk efisiensi keuntungan. Hal ini dikarenakan sebagian besar kegiatan operasional BPD merupakan portofolio dengan risiko rendah seperti kredit konsumtif bagi PNS maupun penempatan dana antar bank, sebagian besar dana pihak ketiga BPD merupakan dana murah yang bersumber dari dana pemda sehingga BPD cenderung memiliki rasio NIM yang tinggi, dan ruang lingkup operasional BPD yang terbatas yang sebagian besar hanya beroperasi di provinsi tempat BPD berada. Sementara itu, hasil pengujian pengaruh inefisiensi biaya dan laba dari variabel yang digunakan menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan (Fsize) berpengaruh signifikan terhadap penurunan inefisiensi laba. Hal ini dikarenakan mayoritas BPD masih beroperasi secara tradisional dimana mayoritas pendapatannya masih didominasi oleh pendapatan bunga terutama dari konsumsi kredit. Selain itu, dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, mayoritas BPD belum dapat mengoptimalkan teknologinya sehingga belum mampu memberikan pengalaman bertransaksi yang optimal bagi nasabah di tengah ketatnya persaingan industri keuangan digital. Untuk mengoptimalkan efisiensi biaya dan keuntungan BPD, hal utama yang harus dilakukan adalah mengelola dan meningkatkan kualitas kredit yang baik serta mengoptimalkan dana menganggur berbunga rendah yang dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan rasio current account saving account (CASA) juga diperlukan untuk menjaga profitabilitas. Selanjutnya, investasi teknologi perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing dalam pembangunan industri, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta dapat menjadi pendapatan alternatif jika dijalankan secara optimal.

Penulis: Dr. Rudi Purwono, S.E., M.SE.

Link: https://www.mdpi.com/2227-7099/10/9/228