Sukuk merupakan salah satu instrumen keuangan yang dapat dijadikan sebagai sumber pembiayaan dan investasi bagi perusahaan, pemerintah, dan investor. Selain itu sukuk juga diklaim sebagai alternatif pembiayaan yang lebih menguntungkan dan adil karena memiliki unsur kerja sama dan pembagian risiko serta aset dasar yang mendasari kontrak tersebut. Sukuk sering disebut dengan obligasi syariah namun sejatinya sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi, yang mana obligasi berpartisipasi dalam utang dan tidak memiliki aset dasar sedangkan sukuk, dapat menawarkan peluang bisnis karena struktur berbasis aset dasarnya. Perbedaan ini sangat mempengaruhi tingkat resiko dan imbal hasil antara kedua instrumen ini. Sukuk yang memiliki aset dasar menyebabkan risiko sukuk lebih rendah dibandingkan dengan obligasi.
Sejumlah penelitian juga telah membuktikan bahwa obligasi lebih berisiko dibandingkan sukuk. Namun, imbal hasil dari beberapa jenis sukuk lebih tinggi dibandingkan obligasi sehingga, sukuk dapat menjadi alternatif pembiayaan dibandingkan obligasi konvensional. Pada pasar keuangan global, Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) menjadi penerbit instrumen sukuk terbesar kedua dengan emisi sekitar USD 7 miliar masing-masing, sementara Malaysia, menjadi pemimpin di pasar sukuk internasional, yang telah menerbitkan sekitar USD 35 miliar sukuk di tahun 2016, atau sekitar 45% sukuk yang diterbitkan secara global pada tahun tersebut Sayangnya sukuk dan obligasi mengalami penurunan pada tahun 2020 karena kebijakan masih perlu disesuaikan agar penerbit sukuk dan obligasi dapat memenuhi kewajiban mereka kepada investor. Sehingga pada tahun 2021 dan tahun-tahun berikutnya, sukuk dan obligasi dapat bertahan dari gejolak ekonomi yang berkepanjangan.
Perkembangan sukuk di Indonesia sendiri mulai diterbitkan di Indonesia pada tahun 2002 dan mencapai nilai transaksi Rp175 miliar dan angka ini terus berkembang. Berdasarkan data statistik sukuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2022, nilai transaksi sukuk mencapai Rp35,02 triliun. Dengan demikian, sukuk telah berkembang menjadi mekanisme fundamental dalam meningkatkan keuangan korporasi dan negara serta merupakan struktur yang dapat diterima oleh umat Muslim. Melihat dari perkembangan sukuk di Indonesia dan juga perbedaan resiko serta imbal hasil yang dimiliki antara obligasi dan sukuk Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan antara Imbal Hasil dan Risiko menggunakan Value at Risk (VaR) pada sukuk korporasi dan obligasi korporasi di Indonesia pada tahun 2018-2020. Serta berdasarkan penelitian empiris perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan risiko dan imbal hasil antara sukuk dan obligasi di berbagai negara serta jenis sukuk atau obligasi lainnya. Penelitian ini juga memberikan kontribusi bagi investor yang ingin berinvestasi dalam instrumen sukuk dan obligasi untuk menentukan sejauh mana perbedaan risiko dan imbal hasil dari kedua instrumen tersebut.
Hasil penelitian
Penelitian ini menggunakan metode VaR (delta rata-rata) karena para peneliti ingin menganalisis perbedaan imbal hasil dan risiko sukuk dan obligasi, apakah secara signifikan berbeda atau sejalan dengan beberapa peneliti yang menyatakan bahwa sukuk dan obligasi adalah sekuritas yang sama dalam hal imbal hasil dan risiko. Hasil menunjukkan bahwa Sukuk memiliki imbal hasil yang lebih tinggi daripada obligasi, dan kemiringan sukuk menunjukkan kemiringan positif sehingga investor dapat memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi, berbeda dengan obligasi yang memiliki kemiringan negatif sehingga investor dapat merasa khawatir. Untuk hasil perbedaan risiko, ditemukan bahwa sukuk memiliki risiko yang lebih rendah daripada obligasi, sejalan dengan beberapa penelitian yang dikategorikan sebagai instrumen yang dapat memberikan manfaat diversifikasi karena memiliki nilai VaR yang lebih rendah daripada obligasi.
Implikasi praktis dari hasil ini penting tidak hanya bagi umat Muslim tetapi juga bagi non-Muslim. Karena kepatuhan syariahnya, sukuk menarik bagi umat Muslim yang ingin berinvestasi dibandingkan dengan obligasi yang tidak memiliki kepatuhan syariah. Struktur dasar Sukuk ini. Oleh karena itu, investor disarankan untuk memasukkan berbagai jenis Sukuk ke dalam portofolio mereka untuk mendiversifikasi risiko mereka.
Keterbatasan dari studi ini terkait dengan data tahun sampel yang diambil, sampel yang diambil terdiri dari kurang dari 30 sampel Sukuk dan Obligasi, yang meliputi periode dari tahun 2018 hingga 2020. Diharapkan penelitian masa depan dapat memperpanjang periode dan meningkatkan ukuran sampel. Penelitian berikutnya dapat memberikan analisis yang lebih rincitentang perbedaan antara sukuk dan obligasi menggunakan metode yang berbeda.
Penulis: Puji Sucia Sukmaningrum
DOI: 10.21002/icmr.v15i2.1173
Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/icmr/vol15/iss2/5
baca juga: Scaffold PCL/HAP dari Cangkang Kepiting Biru