Malaria terus menjadi masalah kesehatan global yang krusial karena dampaknya yang mendalam terhadap pembangunan manusia. Malaria merupakan salah satu penyebab kematian utama di banyak negara di dunia terutama di Afrika Sub-Sahara dan memiliki dampak negatif yang besar terhadap perekonomian lokal. Terdapat lima spesies parasit Plasmodium yang bertanggung jawab menyebabkan malaria melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan Plasmodium knowlesi. Namun, Plasmodium falciparum merupakan penyebab utama morbiditas dan kematian serius di wilayah Afrika Sub-Sahara. Individu yang bergejala dapat menunjukkan gejala seperti suhu tinggi, sakit kepala, mual, muntah, nyeri sendi, dan kelelahan. Selain itu, individu yang tidak memiliki kekebalan tubuh sering mengalami gejala dalam jangka waktu sepuluh hingga lima belas hari setelah infeksi.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak peneliti telah mengklasifikasikan populasi manusia untuk menyelidiki penularan malaria. Tersedianya berbagai strategi pencegahan dan mitigasi malaria, pengendalian kekuatan infeksi tetap menjadi prioritas utama dalam banyak studi malaria karena membantu eliminasi penyakit. Penggunaan kelambu berinsektisida diakui sebagai tindakan efektif untuk mencegah malaria. Sepengetahuan kami, hanya sedikit penelitian yang dilakukan mengenai penyebaran malaria yang dinamis terkait dengan frekuensi gigitan nyamuk.
Penelitian ini berfokus pada pengembangan model matematika penyebaran penyakit malaria yang secara akurat mencerminkan situasi di Tanzania, salah satu negara di Afrika sub-Sahara, dengan mempertimbangkan kerentanan ganda pada manusia. Model ini mencakup individu berisiko tinggi yang didefinisikan sebagai mereka yang sering terpapar gigitan nyamuk karena faktor-faktor seperti aktivitas luar ruangan malam hari yang berkepanjangan (misalnya, alasan ekonomi atau sosial), menginap di luar ruangan, kedekatan dengan hutan, atau tinggal di daerah dengan sistem drainase yang tidak memadai. Selain itu, manusia rentan berisiko rendah mengalami gigitan nyamuk dengan frekuensi sedang. Sebaliknya, manusia rentan berisiko rendah adalah individu yang tidur lebih awal, tinggal jauh dari hutan, dan tinggal di tempat dengan sistem drainase yang baik. Lebih lanjut, kami menemukan penularan malaria yang dinamis dengan metode analitis, dan simulasi numerik menggunakan data nyata yang dikumpulkan dari Tanzania pada bulan September 2022 hingga Desember 2023.
Model ini membedakan antara populasi manusia yang rentan berisiko rendah dan berisiko tinggi, yang menawarkan analisis terperinci tentang pola penularan malaria. Kami menghitung angka reproduksi dasar beserta titik keseimbangan bebas penyakit dan titik keseimbangan endemik. Selain itu, model ini menunjukkan bifurkasi mundur. Lebih lanjut, kami telah mengilustrasikan secara grafis dampak berbagai kerentanan manusia. Efek ini menjadi lebih nyata seiring waktu yakni meningkatnya proporsi individu yang sangat rentan dalam populasi, tingkat penularan keseluruhan juga meningkat. Lebih jauh lagi, hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa pengurangan tingkat kontak antara manusia dan nyamuk berdampak efektif terhadap prevalensi endemisitas pada populasi manusia. Dengan demikian, simulasi ini sejalan dengan literatur yang menyatakan bahwa pemberantasan malaria melibatkan pengurangan tingkat kontak antara manusia dan nyamuk. Lebih lanjut, telah ditunjukkan secara grafis bahwa peningkatan tingkat kematian nyamuk memiliki efek menguntungkan dalam menurunkan tingkat infeksi pada seluruh populasi manusia. Hal ini menyiratkan bahwa salah satu parameter penting dalam pemberantasan malaria pada populasi yang terdiri dari orang-orang yang rentan, baik yang berisiko tinggi maupun rendah, adalah tingkat kematian nyamuk.
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
Authors: G. W. Chacha, S. B. M Siddik, Fatmawati
Title: Mathematical analysis of the transmission dynamics for malaria in individuals with varying levels of risk.