Universitas Airlangga Official Website

Ancaman Resistensi Antibiotik di Indonesia yang Perlu Diwaspadai

Ilustrasi resistensi antibiotik (Sumber: KlikDokter)
Ilustrasi resistensi antibiotik (Sumber: KlikDokter)

Antibiotik telah menjadi pilar utama dalam dunia kedokteran modern. Sejak ditemukan, antibiotik membantu mengatasi berbagai infeksi bakteri yang dahulu mematikan. Namun, ancaman baru muncul: resistensi antibiotik. Salah satu bentuk resistensi yang paling mengkhawatirkan adalah yang disebabkan oleh bakteri penghasil extended-spectrum beta-lactamase (ESBL). Bakteri ini kebal terhadap berbagai jenis antibiotik, terutama sefalosporin generasi ketiga, sehingga infeksi yang disebabkannya sulit diobati. Hal ini menyebabkan perawatan yang lebih lama di rumah sakit, biaya pengobatan yang meningkat, dan bahkan kematian. Jika dibiarkan, kita bisa kembali ke masa sebelum penemuan antibiotik, di mana infeksi sederhana dapat mengancam nyawa.

Sebuah laporan studi yang dipublikasikan di Tropical Medicine and International Health pada tahun 2025 (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/tmi.14090) memberikan gambaran yang detail mengenai resistensi antibiotik karena ESBL di Indonesia. Bagi pembaca yang ingin memahami lebih dalam mengenai bagaimana data dan temuan ini diperoleh, tautan tersebut menyediakan informasi yang tidak hanya memperkaya wawasan tetapi juga dapat memberikan perspektif baru tentang urgensi isu ini.

Mengapa Resistensi Antibiotik Berbahaya?

Resistensi antibiotik mengurangi efektivitas obat-obatan yang ada, sehingga infeksi menjadi lebih sulit ditangani. Hal ini berdampak luas pada sistem pelayanan kesehatan karena memperpanjang waktu rawat inap dan meningkatkan risiko kematian. Selain itu, prosedur medis seperti transplantasi organ, kemoterapi, dan operasi besar akan menjadi lebih berisiko tanpa perlindungan antibiotik yang efektif. Fenomena ini dapat mengancam kemajuan dunia medis, membuat infeksi umum kembali menjadi ancaman serius.

Gambaran Resistensi Antibiotik di Indonesia

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengatasi resistensi antibiotik. Berdasarkan analisis dari 48 penelitian yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia antara tahun 2008 hingga 2024, prevalensi bakteri penghasil ESBL mencapai 46,38%. Artinya, hampir setengah dari sampel yang diteliti mengandung bakteri yang resisten terhadap antibiotik penting. Yang menarik, prevalensi ini bervariasi di berbagai wilayah. Sumatra mencatat angka tertinggi, yaitu 63,99%, sedangkan Kalimantan memiliki angka terendah, 15,24%. Selain itu, prevalensi di rumah sakit (47,13%) hampir sama dengan di komunitas (47,26%). Ini menunjukkan bahwa resistensi antibiotik bukan hanya masalah rumah sakit, tetapi juga sudah menyebar di masyarakat.

Jika Anda penasaran dengan detail bagaimana perbedaan geografis ini mempengaruhi penyebaran resistensi, sumber asli dari studi ini dapat menjadi bacaan yang mencerahkan. Tidak jarang, pemahaman lebih mendalam dari sumber primer membawa kita pada wawasan baru yang tidak kita duga sebelumnya.

Analisis juga menunjukkan bahwa orang dewasa lebih rentan terhadap infeksi bakteri penghasil ESBL (44,56%) dibandingkan anak-anak (32,38%). Dua jenis bakteri yang paling umum ditemukan adalah Escherichia coli (57,84%) dan Klebsiella pneumoniae (51,03%). Kedua bakteri ini sering menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi aliran darah, dan pneumonia. Kasus-kasus infeksi ini umumnya memerlukan perawatan intensif dan penggunaan antibiotik yang lebih kuat, yang sayangnya juga berisiko memicu resistensi lebih lanjut.

Faktor Penyebab Resistensi Antibiotik

Beberapa faktor utama penyebab resistensi antibiotik di Indonesia antara lain penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat. Banyak orang mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter, bahkan untuk infeksi yang disebabkan oleh virus, seperti flu. Selain itu, kurangnya kontrol infeksi di rumah sakit menjadi penyebab lainnya. Prosedur pengendalian infeksi yang kurang ketat di fasilitas kesehatan memudahkan penyebaran bakteri resisten. Indonesia juga masih kekurangan program pengawasan resistensi antibiotik yang menyeluruh dan edukasi masyarakat mengenai bahaya penggunaan antibiotik yang tidak tepat.

Penggunaan antibiotik di sektor peternakan dan pertanian juga memberikan kontribusi besar. Antibiotik sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan hewan ternak, yang menciptakan peluang bagi bakteri resisten untuk berkembang dan menyebar ke manusia melalui rantai makanan. Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menyelesaikan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan membuat infeksi tidak sepenuhnya sembuh dan memberikan kesempatan bagi bakteri resisten untuk bertahan.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Masalah resistensi antibiotik adalah tanggung jawab bersama. Penggunaan antibiotik yang bijak sangat penting, yaitu hanya digunakan jika diresepkan oleh dokter dan dengan mengikuti instruksi pengobatan secara tepat. Masyarakat perlu menyelesaikan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan, meskipun gejala sudah membaik. Selain itu, penerapan kebersihan diri dan lingkungan, seperti mencuci tangan secara rutin dan menerapkan pola hidup sehat, dapat membantu mencegah infeksi. Pemerintah dan lembaga kesehatan juga perlu memperkuat sistem pemantauan resistensi antibiotik di seluruh Indonesia.

Selain upaya di tingkat individu dan komunitas, institusi kesehatan harus memperketat prosedur pengendalian infeksi dan meningkatkan pelatihan tenaga medis dalam penggunaan antibiotik yang tepat. Program edukasi publik yang berkelanjutan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya resistensi antibiotik. Di tingkat kebijakan, regulasi yang ketat mengenai distribusi dan penggunaan antibiotik di sektor kesehatan dan industri makanan harus diterapkan.

Kesimpulan

Resistensi antibiotik, khususnya oleh bakteri penghasil ESBL, merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Data menunjukkan bahwa prevalensinya tinggi di berbagai wilayah dan menyebar baik di rumah sakit maupun di komunitas. Dengan penggunaan antibiotik yang bijak, penguatan kontrol infeksi, dan dukungan terhadap program pemantauan, kita dapat memperlambat penyebaran resistensi ini dan melindungi efektivitas antibiotik untuk generasi mendatang. Jika kita bertindak sekarang, kita dapat mencegah skenario terburuk dan memastikan bahwa antibiotik tetap menjadi alat yang ampuh dalam memerangi infeksi di masa depan. Mari bersama-sama melawan resistensi antibiotik demi masa depan yang lebih sehat dan aman.

Penulis: Ika Nindya Kadariswantiningsih, dr., M.Msc