Universitas Airlangga Official Website

Angina Pektoris Tidak Stabil Setelah Vaksin mRNA COVID-19

Angina Pektoris Tidak Stabil pada Pria Muda Setelah Dosis Pertama Vaksin mRNA COVID-19
Photo by Kompas Health

Sindrom Pernafasan Akut Parah Virus Corona 2 (SARSCoV-2) atau Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) adalah versi baru virus Corona yang ditemukan pada tahun 2019. COVID-19 menyebar dengan cepat pada tahun 2019 dan dinyatakan pandemi pada tahun 2020 oleh WHO. Hal ini mendorong para peneliti di seluruh dunia untuk melakukan penelitian terhadap terapi medis guna mendapatkan perlindungan dari COVID-19, salah satunya adalah penelitian vaksin mRNA COVID-19.

Namun vaksin mRNA memiliki efek samping yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Dicurigai efek samping tersebut disebabkan kandungan lipid PEGylated dan anti Antibodi PEG (IgE dan/atau IgG)

Laporan kasus : Laki-laki berumur 25 tahun datang ke IGD. Dia sebelumnya sehat tanpa penyakit kronis dan baru saja menerima suntikan vaksin mRNA-1273 (Moderna)

Selama 24 jam pertama tidak ada reaksi apapun, sehingga ia melakukan olahraga lari pada hari kedua. Setelah satu jam berolahraga, tiba-tiba dia merasakan nyeri dada yang sangat intens, menjalar ke bahu kiri dan lengan kiri mirip dengan serangan jantung. Bahkan setelah dua jam berbaring, rasa sakitnya tidak hilang. Dia mencari bantuan ke faskes primer dan mendapat DAPT (Aspirin & Clopidogrel) dan ISDN (Isosorbide Dinitrate). Karena tidak ada perbaikan, dicurigai kemungkinan terjadi infark miokard yang terkait dengan vaksin sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit.

Dari EKG didapatkan irama sinus dengan deviasi sumbu ke kiri dan incomplete RBBB. CXR dan hasil laboratorium dalam batas normal. Dilakukan CT Scan untuk mengeksklusi miokarditis dan pericarditis, dan didapatkan hasil normal. Dari semua pemeriksaan, disimpulkan diagnosis pasien adalah angina pektoris tidak stabil karena vaksin mRNA.

Bagaimana cara vaksin mRNA dapat menyebabkan nyeri dada pada pasien ini masih belum jelas. Namun diduga disebabkan oleh testosteron dan katekolamin. Karena salah satu tempat utama protein mRNA  SARS Cov-2 berakumulasi ada di korteks adrenal dan medula. Hal ini menyebabkan hiper katekolaminergik yang ditandai dengan tingginya limfosit T CD3+ dan limfosit B CD20+, sedangkan jumlah eosinofil dan makrofag hanya sedikit. Dimana adrenalin dan noradrenalin cenderung mengaktifkan limfosit dan menghambat eosinofil, monosit, dan makrofag. Sehingga peningkatan testosteron dan katekolamin dalam darah dianggap sebagai penyebab utama nyeri dada pada pasien ini.

Penulis: Prof. Dr. Yudi Her Oktaviano, dr.,Sp.JP(K)FIHA.FICA.FAsCC.FSCAI

Link: https://scholar.unair.ac.id/en/publications/unstable-angina-pectoris-in-a-young-male-after-first-dose-of-covi

Baca juga: Semua Bagian Adipose-Derived Mesenchymal Stem Cell (AMSC) Dapat Dimanfaatkan