Perusahaan syariah adalah perusahaan yang tercatat dalam indeks saham syariah yang memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara kualitatif dan kuantitatif. OJK akan melakukan serangkaian screening, antara lain screening bisnis dan keuangan. Screening kualitatif terkait dengan aktivitas utama perusahaan. Kegiatan perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti perjudian, jasa keuangan riba, jual beli hal-hal yang tidak pasti, memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, atau menyediakan barang yang dilarang. Sedangkan untuk screening keuangan, perusahaan masih dapat memiliki hutang berbasis bunga tidak lebih dari 45% dan pendapatan tidak halal tidak lebih dari 10%.
Perusahaan yang terdaftar di indeks saham syariah akan dievaluasi secara berkala oleh OJK dua kali setahun. Perusahaan harus menyelaraskan kebutuhan keuangan konvensional ekonomi modern dengan kewajiban fundamental syariah agar sesuai syariah. Akibatnya, ini memengaruhi keputusan pendanaan perusahaan (Haron 2016; Satt et al. 2020). Oleh karena itu, posisi mereka bisa keluar atau masuk daftar di indeks. Kondisi ini akan membuat status perusahaan yang terdaftar di indeks saham syariah tidak permanen atau sementara. Penyebab utama keluarnya suatu perusahaan adalah tidak memenuhi rasio keuangan yang ditentukan oleh OJK, sehingga perhatian terhadap jumlah hutang berbasis bunga, termasuk biaya hutang perusahaan menjadi faktor yang sangat penting.
Beberapa penelitian terkait cost of debt menemukan bahwa perusahaan yang terdaftar dalam indeks saham syariah ternyata memiliki periode utang yang lebih pendek dibandingkan perusahaan yang tidak terdaftar dalam indeks syariah. Studi lain memandang religiusitas sebagai komitmen perusahaan untuk menjalankan bisnis dengan cara yang jujur ​​dan konservatif. Perusahaan yang berperilaku etis atau religius akan mendapatkan biaya utang yang rendah (Jiang et al. 2018). Selain itu, perusahaan keagamaan cenderung tidak terlibat dalam perilaku yang tidak pantas (Callen dan Fang 2015; Dyreng et al. 2012). Budaya, kepercayaan, atau agama adalah faktor tidak berwujud yang dapat digunakan bank untuk mengevaluasi pinjaman.
Komisaris Independen merupakan salah satu indikator penerapan praktik tata kelola yang baik, oleh karena itu, keberadaan komisaris independen terkait dengan kinerja perusahaan. Keberadaan komisaris independen di Indonesia bersifat wajib, artinya jika perusahaan memiliki satu dewan komisaris maka dewan komisaris adalah komisaris independen, dan jika ada dua anggota dewan komisaris, salah satunya adalah seorang komisaris independen. Komisaris independen dipilih sebagai variabel yang akan berinteraksi dengan kepatuhan syariah karena keberadaan komisaris independen memperkuat fungsi mekanisme checks and balances dalam suatu korporasi. Kedudukan komisaris independen erat kaitannya dengan kinerja perusahaan, sehingga kehadiran komisaris independen yang sesuai dengan prinsip syariah diharapkan dapat memicu kinerja keuangan yang lebih baik.
Metode dan Hasil
Saya bersama Vidia Gati dan Mohammad Nasih telah menguji pengaruh perusahaan syariah terhadap biaya utang (cost of debt) pada perusahaan Indonesia. Penelitian ini menggunakan regresi OLS untuk menguji hubungan dengan menerapkan 1870 data observasi perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) selama 2012–2018. Secara keseluruhan, ada 1870 data observasional dalam penelitian ini. Tahun 2012 dipilih karena untuk pertama kalinya ISSI ditetapkan sebagai indeks saham yang menampung seluruh perusahaan yang dinilai memenuhi kriteria OJK.
Hasil pengujian menunjukan bahwa perusahaan syariah berhubungan negatif dengan biaya utang, dan perusahaan syariah dengan persentase komisaris independen yang lebih tinggi tidak terkait dengan biaya utang. Temuan ini menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen yang lebih banyak duduk di dewan tidak akan mendorong posisi perusahaan syariah untuk mendapatkan biaya utang yang lebih rendah. Selanjutnya, hasil penelitian ini konsisten setelah melakukan uji endogenitas. Perusahaan syariah dipandang oleh pemberi pinjaman memiliki perilaku perusahaan yang etis dan layak untuk mendapatkan bunga utang yang rendah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan syariah memiliki cost of debt yang lebih rendah dibandingkan perusahaan non syariah. Keberadaan komisaris independen yang mewakili tata kelola perusahaan yang baik tidak terbukti membuat perusahaan syariah memiliki cost of debt yang rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa rendahnya biaya utang dipengaruhi oleh posisi perusahaan sebagai perusahaan syariah. Hasil ini juga menunjukkan bahwa perusahaan syariah yang konsisten tercatat di indeks saham syariah memang telah memenuhi ketentuan OJK. Meskipun perusahaan syariah memiliki leverage yang lebih rendah daripada perusahaan non syariah, ternyata mereka bisa mendapatkan biaya utang yang rendah. Memiliki biaya utang yang rendah tidak menyebabkan perusahaan dianggap sebagai perusahaan tertutup, karena pemberi pinjaman sebenarnya melihat atribut syariah yang terkait dengan perilaku etis perusahaan.
Penulis: Iman Harymawan, Ph.D.
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://www.mdpi.com/2227-7099/10/5/119
Gati, Vidia, Iman Harymawan, and Mohammad Nasih. 2022. Do Firms in the Islamic Index Differ from Others? Evidence of Cost of Debt in Sharia Firms in Indonesia. Economies 10: 119. https://doi.org/ 10.3390/economies10050119