Universitas Airlangga Official Website

Atasi Kelainan Akibat Trauma Kepala dengan Bahan yang Mudah Ditemukan

Ilustrasi trauma kepala (foto: klik dokter)

Kepala merupakan bagian paling penting dari tubuh manusia, karena pusat kendali tubuh berada di dalamnya. Benturan keras pada kepala tentu dapat berakibat fatal dan berpotensi menimbulkan gangguan fungsi otak. Trauma pada kepala atau cedera kepala merupakan kelainan pada struktur kepala akibat trauma fisik atau benturan yang mengenai kepala. Terjadinya benturan keras pada kepala terkadang dapat menimbulkan trauma langsung yang menyebabkan robekan lapisan duramater otak yang jika tidak segera ditangani dapat berakibat fatal. Cedera kepala merupakan kasus trauma yang paling sering terjadi setiap harinya terutama di unit gawat darurat. Insidensinya sebesar 75-200 kasus/ 100.000 populasi. Kasus ini terjadi  di  semua  usia  dan  terbanyak  pada  usia 15-24 tahun pada laki-laki. Kasus cedera kepala atau cedera lain yang melibatkan cedera kepala menyumbang 50% kematian dari total kematian akibat cedera, dimana cedera merupakan penyebab utama kematian pada pasien < 45 tahun. Menurut laporan World Health Organization (WHO) setiap tahunnya sekitar 1,2 juta orang  meninggal dengan diagnosis cedera kepala berat yaitu akibat kecelakaan lalu lintas (KLL). Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) menunjukan persentase kasus cedera kepala berada pada angka 11,9 % dengan persentase tertinggi di Gorontalo sebesar 17,9 %. Kasus di Maluku berada di atas 10%. Di negara Indonesia, kasus gegar otak menempati urutan keenam penyebab kematian dengan persentase sebesar 0,4% . Selain itu, jumlah kasus trauma kepala yang dirawat di rumah sakit merupakan penyebab kematian terbesar kedua setelah stroke yaitu sebesar 4,37%.

Kelainan akibat trauma kepala dapat berupa hematoma epidural, hematoma subdural, perdarahan subarachnoid, dan infeksi intrakranial. Kelainan tersebut berkaitan dengan 3 komponen penting lapisan otak, yaitu duramater, arachnoid, dan piameter. Terjadinya benturan keras yang tiba-tiba dapat menimbulkan trauma langsung yang berujung pada robeknya duramater. Bila duramater rusak maka otak sebagai organ vital akan terganggu dan bila tidak segera ditangani akan berakibat fatal. Penanganan pada pasien cedera kepala sangatlah krusial sehingga perlu dilakukan pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya. Pemeriksaan tersebut yaitu berupa neurologis mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik, dan okuloves tubuler, penanganan cedera-cedera di bagian tubuh lainnya. Selain itu pemberian terapi pengobatan juga dilakukan, seperti anti edema serebri, anti kejang, serta natrium bikarbonat, dan dilakukannya tindakan pemeriksaan diagnostik seperti scan tomografi komputer, angiografi serebral, dan lainnya. Sedangkan pasien dengan cedera kepala yang mengakibatkan kelainan duramater dapat ditangani dengan duramater artifisial.

Oleh sebab itu, solusi atas kelainan akibat trauma kepala menjadi sangat penting untuk dikaji. Para peneliti Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes., S.Bio., Drs. Adri Supardi, M.Si., Inas Fatimah, S.T. melakukan pembaharuan inovasi yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya mengenai duramater artifisial, dimana penelitian sebelumnya memiliki kekurangan sifat yang cukup kaku dan rapuh. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penambahan bahan pemlastis (plasticizer) untuk mengontrol kuat tarik yang sesuai dengan standar kuat tarik duramater buatan. Bahan utama yang digunakan adalah bacterial cellulose, sedangkan bahan pemlastis yang digunakan pada penelitian berasal dari bahan polimer alami gliserol. Selulosa bakteri merupakan polimer alami yang bersifat biodegradable dan memiliki kekuatan mekanik yang tinggi. Selain itu, selulosa bakteri ini dapat dengan mudah dibuat dari air kelapa. Hasil uji gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infra Merah mengkonfirmasi adanya gliserol pada sampel selulosa dengan adanya gugus O-H dan menunjukkan adanya kolagen dengan dibuktikan ikatan C-O atau gugus amida. Uji mekanik menunjukkan semakin banyak gliserol maka kuat tariknya akan semakin baik. Sedangkan uji sitotoksisitas membuktikan bahwa sampel tidak toksik bagi tubuh. Selain itu hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) membuktikan sampel memiliki morfologi yang cukup dilihat dari ukuran pori yang dihasilkan. Hasil pengujian tersebut membuktikan bahwa duramater artifisial yang terbuat dari bahan bacterial cellulose, collagen, dan glycerol sangat potensial menjadi solusi atas kelainan akibat trauma kepala.

Penulis; Prihartini Widiyanti – Biomedical Engineering Study Program Faculty of Science and Technology Universitas Airlangga

artikel: https://doi.org/10.55373/mjchem.v25i5.154

Baca Juga: Pariwisata Halal dan Chat GPT