Universitas Airlangga Official Website

AWCS Ke-120, Refleksi Pasca Pandemi dan Pengembangan Vaksin INAVAC

Sesi pemaparan materi saat Airlangga Webinar Conference Series ke-120, Senin (3/7/2023). (Foto: Istimewa)
Sesi pemaparan materi saat Airlangga Webinar Conference Series ke-120, Senin (3/7/2023). (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali mengadakan Airlangga Webinar Conference Series (AWCS) ke-120 pada Senin (3/7/2023). Gelaran AWCS kali ini mengusung tema “The End of Covid-19 Pandemic Status in Indonesia: What’s Next?”.

Acara tersebut menghadirkan beberapa narasumber. Di antaranya Prof Dr Kuntaman dr MS SpMK (K), dekan FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; Prof Dr Nasronudin dr SpPD K-PTI FINASIM, direktur Rumah Sakit UNAIR; dan Prof Dr Fedik Abdul Rantam DVM, guru besar virologi dan imunologi UNAIR.

Menuai Makna dari Pandemi

Pada sesi pertama, Prof Kuntaman membahas terkait strategi menghadapi era pasca pandemi Covid-19. Ia menggunakan teori biological fitness untuk menyikapi situasi pasca pandemi dengan konsep antiviral, supportive, symptomatic, vaccine, serta awareness and precaution.

“Ketika antibiotik melawan virus, maka dia akan berubah struktur genetiknya atau mutasi menjadi varian baru. Makin banyak orang yang terpapar antibiotik akibat vaksinasi, justru banyak terjadi mutasi dan virus makin kuat melawan antibiotik sehingga pilihan terakhir adalah berteman dengan virus itu sendiri,” jelas Prof Kuntaman.

Menurutnya, kunci utama menghadapi coronavirus adalah meningkatkan herd immunity sebagai pertahanan diri. Kendati status pandemi telah beralih menjadi endemi pada 21 Juni lalu, namun guru besar mikrobiologi klinik FK UNAIR itu menyarankan agar masyarakat senantiasa mengadopsi perilaku hidup sehat.

Selanjutnya, Prof Nasronudin mengungkap bahwa pandemi juga membawa dampak positif melalui pemanfaatan teknologi dan inovasi di bidang kesehatan. Sebagai direktur RS UNAIR, ia menyebut penggunaan artificial intelligence (AI) memberikan kemudahan bagi industri kesehatan.

Selain itu, sambungnya, pandemi membuka peluang kerja sama dengan berbagai sektor. Di antaranya kolaborasi Robot Medical Assistance (RAISA) ITS-UNAIR, pendirian posko crisis center Covid-19 di RS UNAIR bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, serta uji klinis vaksin Merah Putih dengan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia.

“Saat ini kita menghadapi tantangan dan peluang di era pasca pandemi, maka untuk mendukung kemerdekaan Indonesia di bidang kesehatan dan kedokteran sangat perlu adanya integrasi dan kerja sama dengan pihak lain,” ujar Ketua Asosiasi Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri itu.

Kontribusi UNAIR Melalui INAVAC

Wabah Covid-19 mendorong peneliti melakukan berbagai riset. Salah satunya, tim UNAIR yang diketuai oleh Prof Fedik dalam mengembangkan vaksin Merah Putih. Prof Fedik mengatakan vaksin karya anak bangsa itu telah diproduksi dengan nama INAVAC sebanyak 20 juta dosis untuk booster pada tahun 2023.

“Mutasi SARS-CoV-2 sampai saat ini masih berlangsung sehingga vaksin harus berlanjut. Berdasarkan sifat stabilitasnya, terbukti imunogenisitas benih INAVAC dapat menetralkan varian coronavirus di masa sekarang dan masa mendatang,” terang Prof Fedik.

Guru besar Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR itu juga menyebut kelebihan vaksin INAVAC. Beberapa antara lain memiliki sifat kinetik molekul yang baik untuk sistem imun, tidak banyak efek samping, serta teruji halal dengan mengantongi izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Khefti Al Mawalia