Secara konteks budaya, ayah tidak secara natural dikonstruksikan untuk terlibat dalam pengasuhan anak. Hanya saja penelitian 20 tahun terakhir terakhir mengungkapkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif terhadap perkembangan anak. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan berpengaruh pada pembentukan aspek-aspek perkembangan anak seperti temperamen dari anak pra sekolah, kemampuan kognitif anak, kemampuan berbahasa gaya kelekatan yang aman, derajat yang lebih rendah perilaku bermasalah anak, derajat gejala psikopatologi seperti depresi dan sifat-sifat antisosial yang lebih lebih rendah pula, serta meningkatkan intensi berwirausaha anak usia remaja akhir. Â Biarpun penelitian tentang keterlibatan ayah dalam pengasuhan berkembang dengan pesat beberapa tahun terakhir, tetapi penelitian masih didominasi dalam konteks ayah dengan anak tipikal.
Keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan anak. Selain itu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan juga memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan kematangan dari seorang pria dewasa. Keayahan (Fatherhood) merupakan bentuk dari relasi antara ayah dengan anak dimana relasi ini tidak lepas dari relasi lainnya sehingga bentuk keayahan bisa menjadi sangat kompleks. Ayah secara biologi merupakan hasil interaksi biologis dengan ibu dari seorang anak, tetapi keayahan merupakan bentuk ayah secara sosial dimana didalamnya terdapat fungsi dan dinamika. Berdasarkan hal ini, bisa dikatakan bahwa menjadi ayah merupakan bentuk dari konstruksi sosial dimana setiap budaya memiliki bentuk keayahan yang ideal.
Tidak mudah bagi seorang ayah untuk terlibat dalam proses pengasuhan, meskipun bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Faktor prediktor dari keterlibatan pengasuhan bersifat multidimensional atau lebih dari satu faktor dimana terdiri dari karakteristik orang tua dari keluarga asal, karakteristik dari anak, dan karakteristik lingkungan sosial keluarga. Beberapa penelitian berikutnya memperluas konsep ini dengan menambahkan faktor sosial ekonomi, coparenting, faktor kontekstual dan faktor pasangan (ibu). Selain itu terdapat faktor ontogenik seperti self-efficacypengasuhan, sikap terhadap pengasuhan, dan stress pengasuhan dari ayah. Faktor ontogenik ini dibentuk oleh faktor eksternal yaitu relasinya dengan pasangan seperti parenting alliance, dukungan pasangan dan kepuasan pernikahan.
Self-efficacy pengasuhan terasosiasi positif dengan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Self-efficacypengasuhan merupakan keyakinan ayah terkait dengan seberapa mampu dirinya melakukan tugas-tugas terkait dengan pengasuhan anak. Ketika self-efficacypengasuhan berada dalam level yang tinggi maka seorang ayah akan terus belajar supaya mampu mengasuh anak serta menjadi prediktor keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Sebaliknya ketika seorang ayah memiliki self-efficacy pada level yang rendah, maka ayah akan cenderung menyerah ketika menghadapi tantangan dalam mengasuh anak.
Sikap ayah terhadap pengasuhan juga menjadi prediktor keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Ketika seorang ayah percaya bahwa perannya dalam pengasuhan adalah penting, maka seorang ayah akan cenderung untuk terlibat dalam pengasuhan anak. Selain itu, seorang ayah yang memiliki sikap positif terhadap pengasuhan anak akan cenderung dekat dengan anak secara emosional, memahami kebutuhan anak, dan cenderung beraktivitas bersama. Ayah dengan sikap positif terhadap pengasuhan akan cenderung untuk mengorbankan kepentingan pribadinya agar bisa beraktivitas bersama dengan anak. Dukungan pasangan menjadi salah satu kunci keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Namun terkadang dalam konteks bidaya, ibu (pasangan) kadang kala ibu justru tidak bersedia ketika ayah terlibat dalam pengasuhan. Adanya keyakinan yang berkembang dalam masyarakat bahwa pengasuhan anak adalah bagian dari peran domestik ibu. Padahal ketika ayah mendapatkan dukunfan dari pasangan, ia akan memilki keyakinan akan kemampuan untuk terlibat dalam pengasuhan anak.
Bentuk-bentuk keterlibatan ayah dalam pengasuhan meliputi 1) proses interaksi, yang mengacu pada interaksi langsung ayah dengan anaknya melalui pengasuhan maupun aktivitas bersama2) availability, yang mengacu pada ketersediaan ayah untuk hadir dan berinteraksi langsung dengan anak dan3) responsibility, mengacu bukan pada interaksi waktu yang dihabiskan ayah dengan anak, tetapi lebih pada peran ayah untuk memastikan apakah anak terurus dan terpenuhi kebutuhannya dengan menyediakan sumber daya tertentu.
Keterlibatan ayah merupakan praktik pengasuhan yang berdampak positif bagi perkembangan anak, kematangan ayah serta relasi yang kondusif dengan pasangan. Akan tetapi tidak mudah bagi ayah untuk terlibat dalam pengasuhan terkait dengan konstruk budaya dan keyakinan peran jender. Hal tersebut juga menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Meskipun demikian pengasuhan yang melibatkan peran ayah semakin banyak ditemui saat ini. Setidaknya terdapat tiga bentuk keterlibatan ayah secara garis besar, yaitu dalam dimensi interaksi, availability dan responsibility. Tentu saja ayah yang hebat adalah ayah yang terlibat dalam pengasuhan anak.
Penulis: Ersa Lanang, Dewi Retno Suminar dam Nur Ainy Fardana
Jurnal: The Antecedent of Father Involvement: A Literature Review