Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk pembuangan limbah di kota padat. Penerapan sistem open dumping di TPA menyebabkan air lindi tersebar akibat tidak ada lapisan penahan di bawah tumpukan sampah. Lindi merupakan cairan hasil dari rembesan air melalui tumpukan sampah yang berpotensi menimbulkan polusi sungai karena mengandung logam berat dan amoniak yang tinggi.
Kadar amonia tinggi dapat merugikan organisme air dan menyebabkan eutrofikasi dan penipisan oksigen terlarut (DO). Selama ammonia intoxication dari air, amonia dapat penetrasi ke darah dan jaringan melalui insang dan kulit atau dapat terakumulasi dalam organisme menjadi konsentrasi toksik. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui dampak toksisitas lindi TPA terhadap organisme akuatik, antara lain Cyprinus carpio, Orechromis mossambicus, Clarias gariepinus, Clarias batrachus, Pangasius sutchi, bivalvia Corbicula fluminea, Daphnia pulex, Daphnia magna, dan Poecilia reticulata.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak risiko lindi TPA Ngipik menggunakan C. caprio sebagai hewan uji dalam uji toksisitas akut. TPA Ngipik merupakan salah satu TPA skala besar di Kabupaten Gresik yang menggunakan sistem pengelolaan open dumping sejak tahun 2003. Mortalitas dan perubahan histopatologi organ insang ikan mas (C. carpio) digunakan untuk menilai tingkat toksisitas lindi TPA Ngipik. Efek toksisitas air lindi pada ikan mas dapat memberikan informasi guna mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik.
Parameter utama penelitian adalah mortalitas dan gambaran histopatologi insang ikan mas. Mortalitas ikan uji diamati setelah pemaparan air lindi pada jam ke-6, ke-24, ke-48, ke-72, dan ke-96. Pengamatan perubahan histopatologi jaringan insang dilakukan pada akhir penelitian jam ke-96.
Ikan mas yang terpapar air lindi TPA Ngipik mengalami perubahan tingkah laku. Kesulitan bernapas dan kecenderungan ikan berkumpul di permukaan air terjadi pada konsentrasi 2% dan 2.5% hingga terjadi mortalitas pada jam ke 96. Sedangkan konsentrasi 1.5%, 1% dan 0.5% hanya mengalami perubahan warna dan mukosa berlebihan serta tidak terjadi mortalitas 100% pada jam ke-96. Insang ikan mas yang terpapar air lindi 2.5 % mengalami edema pada lamela primer dan sekunder, sedangkan ikan mas yang terpapar air lindi 1 % mengalami edema pada lamela sekunder. Ikan mas yang terpapar air lindi konsentrasi 2 % dan 1.5 % terdapat hyperplasia pada lamela sekunder. Materi tersuspensi dan materi terlarut dari air lindi TPA Ngipik mengakibatkan organ insang mengalami iritasi dan mengeluarkan lendir sebagai bentuk perlindungan. Sekresi lendir dapat menutup permukaan lamela insang yang menyebabkan pertukaran O2 dengan CO2 terhambat sehingga tidak ada pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah. Akibatnya transportasi oksigen ke seluruh tubuh tidak lancar sehingga memicu terjadinya kongesti.
Penulis: Harini Citra Pratiwi, Boedi Setya Rahardja, Wahju Tjahjaningsih*
Detail tulisan ini dapat dilihat di:https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/1036/1/012016/pdf