Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) pada Senin (20/11/2023) di Markas Besar UNESCO Paris, Prancis. Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis-Andorra-Monako, Mohamad Oemar, menyatakan penetapan tersebut menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 yang diakui Konferensi Umum UNESCO. Adapun sembilan bahasa lain yang diakui adalah bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis. Badan khusus PBB yang membidangi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan ini menetapkan Bahasa Indonesia melalui resolusi berjudul ‘Recognition of Bahasa Indonesia as an Official Language of The General Conference of UNESCO’.
Pemerintah Indonesia sebelumnya mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pada General Conferense (Sidang Umum) UNESCO merupakan salah satu implementasi amanat pasal 44 ayat (1) Undang-Undang nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Usulan ini juga merupakan upaya de jure (berdasarkan hukum) agar bahasa Indonesia mendapatkan status bahasa resmi pada sebuah lembaga internasional, setelah secara de facto (berdasarkan fakta), pemerintah Indonesia telah membangun kantong-kantong penutur asing bahasa Indonesia di 52 negara.
Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi menyebut ada 143 ribu pemelajar aktif Bahasa Indonesia dan penutur asing yang menunjukkan tingginya minat orang asing belajar Bahasa Indonesia. Jumlah penutur bahasa Indonesia di Indonesia diperkirakan ada sebanyak 269 juta orang. Sementara di Asia Tenggara mencapai 5,2 juta orang dan di negara lain tak kurang dari 4 juta orang. Bahasa Indonesia juga berkembang dan dipelajari di sejumlah negara seperti Australia, Jepang, China, Rusia, Jerman, Belanda, Korea Selatan, Spanyol, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Bahasa Indonesia pun dinilai dapat menjadi bahasa pemersatu, setidaknya untuk di kawasan Asia Tenggara.
Kita patut bangga dengan pengakuan dunia itu karena di negeri jiran Malaysia masih ada masalah dengan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi negara, hal ini dikarenakaan masih adanya puak atau kaum yang masih menggunakan bahasa Cina atau Inggris. Malaysia yang penduduknya terdiri dari suku Melayu, India dan Cina sering mengalami konflik internal antar puak misalnya puak Melayu mengkritik puak Cina yang masih menggunakan bahsa Cina dalam pergaulan sehari-hari demikian puak India. Kritikan muncul ditujukan pada kenyataan bahwa puak Cina dalam bidang pendidikanpun menggunakan bahasa Cina dan Inggris. Banyak ditemukan warga Malaysia keturunan Cina ini tidak bisa berbahasa Melayu.
Persoalan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional ini membuat Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim prihatin dan pada bulan Oktober 2023 lalu diaa memerintahkan agar semua departemen pemerintah mengabaikan atau mengembalikan tanpa tindakan apa pun semua surat yang mereka terima yang tidak ditulis dalam bahasa Melayu. Korespondensi tertulis yang menggunakan bahasa apa pun selain bahasa nasional, yaitu bahasa Melayu harus ditolak.
Perdana Menteri Datuk Anwar Ibrahim mengatakan dalam suatu acara “Jadi izinkan saya mengingatkan Anda tentang ini: untuk perusahaan lokal dan universitas lokal, termasuk yang swasta, instruksinya adalah bahwa siapa pun yang menulis dalam bahasa selain bahasa nasional, surat itu akan dikembalikan,” katanya. “Pemberdayaan budaya, bahasa dan sastra adalah sesuatu yang integral dalam pembangunan bangsa.” “Jadi, jangan mencoba meremehkannya,” katanya seperti dikutip Bernama.
Kita di Indonesia ini patut bersyukur bahwa para pendiri bangsa jauh sebelum kemerdekaan bersepakat untuk mengusung bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dan bahasa Indonesia inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia bersatu meskipun ditengah keragaman bahasa lokal dari ratusan suku di negara ini.
Kita patut bangga dengan pengakuan dunia itu karena di negeri jiran Malaysia masih ada masalah dengan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi negara, hal ini dikarenakaan masih adanya puak atau kaum yang masih menggunakan bahasa Cina atau Inggris. Malaysia yang penduduknya terdiri dari suku Melayu, India dan Cina sering mengalami konflik internal antar puak misalnya puak Melayu mengkritik puak Cina yang masih menggunakan bahsa Cina dalam pergaulan sehari-hari demikian puak India. Kritikan muncul ditujukan pada kenyataan bahwa puak Cina dalam bidang pendidikanpun menggunakan bahasa Cina dan Inggris. Banyak ditemukan warga Malaysia keturunan Cina ini tidak bisa berbahasa Melayu.
Persoalan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional ini membuat Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim prihatin dan pada bulan Oktober 2023 lalu diaa memerintahkan agar semua departemen pemerintah mengabaikan atau mengembalikan tanpa tindakan apa pun semua surat yang mereka terima yang tidak ditulis dalam bahasa Melayu. Korespondensi tertulis yang menggunakan bahasa apa pun selain bahasa nasional, yaitu bahasa Melayu harus ditolak.
Perdana Menteri Datuk Anwar Ibrahim mengatakan dalam suatu acara “Jadi izinkan saya mengingatkan Anda tentang ini: untuk perusahaan lokal dan universitas lokal, termasuk yang swasta, instruksinya adalah bahwa siapa pun yang menulis dalam bahasa selain bahasa nasional, surat itu akan dikembalikan,” katanya. “Pemberdayaan budaya, bahasa dan sastra adalah sesuatu yang integral dalam pembangunan bangsa.” “Jadi, jangan mencoba meremehkannya,” katanya seperti dikutip Bernama.
Kita di Indonesia ini harus bersyukur bahwa para pendiri bangsa jauh sebelum kemerdekaan bersepakat untuk mengusung bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dan bahasa Indonesia inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia bersatu meskipun ditengah keragaman bahasa lokal dari ratusan suku di negara ini.