Universitas Airlangga Official Website

Bahaya Resistensi Antibiotik pada Saluran Pencernaan Manusia

Ilustrasi antibiotika. (Sumber: Intisari)

Resistensi antibiotik menjadi salah satu ancaman kesehatan yang paling berbahaya di seluruh dunia. Resistensi bakteri terhadap antibiotic tidak hanya timbul karena penyalahgunaan konsumsi antibiotik, tetapi juga melibatkan ekosistem bakteri yang kompleks yang ada di dalam usus kita. Penelitian terbaru yang dilakukan di Indonesia oleh peneliti Departemen Biologi, Universitas Airlangga menyoroti masalah resistensi antibiotik pada populasi penduduk Jawa Timur, Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan sampel tinja dari individu-individu di daerah pesisir dan dataran tinggi Jawa Timur dan menganalisisnya untuk mengetahui ada tidaknya gen-gen yang menyebabkan kekebalan terhadap antibiotik. Temuan yang didapat cukup mengkhawatirkan: hampir semua sampel mengandung gen yang menyebabkan kekebalan terhadap antibiotik yang umum digunakan oleh masyarakat, seperti tetrasiklin, beta-laktam, dan makrolida. Hal ini mengindikasikan bahwa bakteri usus kita telah beradaptasi terhadap paparan antibiotik dan berpotensi menularkan gen-gen resisten ini ke bakteri penyebab penyakit yang lebih berbahaya.

Vankomisin, antibiotik pilihan terakhir yang digunakan untuk mengobati infeksi parah, juga merupakan bagian dari penelitian ini. Gen yang menyebabkan resistensi terhadap vankomisin ternyata ada dalam bakteri usus semua peserta. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah ditemukannya gen-gen ini pada bakteri Gram negatif, yang biasanya lebih sulit diobati karena struktur dinding selnya yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri usus kita dapat menjadi gudang untuk menyebarkan resistensi antibiotik. Hal ini terjadi diantranya karena penggunaan antibiotik yang berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik, sering kali disebabkan oleh regulasi yang longgar dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi antibiotic sesuai dosis. Di beberapa tempat, antibiotik dapat dibeli tanpa resep dokter, sehingga menyebabkan penggunaan yang tidak perlu dan tidak tepat.

Selain itu, antibiotik juga banyak digunakan di bidang pertanian, yang semakin mendorong terjadinya resistensi karena konsumsi bahan makanan yang tercemar antibiotik. Konsekuensi dari resistensi antibiotik sangat berbahaya. Infeksi yang dulunya mudah diobati dengan antibiotik dapat menjadi mengancam jiwa. Sebagai contoh, penyakit umum seperti infeksi saluran kemih atau infeksi saluran pernapasan mungkin tidak bisa lagi diobati dengan pengobatan standar. Hal ini dapat menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit lebih lama, biaya pengobatan yang lebih tinggi, dan meningkatnya angka kematian. Hasil studi ini menyoroti perlunya peraturan yang lebih ketat dan kesadaran yang lebih baik mengenai penggunaan antibiotik. Penelitian ini juga menekankan pentingnya penelitian yang berkelanjutan untuk memahami bagaimana gen resistensi menyebar di dalam mikrobiota usus, sehingga kita dapat mengembangkan strategi untuk memerangi ancaman ini.

Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi tingkat resistensi antibiotik? Pertama, hanya gunakan antibiotik jika diresepkan oleh dokter. Hindari meminta dokter untuk mendapatkan antibiotik jika mereka mengatakan kita tidak membutuhkannya. Kedua, terapkan kebersihan yang baik untuk mencegah infeksi dan mengurangi kebutuhan akan antibiotik. Ini termasuk mencuci tangan secara teratur, pengolahan makanan yang higienis, dan selalu memperbarui vaksinasi. Selain itu, usaha untuk mendorong penggunaan antibiotik secara bijaksana di bidang pertanian sangatlah penting. Dengan membatasi penggunaan antibiotik dalam pertanian, kita dapat mengurangi risiko bakteri yang kebal masuk ke dalam makanan kita. Kesimpulannya, resistensi antibiotik adalah bahaya tersembunyi yang mengintai kita. Ini adalah masalah global yang membutuhkan tindakan segera.

Oleh: Anjar Tri Wibowo M.Sc., Ph.D

Dosen Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga