Lebih banyak wanita bekerja di pekerjaan informal daripada laki-laki di Indonesia. Menurut Survei Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) yang diselenggarakan BPS pada Tahun 2021, sekitar 66,36% wanita adalah pekerja infomal dan sisanya yaitu 33,64% adalah bekerja formal. Sebaliknya, untuk pekerja laki-laki hanya ada selisih kecil antara jumlah pekerja formal dan infomal (53,68% bekerja informal vs. 46,32% bekerja formal). Dibandingkan laki-laki, maka perempuan tidak saja lebih mungkin untuk mendapatkan pekerjaan berkualifikasi rendah dengan upah rata-rata per jam lebih sedikit, banyak dari mereka juga berstatus pekerja keluarga yang tidak dibayar.
Secara umum rata-rata upah yang diterima wanita juga lebih rendah daripada laki-laki. Pada tahun 2022, tingkat indeks kesenjangan gender global untuk kesetaraan upah dalam pekerjaan yang setara (sama) adalah 0,7 dengan angka 1 menunjukkan paritas absolut dan angka 0 menunjukkan ketidaksetaraan ekstrim. Indonesia berada di peringkat 92 dari 146 negara terkait kesenjangan gender. Dibandingkan dengan kesenjangan gender pada tahun 2021, peringkat Indonesia meningkat sebesar 9 poin (peringkat 101 dari 153 negara (Gap, 2021; 2022)).
Melihat fakta terkait data-data statistik tersebut, maka penulis tertarik untuk mengamati apakah wanita merasa puas bekerja di pekerjaan informal? Kemudian, bagaimana tingkat kepuasan kerja mereka jika dbandingkan dengan pekerja laki-laki yang sama-sama bekerja infomal dan juga dengan rekan wanita lainnya yang bekerja formal?
Penelitian-penelitian sebelumnya secara konsisten menunjukkan bahwa upah laki-laki lebih besar dibandingkan upah perempuan. Meskipun demikian, secara menarik disimpulkan bahwa perempuan memiliki ketidakpuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan rekan laki-laki mereka. Ada beberapa faktor yang menjelaskan perbedaan kepuasan kerja antar gender tersebut, seperti: (1) perempuan memiliki harapan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki; (2) perempuan fokus pada perannya sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh anak, dan (4) bukan pendapatan yang menjadi ukuran kepuasan kerja perempuan, melainkan relasi sosial, dan lain sebagainya (Clark, 1997; Hodson, 1989; dan Long, 2005).
Penulis berpendapat bahwa tingkat kepuasan wanita di pekerjaan infomal tidak mudah diukur karena banyak faktor yang mempengaruhi. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja laki-laki dan perempuan berbeda secara signifikan. Meskipun demikian, kepuasan kerja wanita dimungkinkan dapat berbeda jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki di sektor formal dan pekerja wanita di sektor formal.
Pertama, penulis meyakini bahwa kepuasan kerja perempuan akan lebih besar dibandingkan laki-laki yang bekerja informal, meskipun pekerjaan dan gaji mereka lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini terkait dengan tanggung jawab keluarga di mana dengan bekerja secara informal, perempuan dapat menyelaraskan peran dan tanggung jawab mereka sebagai ibu dan pekerja. Sebaliknya, bagi laki-laki, fleksibilitas kerja dan komitmen terhadap keluarga diyakini dapat berdampak negatif dan menurunkan pendapatan mereka.
Kedua, penulis meyakini bahwa meskipun secara rata-rata wanita di sektor formal memperoleh upah lebih tinggi daripada pekerja infomal, dalam hal ini tidak ada perbedaan kepuasan kerja di antara keduanya. Ini artinya bahwa kepuasan kerja perempuan Indonesia tidak dipengaruhi oleh status pekerjaan mereka. Mengapa hal ini dapat terjadi? Penulis mengamati berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh BPS bahwa perempuan di sektor formal dan informal sama-sama mendominasi atau bekerja di jenis industri yang sama (yaitu pekerjaan ramah perempuan) yang kompatibel dengan tanggung jawab pengasuhan anak, seperti di industri (1) Pertanian, Kehutanan, Berburuan, dan Perikanan; (2) Perdagangan Besar, Perdagangan Eceran, Restoran, dan Hotel; (3) dan (4) Industri Manufaktur. Dengan demikian, penulis menduga bahwa perempuan Indonesia yang bekerja di sektor formal tampaknya tidak memprioritaskan bahwa karier mereka (dan memiliki harapan seperti laki-laki) dimungkinkan sama seperti perempuan di sektor informal. Perempuan di Indonesia baik di sektor formal dan informal lebih menekankan fleksibilitas pekerjaan yang kompatible dengan peran mereka sebagai ibu sebagai faktor yang dominan menentukan tingkat kepuasan kerja mereka. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan agar kebijakan publik Indonesia dapat mendukung disediakan tempat kerja yang ramah keluarga dan mengakomodasi penjadwalan yang fleksibel di tempat kerja bagi pekerja wanita.
Penulis: Magdalena Triasih Dumauli (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi, FEB UNAIR)