Universitas Airlangga Official Website

Biosensor Berbasis Elektrokimia dan Optic untuk Aplikasi Diagnosa Leukemia

Ilustrasi leukimia (sumber; Kompas)

Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh jenis kanker yang menyebabkan kematian terbesar di dunia. Dibandingkan dengan jenis kanker lainnya, orang dengan leukemia memiliki angka harapan hidup yang rendah, sehingga diagnosis dini kanker tersebut sangat penting dan diperlukan. Sebuah strategi baru telah dikembangkan, salah satunya biosensor untuk mengidentifikasi leukemia melalui deteksi kandungan darah, khususnya dengan mengembangkan aplikasi nanomaterial sehingga bisa meningkatkan kinerja biosensor. Meskipun banyak biosensor yang telah dikembangkan, namun deteksi leukemia dengan menggunakan bahan nano dengan metode elektrokimia dan optik masih kurang dilakukan dibandingkan dengan jenis biosensor kanker lainnya.

Sebagian besar penelitian yang ada, melaporkan bahwa penggunaan nanopartikel emas sebagai bahan dasar biosensor berbasis elektrokimia seharusnya dapat dilakukan untu mendeteksi leukemia.
Agar dapat digunakan secara klinis oleh masyarakat, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti mengembangkan sensor deteksi leukemia non-invasif, dan mampu mendeteksi semua jenis kanker darah. Hal ini dapat menghasilkan diagnosa yang cepat dan akurat sehingga memungkinkan pengobatan dini dan mempermudah pemantauan kondisi berkala untuk berbagai penyakit. Selai itu, pengembangan biosensor terintegrasi internet of thing (IoT) juga dapat dilakukan sehingga pemantauan penyakit secara real-time dapat dilakukan.

Pengambangan biosensor untuk mendeteksi leukemia dapat dilakukan dengan nanoteknologi. Dengan nanoteknologi, kita dapat membuat material cerdas yang dapat digunakan sebagai komponen utama biosensor pendeteksi sel kanker. Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan material cerdas dengan nanoteknologi, yaitu memperkecil ukuran partikel, doping, structural atau morphological engineering, dan komposit. Empat strategi dasar ini dapat digunakan menciptakan material nano yang memiliki kemampuan sangat baik untuk mendeteksi sel kanker. Misalkan, dengan memperkecil ukuran material, hal ini akan dapat meningkatkan energi permukaan suatu material yang kemudian akan meningkatkan sensitivitas material tersebut untuk mendeteksi sel kanker.
Dalam pembuatan material cerdas untuk biosensor, pemilihan metode sintesis sangat penting. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kesuksesan untuk menghasilkan material cerdas yang baik, tanpa cacat dan sesuai dengan keinginan, tapi juga berkaitan dengan biaya pembuatan dan kelayakan biosensor dipasaran.

Terdapat tiga metode dasar untuk mensintesis material cerdas, yaitu secara kimia, fisika, dan biologi. Ketiga metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Misalkan, metode kimia sangat cocok untuk membuat material cerdas berukuran nano, prosesnya mudah, dan murah. Namun, metode kimia memiliki kekurangan, yaitu jumlah produksi material yang sangat minim dan seringkali produk nanomaterialnya memiliki tingkat toxicity yang tinggi. Metode fisika dapat menjadi solusi, karena metode ini dapat digunakan untuk mendapatkan produk nanomaterial yang sangat tinggi. Namun, metode ini biasanya memerlukan biaya operasional yang tinggi. Yang terakhir, metode biologi juga dapat dilakukan untuk mendapatkan material cerdar untuk aplikasi biosensor. Metode biolagi adalah metode yang paling aman untuk menghasilkan nanomaterial yang biocompatible dan relatif lebih murah dari pada metode sintesis yang lain. Namun demikian, metode ini sangat rumit dan membutuhkan waktu sintesis yang relatif lama.

Biosensor untuk aplikasi pendeteksi kanker leukemia sangat dibutuhkan untuk dapat mencegah dan menurunkan tingkat kematian karena penyakit ini. Biosensor dapat digunakan sebagai pendeteksi dini leukemia. Biosensor membutuhkan material cerdas yang sangat sensitif. Untuk mendapatkan material cerdas ini, strategi nanoteknologi dapat dilakukan.

Penulis: Tahta Amrillah, S.Si., M.Sc., Ph.D.