Universitas Airlangga Official Website

Budaya, Masyarakat, dan Sejarah dalam Kesusastraan Indonesia

Mochtar Lutfi MHum saat menyampaikan materi. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar acara seminar nasional. Seminar nasional dengan tajuk Budaya, Masyarakat, dan Sejarah dalam Kesusastraan Indonesia tersebut berlangsung pada Jumat, (9/6/2023).

Kegiatan seminar ini terdapat dua sesi. Sesi pertama hadir tiga pemateri dari dosen Bahasa dan Sastra Indonesia UNAIR, yaitu Mochtar Lutfi MHum, Dr Ni Wayan Sartini Dra MHum, dan Puji Karyanto MHum. Kemudian berlanjut sesi kedua hadir dua pemateri dari Universitas Leiden dan Universitas Negeri Malang. 

Dr Ni Wayan Sartini Dra MHum saat menyampaikan materi. (Foto: Istimewa)

Nilai Moral dalam Sastra Lama

Dalam materinya, Mochtar Lutfi membahas mengenai Tontonan dan Tuntunan dalam Khasanah Sastra Lama: Studi Ramayana dan Mahabarata. Menurutnya fenomena kepahlawanan dan percintaan selalu hadir di dalam karya sastra. Lebih jelas, secara tidak sadar alam bawah sadar lebih suka mendeteksi hal-hal yang berhubungan dengan kepahlawanan dan cinta. 

Menurut Mochtar Lutfi, kisah Ramayana dan Mahabarata penuh dengan dua hal tersebut. Kisah Sinta dalam memperjuangkan janji sucinya dengan Rama. Lebih lanjut, Mochtar Lutfi juga menyinggung bahwa kisah-kisah sastra selalu dekat dengan nilai moral. 

“Selain Sinta, Bisma juga merupakan tokoh yang kuat. Dia rela tidak menikah sepanjang hidupnya dan merelakan kemakmuran kerajaan karena janji kepada ibu tirinya. Kisah-kisah seperti ini sebenarnya selalu dekat hal-hal moral, bagaimana janji harus ditepati dan sebagainya,” ujarnya. 

Sejalan dengan itu, Dr Ni Wayan menyampaikan materi dengan tajuk Menguak Budaya: Eksplosi Lingua Culture dalam Karya Sastra. Dalam materinya, Dr Ni Wayan menekankan penerapan lingua culture dalam karya sastra. Lebih lanjut, Dr Ni Wayan mengatakan bahwa di dalam karya sastra pasti terlihat suatu unsur kebudayaan. Karena menurutnya sastra adalah cermin dari budaya. 

“Kemudian bahasa memerankan hal yang sangat penting karena membentuk karya. Kekuatan bahasa di sini menjadi hal yang penting, karena bertugas mendeteksi budaya. Seperti penggunaan dialek atau slang,dapat membantu menciptakan suasana budaya yang spesifik,” ujar Dr Ni Wayan. 

Puji Karyanto MHum saat menyampaikan materi. (Foto: Istimewa)

Menikmati Sastra Lama

Materi ketiga disampaikan oleh Puji Karyanto M hum dengan tajuk Menikmati Kesusastraan Indonesia Lama dalam Kemasan Sastra Indonesia Baru. Dalam materinya, Puji Karyanto menjelaskan bahwa hadirnya globalisasi mengakibatkan penghancuran fenomena sastra Indonesia secara seragam. 

Lebih lanjut, yang ada dalam fenomena sastra Indonesia, sastrawan mengangkat sarana penciptaan karya sastra melalui perspektif kekinian. Saat ini dengan konteks sastra, tidak boleh mendefinisikan sastra itu hanya dalam buku. Kegamangan dalam mendeskripsikan sastra hanya sebatas sebagai sesuatu yang tertulis dan ber-ISBN. 

“Ternyata dengan globalisasi, akhirnya kita menghadapi ada banyak seniman yang menjadikan media klasik sebagai acuan dalam prosesnya berkarya sastra. Sastra lama dalam wajah baru sastra Indonesia, akar ceritanya sama, aspirasi tergantung kepada penulisnya,” ujar Puji Karyanto. 

Penulis: Cahyaning Safitri

Editor: Nuri Hermawan