Seorang anak tidak dapat memilih lahir dari keluarga atau pun orang tua tertentu. Sebagian anak-anak dilahirkan dalam keluarga bahagia dan harmonis, sebagian lagi dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang penuh konflik. Anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga penuh konflik memiliki pengalaman dan dampak tersendiri. Mereka hidup dan terbiasa menyaksikan kekerasan domestik yang dilakukan oleh orang tua. Anak sejak dini telah dihadapkan pada situasi di mana orang tua mereka sering bertikai di depan mereka.
Anak sering kali mengaku dan merasa lelah dengan peristiwa yang terjadi di rumah yang disebabkan oleh pertengkaran orang tua. Gambaran orang tua yang memiliki tugas menjaga dan merawat anak dengan penuh perhatian tidak didapatkan oleh anak-anak yang terpapar kekerasan domestik. Anak-anak menangkap kegagalan pola perilaku orang dewasa yang tidak seharusnya dilakukan dan menciptakan memori yang mendalam di alam bawah sadar mereka (Hall, 2019). Oleh sebab itu anak-anak yang terpapar kekerasan tumbuh dewasa dengan menilai bahwa orang tuanya bukanlah sosok orang tua yang baik.
Beberapa anak yang terpapar kekerasan domestik merasa takut, lelah, dan bosan menghadapi situasi buruk dalam keluarga setiap waktu. anak yang menyaksikan kekerasan memiliki persepsi yang sama mengenai cara mendidik dari orang tua karena mereka merasa telah terbiasa dengan kekerasan (Huesmann et al, 2003; Van der Kolk, 2017).
Anak-anak yang tumbuh dewasa dalam keluarga yang mengalami kekerasan domestik tidak menemukan figur orang tua yang baik untuk menjaga dan merawat mereka. Dampak kekerasan domestik pada anak tidak hanya terjadi sekali waktu ketika anak masih kecil. Menginjak usia remaja hingga dewasa, anak tetap merekam semua kejadian kekerasan domestik antara orang tuanya. Selain itu kekerasan domestik dapat terus berlangsung hingga anak dewasa, sehingga paparan kekerasan tidak pernah berhenti.
Ketakutan seumur hidup akibat dari paparan kekerasan adalah hal yang selalu ada di tiap diri anak-anak korban paparan kekerasan domestik. Anak yang terpapar kekerasan tidak dapat menghindari pengalaman buruknya dan itu akan menghantui pemikiran anak-anak tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan domestik dapat menyebabkan anak memiliki masalah kepribadian. Di samping menyebabkan anak menjadi agresif dan antisosial, paparan kekerasan domestik dapat membuat anak memiliki sikap tertutup dan mudah merasa tersakiti.
Kepribadian anak yang terpapar kekerasan selain karena faktor alami juga dapat disebabkan karena pengaruh lingkungan. Anak korban KDRT memiliki pengalaman yang berbeda dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga sejahtera. Anak yang terpapar kekerasan domestik mampu beradaptasi baik di lingkungan keluarga, tetapi tidak mampu beradaptasi di lingkungan luar dan mengalami kesulitan berempati dengan orang lain. Ketika di rumah, anak korban KDRT seolah-olah terbiasa dengan lingkungan yang dialaminya. Tetapi ketika di luar rumah, terdapat indikasi menonjol bahwa ia memiliki sikap yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Anak yang terpapar kekerasan selain memiliki sikap mudah cengeng, ia bisa menjadi anak yang memiliki sikap dingin, yaitu sulit memiliki rasa empati dan toleransi. Biasanya selalu ada perbedaan menonjol anak yang terpapar kekerasan dengan anak yang tidak terpapar kekerasan.
Studi ini juga menemukan bahwa anak seringkali menjadi korban ketika ibu mereka mengalami kekerasan. Akibatnya, anak memiliki ketakutan, terlebih lagi saat ibu selalu melampiaskan amarahnya kepada anak. Paparan kekerasan domestik juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental bagi anak bahkan hingga ia tumbuh menjadi pribadi dewasa. Orang tua ataupun masyarakat sekitar sering kali tidak pernah tahu dan menyadari bahwa anak yang terpapar kekerasan memiliki ancaman terhadap gangguan kesehatan mental.
Anak yang hidup dalam kekerasan domestik cenderung merasa tidak memiliki tempat yang aman dan nyaman dan dia tidak memiliki pilihan untuk melarikan diri. Hal ini tidak mengherankan ketika anak korban paparan kekerasan memiliki keinginan tidak menikah karena merasa pernikahan adalah bukan tempat yang aman. Kendati anak korban paparan kekerasan domestik merasa lelah dengan semua peristiwa yang dihadapi, tetapi mereka masih memiliki harapan meski telah terdampak sangat jauh. Paparan kekerasan domestik adalah sesuatu yang sulit terlihat tapi berdampak buruk bagi anak. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan domestik bukan hanya berdampak buruk untuk korban, tetapi juga untuk anak yang menyaksikan terjadinya kekerasan.
Penulis: Siti Mas’udah
Link Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/MKP/article/view/28618