Rumah sakit perlu membangun jaringan informasi terkait bencana, melakukan simulasi, dan memantau dampak bencana terhadap pasien yang dilayani rumah sakit ketika suatu bencana terjadi. Hal itu pula perlu dilakukan ketika pandemi COVID-19 berlangsung. Meskipun tidak ada satupun rumah sakit di dunia yang siap menghadapi COVID-19, kesiapan rumah sakit telah meningkat selama satu tahun terakhir semenjak pandemi berlangsung, hal ini berbanding terbalik dengan keselamatan pasien yang masih belum meningkat. Selain itu, dampak negatif dari pandemi COVID-19 pada seluruh elemen sistem perawatan kesehatan juga berpotensi meningkatkan jumlah insiden keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak kesiapan rumah sakit terhadap keselamatan pasien dari perspektif petugas kesehatan.
Penelitian ini menggunakan mixed-method explanatory sequential design. Pengambilan data pertama kali dilakukan dengan survei online kepada 235 petugas kesehatan dari 940 rumah sakit rujukan COVID-19 atau rumah sakit yang memberikan perawatan untuk pasien COVID-19 di Indonesia, dilanjutkan dengan wawancara kepada 11 informan kunci. Pada tahap kuantitatif, responden menjawab 45 pertanyaan survei yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu detail rumah sakit, kesiapan rumah sakit, dan insiden keselamatan pasien. Sedangkan pada tahap kualitatif, responden diberikan 4 pertanyaan tentang kesiapan rumah sakit, insiden keselamatan pasien, dan rekomendasi untuk memperbaiki situasi rumah sakit saat ini.
Hasil analisis kuantitatif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,4% respondden bekerja di rumah sakit milik pemerintah (provinsi maupun kabupaten), 69,4% reponden bekerja di rumah sakit dengan status akreditasi sangat baik, dan 69% responden bekerja di rumah sakit menengah dengan 100-200 tempat tidur. Selain itu, 54% rumah sakit tempat kerja responden memiliki lebih dari 10 tempat tidur ICU yang disisihkan untuk pasien COVID-19. Sebagian besar responden (88,1%) saat ini atau pernah bekerja di unit terkait COVID-19 dengan jumlah pasien COVID-19 yang dirawat berkisar dari kurang dari lima hingga lebih dari sepuluh. Kesiapan rumah sakit pada penelitian ini dinilai berdasarkan 4 kriteria. Sebagian besar rumah sakit mendapatkan nilai baik pada kriteria sistem manajemen insiden (86%), kapasitas lonjakan (80,9%), pengendalian dan pencegahan infeksi (97,9%), dan manajemen sumber daya manusia (84,7%). Namun, hanya 50,6% rumah sakit yang mendapat nilai baik dalam hal insiden keselamatan pasien. Penelitian ini juga menganalisis faktor kofirmatori (CFA) untuk mengukur hubungan antara variabel laten, dan ditemukan jika terdapat pengaruh signifikan kepemilikan rumah sakit, status akreditasi, dan kesiapan rumah sakit terhadap keselamatan pasien.
Setiap rumah sakit memiliki pendekatan berbeda dalam mengelola sumber daya manusia selama pandemi. Misalnya, rumah sakit pemerintah kabupaten yang pertama kali mendapat akreditasi menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut mempekerjakan tenaga magang medis, keperawatan, dan kebidanan untuk mengelola lonjakan tersebut. Sedangkan rumah sakit lain merekrut relawan dari program berbasis Tim Nusantara Sehat milik Kemeterian Kesehatan. Sebagian besar petugas kesehatan merawat pasien COVID-19 atau pasien non-COVID-19 secara bersamaan. Sebagian besar rumah sakit memberikan pelatihan kesiapsiagaan pandemi yang memadai atau mengirim petugas kesehatan ke kota-kota besar di seluruh wilayah untuk pelatihan. Namun peneliti menemukan jika terdapat 1 rumah sakit akreditasi utama milik swasta melaporkan bahwa tidak ada pelatihan yang diberikan kepada petugas kesehatan selama pandemi. Meskipun begitu, rumah sakit tersebut telah menetapkan prosedur operasi standar dan mengharapkan petugas kesehatan untuk mempelajari dan memahami prosedur ini. Sebagian besar rumah sakit telah memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi yang efektif. Namun, ketersediaan dan kualitas APD telah menjadi masalah utama di rumah sakit tertentu, terutama pada masa awal pandemi. Beberapa rumah sakit telah menerapkan teknik manajemen lonjakan dengan menambah fasilitas seperti ruang isolasi, ruang gawat darurat COVID-19, ICU COVID-19, dan ventilator. Selain itu, perekrutan tenaga kesehatan baru, relawan, lulusan baru, dan staf pinjaman dari rumah sakit lain juga dilakukan untuk mengatasi lonjakan pasien COVID-19. Sedangkan insiden keselamatan pasien yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar insiden disebabkan karena kesalahan administrasi dan penundaan perawatan.
Penulis: Inge Dhamanti, PhD
Artikel selengkapnya : https://bmjopen.bmj.com/content/12/7/e061702