Pandemi COVID-19 telah melanda dunia selama hampir tiga tahun lama nya sejak WHO mengumumkan pada Maret 2020. Walaupun akhir-akhir ini jumlah kasus aktif maupun harian mengalami penurunan, namun dampak pandemi ini tetap menimbulkan dampak yang begitu besar di segala bidang baik pendidikan, sosial, budaya, dan lain-lain. Selain memiliki konsekuensi klinis, penyakit ini juga berdampak besar pada semua sektor kehidupan termasuk terhadap kualitas hidup dan kesehatan mental. Mahasiswa kedokteran sebagai calon dokter masa depan sangat rentan mengalami tingkat depresi, stres, dan penurunan kesehatan mental lainnya yang sangat tinggi dibandingkan populasi umum. Selama pandemi COVID-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya, kondisi ini semakin memburuk, yang ditunjukkan dengan meningkatnya prevalensi masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa kedokteran dibandingkan sebelum pandemi. Perubahan pembelajaran menjadi metode jarak jauh ini mengakibatkan mahasiswa harus beradaptasi dan semakin memperburuk munculnya masalah kesehatan mental pada mahasiswa. Namun, dampak pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup mahasiswa kedokteran di Indonesia belum terdokumentasi dengan baik.
Penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa di antara 729 mahasiswa kedokteran Indonesia, 272 (37,3%) orang mengalami gangguan komponen fisik dan 488 (66,9%) orang mengalami gangguan komponen mental dalam lingkup kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan. Seluruh responden dalam studi ini menunjukan bahwa mereka mengalami gangguan pada domain kesehatan fisik dan 89% dari mereka juga mengalami gangguan pada domain emosional. Faktor penentu kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dalam penelitian ini adalah tempat tinggal, riwayat rawat inap, dan kehilangan anggota keluarga akibat COVID-19. Mengenai kesehatan mental, 45,4% mahasiswa kedokteran melaporkan gejala depresi, 65,2% melaporkan gejala kecemasan, dan 60,9% melaporkan gejala stres. Beberapa faktor seperti jenis kelamin, metode pembelajaran, nilai IPK, tingkat keparahan infeksi COVID-19 sebelumnya, komorbiditas, pengalaman belajar tatap muka sebelumnya, dan riwayat isolasi mandiri di keluarga diidentifikasi sebagai faktor penentu masalah kesehatan mental.
Salah satu penjelasan yang mungkin dari tingginya prevalensi gangguan kualitas hidup dan kesehatan mental dalam penelitian kami adalah karena kami mengumpulkan data sesaat setelah Indonesia menghadapi puncak gelombang kedua, yang disebabkan oleh varian Delta, yang menempatkan Indonesia sebagai episentrum pandemi di Asia. Dalam hal kesehatan mental, ketika seorang anggota keluarga terkena COVID-19, ada beberapa gangguan potensial dalam hubungan keluarga, rutinitas, dan ritual, yang selanjutnya dapat meningkatkan tingkat stres anggota keluarga lainnya. Pengalaman kontak erat dengan pasien COVID-19, terutama keluarga, berpotensi menurunkan kualitas hidup karena tingginya tingkat depresi dan kelelahan. Ketakutan tertular meningkatkan kecemasan mereka dan keluarga yang dirawat di rumah sakit juga menimbulkan kekhawatiran sehingga mengganggu konsentrasi. Menghadapi kematian anggota keluarga karena COVID-19 mengubah mekanisme koping mahasiswa kedokteran karena anggota keluarga adalah dukungan lini pertama dan hilangnya kehadiran mereka menempatkan mereka dalam situasi yang lebih menegangkan dan membuat frustasi.
Selain itu, para pemuda memiliki risiko lebih tinggi terhadap kondisi psikologis akibat pembatasan aktivitas sosial selama pandemi COVID-19. Dalam penelitian kami, tingkat kecemasan dan stres selama pandemi COVID-19 yang lebih rendah ditemukan pada siswa yang pernah mengikuti kelas secara tatap muka sebelum pandemi dan pada siswa yang telah menjalani metode hybrid yaitu pembelajaran campuran tatap muka dan daring. Pengalaman belajar tatap muka yang lebih lama menurunkan tingkat kecemasan dan stres di antara mahasiswa kedokteran, karena masih ada keterampilan klinis yang lebih dapat dicapai daripada yang diperoleh dengan metode pembelajaran daring penuh. Dengan demikian, metode pembelajaran hybrid dapat menurunkan tingkat depresi, kecemasan, dan stres, karena ada lebih banyak waktu untuk belajar mandiri di tengah kelas tatap muka.
Studi ini menggarisbawahi dan menekankan dampak negatif COVID-19 terhadap kualitas hidup terkait kesehatan dan kesehatan mental mahasiswa kedokteran Indonesia. Mahasiswa kedokteran adalah calon dokter masa depan yang akan menjadi tulang punggung tenaga kesehatan bangsa. Mengingat mahasiswa kedokteran sangat penting untuk memajukan sistem kesehatan negara dan menjadi inti dari pelayanan kesehatan, kami merekomendasikan perguruan tinggi di Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah, memberikan dukungan psikologis kepada mahasiswa kedokteran, terutama bagi mereka yang berada di resiko yang lebih tinggi.
Penulis: Caesariska Deswima, David Nugraha, Sovia Salamah, Firas Farisi Alkaff
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada publikasi ilmiah kami di: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36755476/
Nugraha D, Salamah S, Luke K, Wibowo ZK, Witarto AP, Deswima C, Kloping NA, Witarto BS, Syamlan AT, Irzaldy A, Rochmanti M, Sari DR, Sakina S, Alkaff FF. Evaluation of Health-Related Quality of Life and Mental Health in 729 Medical Students in Indonesia During the COVID-19 Pandemic. Med Sci Monit. 2023 Feb 9;29:e938892.