Antraks merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh zoonosis oleh Bacillus anthracis. Mamalia, khususnya herbivora, dan beberapa spesies burung adalah spesies utama yang terkena penyakit ini. Hewan seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi sering terjadi terinfeksi. Ada beberapa nama lain untuk penyakit antraks, seperti edema maligna, pustula maligna, penyakit woolsorter, dan radang getah bening. Antraks dapat menular dari hewan ke manusia melalui kontak dengan lesi, menggunakan produk hewani yang tercemar, dan menghirup spora B. anthracis. Di dunia, kejadian antraks seringkali hanya berdampak kecil wilayah geografis. Daerah dengan basa, tanah berkapur, iklim hangat, dan banjir yang sesekali terjadi adalah penyebab daerah di mana wabah paling sering terjadi. Dalam kasus infeksi parah, dampak penyakit antraks dapat meyebabkan hewan meninggal dalam waktu 48-72 jam.
Meskipun antraks telah terdokumentasikan di Amerika Serikat, Australia, Swedia, Italia, dan beberapa lainnya negara-negara Eropa lainnya, Asia dan Afrika juga menjadi yang paling terkena dampak. Kematian manusia akibat antraks juga telah terjadi di sejumlah orang Indonesia. Tingkat kematian yang tinggi terkait dengan antraks pada manusia biasanya terjadi karena pengobatan yang terlambat dan metode deteksi yang tidak memadai. Antraks adalah penyakit epizootik yang melibatkan penyakit yang muncul kembali atau berulang. Penyakitnya bisa bermanifestasi dalam perakut, akut, subakut, dan kronis bentuk pada hewan. Dalam kasus infeksi parah, hewan mungkin meninggal dalam waktu 48-72 jam, dan darah mungkin gagal menggumpal dan merembes dari hidung, mulut, dan anus.
Kasus Antraks
Pada paruh pertama abad ke-20, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 20.000–100.000 kasus antraks pada manusia dan ternak setiap tahunnya di seluruh dunia. Pada paruh kedua abad ke-20, kejadian antraks kemudian menurun menjadi sekitar 2000 kasus/tahun. Angka kejadian penyakit antraks saat ini jauh lebih rendah daripada di abad ke-20 karena banyak negara yang belum melaporkan hal kasus terbaru.
Ada kemungkinan penyakit tertular akan menyebar ke seluruh tubuh dan berakibat serius penyakit. Siapa pun yang melakukan kontak dengan spora antraks mempunyai peluang untuk sakit resikonya lebih tinggi bagi mereka yang sering bekerja dengannya hewan, seperti mereka yang beternak sapi, bekerja sebagai dokter hewan, atau menangani produk hewani. Risiko paparan terhadap manusia, ternak, dan satwa liar masih cukup besar meskipun angka infeksinya menurun di abad ke-21.
Kehadiran penyakit antraks di suatu wilayah dapat menimbulkan permasalahan bagi masyarakat penduduk lokal. Hal ini tidak hanya berdampak pada masyarakat saja kesehatan, tetapi juga kesejahteraan ekonomi mereka, khususnya mereka yang bergantung pada ternak. Antraks adalah penyakit yang khusus jenis penyakit hewan menular strategis. Penyakit ini menyebabkan kematian hewan yang signifikan, kerugian moneter, dan ketidakstabilan masyarakat.
Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan penyebaran penyakit antraks bisa melalui vaksinasi secara rutin ternak setiap tahun. Vaksinasi harus sesuai anjuran dari otoritas yang berwenang. Masyaarakat harus melaporkan kepada Kesehatan petugas jika menemukan daging yang berlendir, berbau, dan warnanya kusam. Jika sudah memenuhi Standar Operasional Tata cara dan peraturan dari instansi yang berwenang apabila akan menambah ternak baru. Pisahkan hewan yang sakit dari ternak yang sehat. Hindari kontak langsung dengan hewan yang tertular antraks. Jangan melakukan otopsi atau operasi pada bangkai hewan yang mati karena penyakit antraks, masak dagingnya sampai sempurna, dan hewan yang mati pasti sudah matang kemudian bakar atau kubur dalam-dalam.
Masyarakat bisa mengambil beberapa tindakan pencegahan untuk mencegah infeksi antraks. Salah satunya dengan membeli dan memakan daging yang telah bersertifikat sah dari pemotongan hewan di rumah potong. Memasak daging hewan juga harus dengan cara benar. Wajib juga mencuci tangan dengan sabun antiseptik setelah penanganan, pengolahan, dan memasak barang-barang hewani.
Masyarakat harus segera melaporkan kepada pihak ternak petugas atau Puskeswan jika menemui hewan sakit atau kematian mendadak ternak. Sapi yang bergejala harus segera mendapat penisilin dosis besar selama 45 hari. Selain itu, masyarakat tidak boleh membawa hewan yang sakit ke luar suatu daerah agar penyakitnya tidak menular ke daerah lain. Mereka harus membersihkan diri dengan sabun atau disinfektan segera setelah kontak dengan orang sakit atau meninggal hewan.
Penyuluhan
Penyuluhan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan hal itu perlu ada pengetahuan, sikap, dan praktek survei untuk mengukur opini masyarakat tentang antraks. Landasan pengendalian penyakit antraks adalah memvaksinasi ternak menggunakan bagian dari bakteri yang telah murni atau mati. Sebagian besar yang mendapatkan vaksinasi adalah ternak rentan di daerah endemik. Selain itu, infeksi antraks secara awal dapat diobati dengan menggunakan antibiotik.
Jika terjadi wabah, tindakan cepat perlu ada untuk menguranginya dampaknya. Salah satunya untuk mencegah pencemaran lingkungan dan paparan ke manusia, dan diagnosis yang cepat dan efektif dan pengobatan hewan dan manusia yang terinfeksi antraks. Selanjutnya organisasi kesehatan Masyarakat perlu lebih waspada terhadap pemantauan, inspeksi, dan pengemasan produk hewani. Kurangnya pengetahuan dapat meningkatkan risiko kontaminasi makanan yang dapat merugikan konsumen.
Jadi, antraks merupakan penyakit menular yang berbahaya yang spora B. anthracis tahan terhadap lingkungan ekstrim, dapat menjadi senjata biologis yang potensial. Itu penularan spora bakteri ini melalui aerosol dapat menimbulkan akibat fatal yang sulit untuk mendiagnosis dan mengobati. Konseling dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit antraks. Namun, konseling harus didahului dengan survei pengetahuan, sikap, dan praktik untuk mengukur opini publik.
Penulis korespondensi: Prof. Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH
Informasi detail dari riset ini terdapat pada tulisan kami di:
Khairullah AR, Kurniawan SC, Effendi MH, Widodo A, Hasib A, Silaen OSM, Moses IB, Yanestria SM, Gelolodo MA, Kurniawati DA. Ramandinianto SC, Afnani DA, Riwu KHP, and Ugbo EN (2024) Anthrax disease burden: Impact on animal and human health, Int. J. One Health, 10(1): 45–55.
doi: www.doi.org/10.14202/IJOH.2024.45-55
BACA JUGA: Peran Sinyal Wnt pada Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi