Universitas Airlangga Official Website

Dampak Volatilitas Nilai Tukar dan Pandemi Covid-19 pada Perdagangan Bilateral Indonesia-Amerika

Ilustrasi Perdagangan Internasional (sumber : Kompas.com)

Cara trader dalam perdagangan internasional akan bereaksi terhadap guncangan efektif yang berasal dari volatilitas nilai tukar mungkin berbeda dari cara mereka bereaksi terhadap volatilitas nilai tukar negatif, karena alasan ini memiliki efek berbeda pada perdagangan. Demikian pula, ada peluang hubungan nonlinier antara nilai tukar, perubahan volatilitas nilai tukar, dan perdagangan karena sebagian besar data pada variabel-variabel ini sering menggambarkan unsur-unsur asimetrik efek akibatnya, memperlakukan variable ini secara simetris tidak akan cocok.

Di sisi lain, pandemi COVID telah meningkatkantingkat gangguan di pasar valuta asing yang mengarah pada turbulensi nilai tukar mata uang asing. Volatilitas nilai tukar menjadi faktor utama yang mengganggu di banyak negara karena menandakan kesulitan ekonomi. Pemberlakuan lockdown selama pandemi COVID-19 mengakibatkan rendahnya permintaan yang menyebabkan depresiasi nilai tukar mata uang di berbagai negara. Selama lockdown diberlakukan, mata uang negara-negara yang bergantung pada ekspor akan terdepresiasi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah salah satunya adalah dikarenakan adanya penurunan kegiatan produksi akibat pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial sebagai bentuk pencegahan penularan virus COVID- 19. Kegiatan produksi yang menurun juga menyebabkan kerugian pada perusahaan-perusahaan besar yang menjadi penggerak perekonomian nasional karena pendapatannya yang mengalami penurunan. Produksi yang menurun ini terjadi sebagai akibat terjadinya peningkatan harga dari input bahan-bahan yang akan digunakan untuk produksi.

Pemerintah dapat memberikan insentif pajak atas komoditas yang menjadi prioritas ekspor agar pelaku usaha dapat meningkatkankapasitas produksi. Di sisi lain untuk mengatasi pengaruh negatif dari volatilitas nilai tukar maka pemerintah harus memperkuat sistem keuangan domestiknya untuk memungkinkan akses mudah ke kredit perdagangan dengan syarat dan ketentuan yang terjangkau sehingga trader dapat secara efektif melakukan hedging terhadap volatilitas nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Ketika volatilitas nilai tukar signifikan berpengaruh positif di sebagian besar komoditas impor, trader menunjukkan sifat risk taker dalam melakukan perdagangan dan ketergantungan Indonesia atas produk impor yang mayoritas berupa bahan baku produksi dari Amerika Serikat. Berdasarkan hal tersebut pemerintah perlu mendorong industri pemasok bahan baku domestik untuk memenuhi kebutuhan yang selama ini diimpor agar mengurangi ketergantungan dari Amerika Serikat. Di sisi lain kinerja impor berkorelasi langsung dengan ekspor karena produk manufaktur Indonesia atau industri dalam negeri sangat bergantung pada bahan baku impor. Jika Indonesia berupaya mengurangi deficit neraca perdagangan, pemerintah harus fokus pada peningkatan ekspor daripada penurunan impor.

Berdasarkan kesimpulan penelitian yang menunjukkan bahwa indeks produksi industri berpengaruh positif terhadap ekspor dan impor menunjukkan bahwa kedua negara memiliki pangsa pasar yang potensial untuk memperdagangkan produk unggulan masing-masing di negara mitra. Hal ini perlu didukung dengan strategi diferensiasi produk agar tetap dapat bersaing di pasar global. Kemudian ketika terjadi pandemi COVID-19 pengaruh terhadap ekspor cukup beragam namun terhadap impor cenderung lebih berpengaruh negatif, hal ini dikarenakan adanya intervensi pemerintah terkait penutupan akses transportasi, distribusi, dan logistik. Oleh karena itu, penyederhanaan dan pengurangan untuk jumlah larangan dan pembatasan bagi aktivitas impor terutama bahan baku perlu dilakukan. Hal ini bertujuan agar pasokan bahan baku yang belum terdapat barang substitusi dari domestik tetap dapat tersedia

Penulis : Prof. Rossanto Dwi Handoyo, S.E., M.Si., Ph. D

Link : https://iieta.org/journals/ijsdp/paper/10.18280/ijsdp.190107