Sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, Universitas Airlangga (UNAIR) terus berkomitmen meningkatkan kualitas tenaga pengajarnya. Dosen yang berkualitas tidak hanya mendukung kemajuan akademik mahasiswa, tetapi juga mendorong inovasi dalam berbagai bidang ilmu. Namun, perjalanan UNAIR dalam mengembangkan tenaga pengajarnya tidaklah mudah. Sejarah panjang, tantangan yang kompleks, serta berbagai inovasi menjadi bagian dari perjalanan ini.
Sejarah Perjalanan Dosen di UNAIR
Ketika UNAIR berdiri pada tahun 1954, jumlah dosennya masih sangat terbatas. Pada tahun 1955, UNAIR hanya memiliki 60 dosen dan 30 guru besar. Setahun kemudian, jumlah ini bertambah menjadi 67 dosen dan 35 guru besar. Meski meningkat, jumlah ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang terus bertambah. Oleh karena itu, UNAIR mengambil langkah strategis dengan mendatangkan dosen dari berbagai negara, seperti India, Jerman, Belanda, Swiss, Amerika Serikat, Inggris, dan Yugoslavia.
Dalam kurun waktu dua tahun (1954-1956), jumlah mahasiswa UNAIR melonjak dari 2.688 menjadi 3.579. Fakultas Kedokteran mengalami pertumbuhan tertinggi, dengan jumlah mahasiswa naik dari 1.434 menjadi 1.708. Namun, seiring meningkatnya jumlah mahasiswa, UNAIR menerapkan seleksi ketat, termasuk mensyaratkan lulusan SMA sebagai syarat utama penerimaan mahasiswa. Pembatasan ini turut memengaruhi jumlah mahasiswa dari berbagai daerah seperti Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Jawa Timur.
Tantangan dalam Pengembangan Dosen
UNAIR menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan tenaga pengajarnya. Beberapa di antaranya adalah, pada tahun 1955, rasio ini mencapai 1:53,3 dan meningkat menjadi 1:53,41 pada 1956. Artinya, satu dosen harus menangani puluhan mahasiswa sekaligus.
UNAIR masih mengalami kendala dalam penyediaan laboratorium dan ruang praktikum, terutama di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 sempat menghambat pengembangan tenaga akademik, dengan beberapa dosen dinonaktifkan karena tersangkut isu politik.
Meskipun menghadapi berbagai kendala, UNAIR tidak berhenti berkembang. Pada tahun ajaran 1961/1962, jumlah dosennya meningkat menjadi 560 orang yang tersebar di enam fakultas utama: Kedokteran, Hukum, Kedokteran Gigi, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Sastra, serta Ekonomi.
Langkah Inovatif UNAIR dalam Pengembangan Dosen
Guna meningkatkan kualitas tenaga pengajarnya, UNAIR menerapkan berbagai inovasi, di antaranya. UNAIR menyediakan berbagai program pengembangan akademik, termasuk degree training dan non-degree training di dalam maupun luar negeri. Dosen-dosen didorong untuk mengambil pendidikan pascasarjana dan spesialisasi guna meningkatkan kompetensi mereka.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pengajaran, UNAIR membekali dosennya dengan berbagai pelatihan, seperti Applied Approach (AA), Pelatihan Keterampilan dan Teknik Instruksional (PEKERTI), serta program pengembangan bahan ajar.
UNAIR juga membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), Pusat Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan (P4UA), yang kemudian berkembang menjadi Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (LP3), guna mendukung peningkatan kapasitas dosen secara berkelanjutan.
Masa Depan Pengembangan Dosen di UNAIR
Dengan berbagai program inovatif yang terus dikembangkan, UNAIR berupaya untuk semakin memperkuat peran dosen dalam mencetak lulusan berkualitas dan berdaya saing global. Ke depan, UNAIR akan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran, serta mendorong lebih banyak penelitian dan publikasi ilmiah dari tenaga pengajarnya.
Pengembangan dosen bukan hanya tentang meningkatkan jumlah tenaga pengajar, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki kompetensi terbaik untuk mendidik generasi masa depan. Dengan komitmen kuat ini, UNAIR terus melangkah sebagai institusi pendidikan tinggi yang berdaya saing di tingkat nasional maupun internasional.
Penulis: Tsaqifa Farhana Walidaini
Editor: Khefti Al Mawalia