Universitas Airlangga Official Website

Deteksi Dini Diabetes Mellitus dengan Sampel Mikro

Foto by Alodokter

Diabetes mellitus (DM) tergolong penyakit tidak menular (PTM) yang berkaitan dengan penyakit metabolik. Diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari kekurangan sekresi insulin, gangguan aktivitas insulin atau keduanya (Bulu et al., 2019). Diabetes mellitus disebut sebagai the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit lainnya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Depkes, 2005; Amir et al., 2015). Gejala yang umum dikeluhkan oleh penderita DM yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan (Buraerah, 2010).

Data International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2021 menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-5 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam waktu dua tahun, di mana tahun 2019 jumlahnya sebesar 10,7 juta (Kompas.com, 10/04/2022). Menurut Irwansyah & Kasim (2020), diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan ketidakmampuan pankreas memproduksi insulin dalam darah, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi yang berujung pada kematian. Komplikasi DM dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan penderitanya dan memiliki peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, neuropati di kaki, retinopati, gagal ginjal, dan dapat mengancam jiwa bahkan kematian apabila tidak segera ditangani dan dilakukan pengontrolan yang tepat (Wulan et al., 2020).

Menurut Ayuni (2020) diabetes mellitus tipe 2 merupakan DM yang paling umum dijumpai di masyarakat dengan usia 30 tahun ke atas. Pada DM tipe 2 pankreas masih mampu untuk memproduksi insulin namun insulin yang dihasilkan tidak dapat berfungsi dengan baik untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, sehingga mengakibatkan meningkatnya glukosa di dalam darah. Hasil Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia pada tahun 2011 menyatakan bahwa DM dapat dikendalikan dengan perilaku sehat yang merepresentasikan self-management pada pasien DM, mengkonsumsi obat DM secara teratur, dan melakukan perawatan berkala (Saputri, 2020). Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat dengan perubahan kadar gula darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Fandinata & Darmawan, 2020).

Pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 juga dapat diupayakan melalui pemantauan kadar gula darah. Alat pengukur gula darah berdasarkan aspek perusakan bagian tubuh dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni invasif (merusak) dan non-invasif (tidak merusak). Teknik invasifmelibatkan proses pengambilan darah baik melalui pembuluh darah perifer maupun pembuluh darah vena, selanjutnya dilakukan pengukuran kadar gula darah yang melibatkan prinsip kolorimetri. Akibat keunggulan yang dimilikinya, hingga kini pengukuran kadar gula darah di bidang medis masih menggunakan teknik pengambilan sampel secara invasif tersebut. Pengukuran gula darah secara non-invasif merupakan pengukuran biomarker tubuh yang tidak menerapkan perusakan bagian tubuh, diantaranya memanfaatkan fenomena optik berupa terjadinya penyerapan cahaya pada panjang gelombang spesifik glukosa darah (Hazan, 2017; Satria, 2013).

Menurut Rouphael et al (2017), pemeriksaan penunjang terhadap DM dapat dilakukan melalui tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum. Sampel darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam celah pada mesin glukometer. Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa darah secara rutin dengan hasil yang kurang kuantitatif. Pemeriksaan gula darah menggunakan glukometer ini hanya memerlukan waktu 5-10 detik. Hal ini dapat menjadi sebuah solusi bagi para penderita DM. Meskipun kadar yang diperoleh merupakan angka kisaran, dengan menggunakan alat sederhana dan ekonomis tersebut dapat dilakukan pengukuran kadar gula darah secara mandiri oleh pasien tanpa harus ke klinik atau rumah sakit (Maulidiyanti, 2018).

Teknik sampling invasif dengan volume darah pada kisaran mikroliter dapat dilakukan untuk pemeriksaan kadar gula darah secara kuantitatif menggunakan metode elektrometri, yaitu voltammetri atau potensiometri. Metode ini mampu mendeteksi kadar glukosa darah hingga konsentrasi 1 mg/dL. Nilai tersebut berada pada kisaran 100 kali lebih rendah dibandingkan metode kolorimetri yang digunakan pada laboratorium medis. Dengan demikian pengambilan sampel darah tidak perlu dilakukan melalui pembuluh darah perifer atau vena, melainkan dengan cara menusuk jari dengan jarum. Setetes kecil darah yang keluar dari jari tersebut selanjutnya diencerkan hingga volume yang diperlukan untuk pengukuran secara elektrometri. Metode potensiometri untuk penentuan kadar gula darah ini menunjukkan validitas yang tinggi, dengan volume sampel sekitar 300 kali lebih rendah dibandingkan volume sampel untuk uji dengan metode kolorimetri yang umum digunakan di bidang medis (Khasanah et al., 2020, 2022; Djunaidi, et al., 2021). Metode pengukuran kadar gula darah dengan batas deteksi rendah ini dapat digunakan untuk deteksi dini terhadap terjadinya diabetes mellitus.

Penulis: Miratul Khasanah

Link Jurnal: https://scholar.unair.ac.id/en/publications/imprinted-zeolite-x-based-sensor-for-non-enzymatic-detection-of-b