Periodontitis adalah penyakit keradangan di gusi yang terjadi dalam waktu lama dan sering terkait dengan lemahnya respon imun tubuh terhadap biofilm bakteri pada gigi. Periodontitis mempengaruhi vitalitas jaringan periodontal atau yang sering dikenal dengan jaringan penyangga gigi. Hal ini karena proses keradangan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang progresif dan berujung pada kehilangan gigi. Periodontitis mempunyai hubungan dengan ketidakseimbangan antara protein keradangan seperti protein yang berupa sitokin pro keradangan dan sitokin anti radang yang mempengaruhi manifestasi sistemik. Sitokin ini mempunyai peranan penting dalam reaksi keradangan dan menunjukkan peningkatan risiko penyakit diabetes melitus atau kencing manis karena dapat meningkatkan resistensi insulin pada beberapa sel tubuh seperti sel adiposit, sel otot, dan sel hati secara langsung dan akan mengakibatkan gangguan sistemik sensitivitas insulin dan kerusakan homeostatis glukosa. IL-10 juga dianggap sebagai pengatur penting homeostasis tulang baik dalam kondisi keradangan maupun homeostatis.
Penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus Tipe 2 menunjukkan resistensi insulin. Namun, tidak semua orang tua dan lansia yang memiliki riwayat penyakit diabetes melitus tipe 2 juga menurunkan resistensi insulin. Kondisi ini terjadi karena beberapa faktor yang memicu terjadinya diabetes melitus tipe 2 seperti pola makan, gaya hidup, dan aktivitas fisik. Kadar IL-10 tertinggi terdapat pada kelompok periodontitis. Menurut Passoja, interaksi inang-patogen sangatlah kompleks. Efeknya tergantung pada kekuatan dan sifat respon imun serta sifat mikroba patogen penyebabnya. Menurunnya produksi IL-10 dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan sitokin Sementara itu, penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat konsentrasi IL-10 yang lebih tinggi pada kelompok Periodontitis. Pada penelitian sebelumnya menyamakan usia dan jenis kelamin pada setiap kelompok subjek dan membatasi BMI subjek hingga <30 kg/m2. BMI atau obesitas yang berlebihan dapat memengaruhi peradangan. Pada obesitas, terdapat ekspresi berlebih dari sitokin pro-keradangan. Jaringan adiposa merespon rangsangan nutrisi tambahan melalui hiperplasia dan hipertrofi adiposit. Karena struktur morfologi jaringan adiposa yang terdiri dari sel imun, sel endotel, dan sel adiposit mudah menyebabkan pembesaran adiposit secara progresif, maka suplai darah ke adiposit akan berkurang sehingga mengakibatkan hipoksia.
Hipoksia merupakan etiologi yang memicu nekrosis dan infiltrasi makrofag ke jaringan adiposa, yang kemudian dapat menyebabkan kelebihan produksi mediator prokeradangan. Hal ini akan menyebabkan peradangan lokal di area jaringan adiposa, dan semakin menyebar dan mengakibatkan peradangan sistemik di seluruh tubuh yang berhubungan dengan penyakit penyerta terkait obesitas. Dalam penelitian ini, hasil IL-10 kedua yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok periodontitis-diabetes Mellitus dan kelompok normal. Hasil ini dimungkinkan karena adanya konsumsi obat oleh pasien diabetes melitus pada kelompok ini dan adanya pengaruh keradangan dari jaringan periodontal pada kelompok ini. Kondisi ini terjadi karena efek anti keradangan dari obat antidiabetik yang dikonsumsi oleh sebagian besar subjek kami. Diketahui bahwa beberapa jenis obat antidiabetik seperti insulin, metformin, sulfonilurea, dan lain-lain, selain berfungsi menurunkan glukosa darah juga memiliki mekanisme anti keradangan.
Salah satu obat yang sering diberikan dokter adalah metformin. Metformin menghambat aktivasi Nuclear Factor Kappa B (NFkB) melalui blokade jalur fosfoinositida 3-kinase (PI3K)-Akt pada sel dinding pembuluh darah manusia, penelitian kemudian melanjutkan bahwa pada lipopolisakarida yang teraktivasi makrofag, metformin dapat menghambat produksi IL-1β molekul prekursor. dan sitokin pro-keradangan lainnya meningkatkan induksi sitokin anti-keradangan IL-10. Sedangkan kelompok normal dapat terpengaruh karena faktor lokal seperti kebersihan mulut yang menyebabkan peradangan jaringan. Responden pada kelompok Periodontitis sebagian besar mempunyai gaya hidup buruk, dengan skor tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup juga merupakan faktor risiko terjadinya periodontitis. Hasil ini juga menunjukkan bahwa responden dengan gaya hidup buruk banyak ditemukan menderita periodontitis dengan kelompok DM tipe 2 yang menunjukkan bahwa gaya hidup pasien periodontitis dan diabetes melitus lebih buruk. Gaya hidup mempunyai hubungan dengan DM tipe 2. Gaya hidup dapat memperburuk kondisi diabetes mellitus dan juga menekan kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan peradangan periodontal dan kehilangan gigi. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa gaya hidup merupakan faktor risiko utama terjadinya diabetes melitus.Â
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kadar IL-10 dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan periodontitis pada pasien diabetes melitus tipe 2. Orang yang memiliki kadar IL-10 tertinggi terdapat pada orang dengan periodontitis, kemudian diikuti dengan orang yang mengalami periodontitis dan juga DM tipe 2. Semakin tinggi kadar IL-10 menunjukkan semakin parahnya keradangan jaringan periodontal pada pasien DM tipe 2.
Authors: Titiek Berniyanti, Retno Palupi, Baleegh Abdulraoof Alkadasi, Riski Rossa Apriliani, Naufal Ikbar Yaasir