Universitas Airlangga Official Website

Determinan Diare pada Balita di Lima Negara Asia Tenggara: Bukti Dari Demographic Health Survey

Foto by The Asian Parent

Diare adalah kondisi peningkatan frekuensi buang air besar (BAB) menjadi 3 kali atau lebih dalam sehari, dengan karakteristik tinja menjadi lebih cair. Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi, durasi, dan karakteristik tinja. Manajemen klinis diare bergantung pada ketiga hal tersebut. Diare akut, persisten, dan kronis didefinisikan sebagai diare yang berlangsung masing-masing selama 14 hari, lebih dari 14 hari, dan lebih dari 30 hari. Meskipun kemajuan dalam dunia kesehatan telah signifikan dalam mengurangi kematian anak akibat diare, namun diare tetap menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Kasus diare menyumbang seperempat dari semua kematian anak setiap tahun di seluruh dunia, dan di Afrika, diare adalah penyebab utama ketiga dari sekitar 333.000 kematian anak.

Diare merupakan penyebab kematian nomor dua dan bertanggung jawab atas 370.000 kematian pada anak di bawah 5 tahun pada tahun 2019. Meskipun pencegahan dan pengendalian diare telah diupayakan melalui The Integrated Global Action Plan for the Prevention and Control of Pneumonia and Diare (GAPPD), Indonesia hanya mengalami peningkatan tujuh poin dalam pencegahan dan pengendalian diare dari tahun 2018 ke 2019. Lebih dari seperempat (26,93%) kematian akibat diare terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun, dan sekitar 90% (89,37%) kematian akibat diare terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Selain kematian, diare yang terjadi dalam waktu yang lama dapat berdampak pada gangguan gizi dan stunting. Angka kematian pada anak dengan diare juga dapat diperburuk oleh infeksi saluran pernapasan dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Sekitar 88% kematian terkait diare disebabkan oleh air yang tidak layak konsumsi dan sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kuman diare mudah menyebar dari satu orang ke orang lain. Kuman diare dapat menyebar dari tinja seseorang ke mulut orang lain. Kuman ini biasanya menyebar melalui air, makanan, atau benda yang terkontaminasi. Air dapat terkontaminasi oleh manusia dan hewan yang buang air besar di atau dekat sumber air untuk minum dan irigasi tanaman.

Berbagai program telah dilakukan untuk mengurangi kejadian diare dengan melibatkan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, penyedia layanan kesehatan dan fasilitas klinis, serta masyarakat. Salah satu program yang dilakukan khususnya di daerah yang kurang akses terhadap air bersih adalah air bersih dan sanitasi, sesuai dengan poin keenam program Sustainable Development Goals; yaitu, pemompaan air terbarukan dan desalinasi dapat memberikan solusi efektif untuk menyediakan akses ke air minum bersih dan mensukseskan Sustainable Development Goal 6 (SDG 6) dalam memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Di Asia Tenggara kususnya, anak-anak masih menderita diare. Angka kesakitan dan kematian terkait diare masih tinggi karena prevalensi faktor risiko dan kurangnya akses ke pengobatan esensial. Faktor risiko meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit. Memahami pentingnya berbagai faktor risiko untuk penyakit yang berbeda memungkinkan penargetan penyakit-penyakit yang akan memberikan dampak paling besar dalam mengurangi jumlah kematian.

Kejadian diare di lima negara di Asia Tenggara (Indonesia, Kamboja, Myanmar, Filipina dan Timor Leste) terkait dengan banyak faktor yang terkait dengan faktor individu, lingkungan dan rumah tangga, perilaku kesehatan, dan sumber informasi dengan diare. Secara signifikan, usia ibu yang lebih muda, rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang lebih baik, frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan, pembuangan tinja di saluran pembuangan atau selokan, menyusui, riwayat makan makanan padat, semi padat, atau lunak, dan sumber informasi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada anak di bawah 5 tahun. Pendekatan preventif dan kuratif berdasarkan determinan tersebut diperlukan sebagai upaya untuk menurunkan prevalensi dan keparahan diare. Kajian ini dapat menjadi informasi yang bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan dalam penanganan diare pada anak.

Penulis: Rifky Octavia Pradipta, S.Kep., Ns., M.Kep

Link Jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35717424/