Universitas Airlangga Official Website

Dewan Pers Ajak Masyarakat dan Wartawan Melek Berita Hoax dan Ujaran Kebencian

Potret Dr Dr Ninik Rahayu SH MS memaparkan materi pada Dialog Publik “Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas, Polarisasi Politik dan SARA Pemilu 2024”. (Foto: Tangkapan Layar Youtube)

UNAIR NEWS – Menjelang pemilihan umum (pemilu), Divisi Humas Polri mengadakan Dialog Publik bertajuk Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas, Polarisasi Politik dan SARA Pemilu 2024 pada Kamis (26/01/2023). Dialog tersebut dipimpin langsung oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dr Dedi Prasetyo serta turut mengundang para jajaran Kabid Humas Polda seluruh Indonesia, Komisioner Bawaslu, dan para perwakilan mahasiswa dari seluruh Indonesia. 

Dialog publik tersebut digelar karena melihat persoalan munculnya berita hoax dan ujaran kebencian mendekati tahun pemilu. Sosial media menjadi sasaran empuk untuk menyebarkan berita bohong, menyebarkan ujaran kebencian, dan menggiring opini masyarakat. 

Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR), Dr Ninik Rahayu SH MS selaku mengatakan, kemunculan kebebasan berpendapat berawal dari UUD 1945 pasal 27 menyatakan bahwa negara berkewajiban memberikan perlindungan pada setiap orang untuk memiliki hak bersuara. 

“UUD 1945 pasal 40 mengenai kode etik pers tidak berdiri sendiri, namun karena adanya UUD 1945 pasal 27 untuk menjamin setiap masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pandangan dan pendapat,” tambah Ketua Dewan Pers Indonesia itu. 

Selain itu, masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi. Informasi yang diterima masyarakat bukan yang misinformasi dan disinformasi Namun, informasi yang sesuai dengan tugas jurnalistik yaitu mengedepankan kode etik jurnalistik. 

Sebagai wartawan atau jurnalis tidak hanya mencari informasi, namun juga menyampaikan informasi dan fakta dengan pandangan memberikan pendidikan atau awareness pada publik. 

Fungsi pers merupakan salah satu fungsi terpenting dalam meningkatkan intelektualitas publik. Tak hanya memberikan edukasi namun harus meningkatan intelektual publik. 

“Dalam masa kampanye, tidak boleh memanfaatkan media untuk mobilisasi ke publik. Artinya, dilarang untuk menggiring opini dan memihak salah satu golongan (netral),” tutur Dr Ninik

Di akhir, Dr. Ninik ia menekankan bahwa pihak yang membawakan berita seakan-akan wartawan atau perusahaan media di media sosial. Pihak tersebut tidak dapat perlindungan atas UUD 1945 pasal 40. 

Penulis: Satrio Dwi Naryo

Editor: Khefti Al Mawalia