Universitas Airlangga Official Website

Diagnosis dan Manajemen dari Hepatic Hydrothorax

Hepatic Hydrothorax
Ilustrasi Hepatic Hydrothorax (sumber: Healthline)

Hepatic Hydrothorax adalah akumulasi efusi pleura transudatif (umumnya ≥500 ml) pada pasien dengan penyakit hati kronis dan hipertensi portal, setelah menyingkirkan etiologi lain seperti gangguan jantung, paru, ginjal dan sebagainya. Cairan pleura berasal dari pembuluh kapiler di permukaan pleura parietal yang bergerak berdasarkan gaya Starling dan diabsorpsi kembali oleh stomata limfatik pada permukaan pleura parietal. Terutama pada regio mediastinum dan diafragma sehingga menjaga volume cairan pleura tetap pada rentang normal 0,1 ml/kg hingga 0,3 ml/kg. Cairan juga dapat memasuki kavum pleura dari interstitium paru melalui pleura viseral. Maupun dari kavum peritoneum melalui lubang-lubang kecil pada diafragma dengan kecepatan 0,5 ml/jam. Hidrotoraks Hepatik terjadi karena adanya perpindahan langsung cairan dari peritoneum ke kavum pleura melalui defek diafragma. Defek diafragma ini biasanya berukuran <1 cm dan umumnya terjadi pada sisi kanan (85%), dengan 13% terjadi pada sisi kiri dan 2% terjadi bilateral.

Gejala pernafasan pada hidrotoraks hepatik bervariasi, mulai dari asimptomatik, batuk, nyeri dada pleuritik, sesak, hingga distres pernafasan yang mengancam jiwa. Sebagian besar efusi ringan hingga sedang, dan hanya 6% dengan efusi masif yang memenuhi lebih dari separuh hemithoraks. Sebagian pasien tidak memiliki gejala dan menjadi temuan insidental pada pemeriksaan radiologis, namun mayoritas kasus memiliki gejala berupa: dyspnea saat istirahat (34%), batuk (22%), nausea (11%) dan nyeri dada pleuritik (8%). Pada pasien dengan HH terdapat tanda dan gejala sirosis hepatis dan hipertensi portal. Misalnya asites, spider naevi, asterixis, hepatosplenomegali, caput medusa, dan ensefalopati hepatikum.

Pada pasien hidrotoraks hepatik dengan gejala demam, nyeri dada pleuritik atau ensefalopati, perlu dipertimbangkan kemungkinan infeksi cavum pleura yang dikenal sebagai spontaneous bacterial empyema (SBEM) atau spontanenous bacterial pleuritis (SBPL). Ini merupakan komplikasi lain yang dapat terjadi sebagai hasil dari peritonitis bakterial yang bermigrasi ke cavum pleura atau melalui invasi bakteri melalui pleural chest tube, kateter atau instrumen lainnya.

Hidrotoraks Hepatik merupakan diagnosis eksklusi, sehingga etiologi efusi pleura lain seperti gangguan jantung, paru, pleura, dan keganasan harus disingkirkan terlebih dahulu. Pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi dan Brain natriuretic peptide (BNP) dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi jantung. Computed tomography (CT) scan toraks untuk menyingkirkan penyebab lain seperti keganasan mediastinum, paru maupun lesi pleura, dan USG abdomen untuk mengevaluasi massa hepar, asites, dan aliran vena hepatika dan portal.

Diagnosis HH ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, gambaran radiologi, serta torasentesis untuk mengeksklusi etiologi lain. Seperti infeksi (spontaneous bacterial peritonitis/SBP, tuberkulosis), keganasan (limfoma, adenokarsinoma) dan kilotoraks. Hidrotoraks Hepatik memerlukan tatalaksana yang kompleks dengan melibatkan pendekatan multidispilin. Strategi manajemen tatalaksana HH secara umum dibagi menjadi 5 poin: 1) Penurunan produksi cairan asites; 2) Pencegahan transfer cairan menuju ruang pleura; 3) Pengeluaran cairan dari kavum pleura; 4) Pleurodesis (obliterasi kavum pleura; 5) Transplantasi hati.

Kesimpulan dari artikel ini yaitu Tatalaksana Hepatic Hydrothorax cukup kompleks dan memerlukan pendekatan multidisiplin dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien, risiko komplikasi yang dapat terjadi serta ketersediaan tenaga dan fasilitas kesehatan. Diagnosis dan terapi yang tepat menjadi kunci keberhasilan dalam manajemen Hepatic Hydrothorax. Selain dengan melihat manifestasi klinis dan pemeriksaan radiologis, diperlukan pemeriksaan analisa cairan pleura untuk menentukan diagnosis serta menilai komplikasi pada Hepatic Hydrothorax.

Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada link artikel berikut: https://www.kjg.or.kr/journal/view.html?uid=5992&vmd=Full&

Penulis: Amie Vidyani, dr., Sp.PD.