Sistem rujukan layanan kesehatan menerapkan pelayanan kesehatan dan mengatur pendelegasian tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara vertikal dan horizontal. Ketika pasien mengalami masalah kesehatan yang tidak dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, penyedia layanan kesehatan harus merujuk pasien ke layanan kesehatan lain. Penyedia layanan kesehatan tersebut meliputi semua fasilitas kesehatan rujukan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yang bekerja sama dengan Administrator Jaminan Sosial. Berdasarkan laporan akuntabilitas kinerja pemerintah, tingkat kinerja rumah sakit rujukan dengan pelayanan yang memenuhi standar adalah 59% dari target 70%.
Regulasi sistem layanan kesehatan di Indonesia menunjukkan bahwa setiap orang memiliki akses yang sama terhadap sumber daya kesehatan, serta pelayanan kesehatan yang aman, berkualitas dan terjangkau. Untuk mencegah pasien menanggung beban biaya perawatan kesehatan, diperlukan asuransi kesehatan. Dengan demikian, pembiayaan kesehatan ditanggung bersama oleh semua peserta sehingga tidak memberatkan. Meski demikian, masih ditemukan berbagai faktor lain yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat pada pelayanan kesehatan yang berkualitas. Berdasarkan aspek topografi, demografi, dan geografinya, hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan masih mengalami tantangan dalam penyediaan fasilitas kesehatan. Pelayanan kesehatan lebih banyak berada di pusat/daerah umum, daerah non perbatasan, daerah dengan populasi lebih dari 30.000 penduduk, dan daerah perkotaan.
Secara umum, masyarakat percaya bahwa masih ada kekurangan dalam hal aksesibilitas pelayanan kesehatan, terutama dalam hal akses fisik, karena sarana dan prasarana yang kurang baik. Akses sosial juga dirasakan masih kurang karena perilaku kurang ramah yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Penelitian lain mendukung bahwa akses ke layanan kesehatan terkait dengan kepesertaan BPJS, sedangkan tempat tinggal masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akses mereka terhadap pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Maluku memiliki prevalensi pemanfaatan rumah sakit terendah, diikuti oleh Papua, Sulawesi, Jawa-Bali, Sumatra, Nusa Tenggara dan Kalimantan. Lebih lanjut, penelitian ini mengonfirmasi pula bahwa orang yang tinggal di daerah perkotaan 1,135 kali lebih mungkin untuk menggunakan rumah sakit daripada mereka yang tinggal di daerah pedesaan. Enam variabel demografis yang berkaitan dengan tingkat pemanfaatan rumah sakit di Indonesia adalah usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status kekayaan. Keenam variabel tersebut menyebutkan bahwa 1) Semakin tua seseorang, semakin tinggi peluangnya untuk menggunakan rumah sakit; 2) Wanita memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk menggunakan rumah sakit daripada pria; 3) Responden dalam semua kategori status perkawinan memiliki peluang lebih baik untuk menggunakan rumah sakit daripada seseorang yang tidak pernah menikah; 4) Responden yang memiliki pendidikan dasar, menengah, dan tinggi memiliki peluang yang lebih tinggi untuk menggunakan rumah sakit daripada yang tidak memiliki pendidikan; 5) Responden yang bekerja memiliki peluang lebih baik untuk menggunakan rumah sakit daripada yang tidak bekerja; 6) Semakin kaya seseorang, semakin tinggi kemungkinan orang tersebut menggunakan rumah sakit.
Hasil penelitian ini membuktikan masih adanya disparitas pemanfaatan rumah sakit antar wilayah di Indonesia pada tahun 2018. Selain itu, perbedaan geografis dalam hal akses ke layanan kesehatan tidak dapat disangkal. Seperti yang diketahui, Indonesia adalah negara yang terdiri dari pulau-pulau dengan kondisi geografis yang berbeda, dan konsentrasi penduduk yang tidak merata antar daerah memperburuk situasi tersebut. Dengan demikian, fasilitas pelayanan kesehatan perlu dikembangkan, termasuk rumah sakit yang tidak merata. Banyak rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang dibangun di daerah yang padat penduduk karena alasan ekonomi. Dengan demikian, tidak mengherankan jika mereka terletak berdekatan satu sama lain, sehingga memudahkan masyarakat untuk menggunakannya. Sementara itu, di daerah yang jarang penduduknya, seperti Papua, hanya ada sedikit rumah sakit dan orang harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk menggunakannya, dengan kondisi yang lebih sulit di perbukitan dan pegunungan.
Penulis: Ratna Dwi Wulandari
Sumber: Laksono AD, Wulandari RD, Rohmah N, et al. Regional disparities in hospital utilisation in Indonesia: a cross-sectional analysis data from the 2018 Indonesian Basic Health Survey. BMJ Open 2023;13:e064532. doi:10.1136/ bmjopen-2022-064532
Link Artikel : http://dx.doi.org/10.1136/bmjopen-2022-064532