Universitas Airlangga Official Website

Distribusi Gen Carbapenemase pada Isolat Carbapenem-Non-Rentan Acinetobacter baumanii

Ilustrasi oleh Fine Art America

Acinetobacter baumannii (A. baumannii) adalah bakteri Gram negatif yang banyak ditemukan di lingkungan kita. Bakteri ini sering menjadi penyebab utama infeksi nosocomial yang terjadi di rumah sakit. Hal ini terjadi pada 2-10% dari semua infeksi nosocomial yang disebabkan bakteri Gram-negatif . Infeksi sering terjadi pada individu dengan gangguan kekebalan, khususnya mereka yang telah dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama. Bisa juga menyerang pasien yang menjalani prosedur bedah atau penyakit kronis lainnya. Kemampuan bakteri ini untuk berkembang di berbagai lingkungan dengan nutrisi sederhana merupakan faktor kunci dari patogenesisnya. A. baumannii dapat menyebabkan bakteremia, pneumonia akibat penggunaan ventilator, infeksi saluran kemih, kulit dan jaringan lunak, infeksi luka bakar, infeksi tulang dan otak. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke tubuh manusia melalui luka terbuka, kateter dan ventilator mekanik. Angka kematian bakteremia akibat A. baumannii sangat tinggi, berkisar antara 30-40%.

Karbapenem (imipenem, meropenem dan doripenem) dianggap sebagai antibiotik mutakhir yang efektif untuk infeksi A. Baumannii. Banyaknya penggunaan antibiotika yang tidak rasional, khususnya penggunaan antibiotika kelompok karbapenem, berdampak meningkatnya bakteri resisten terhadap karbapenem, salah satunya adalah A. baumannii.  Resistensi terhadap kelas antibiotik ini membuat Infeksi terkait A. baumannii sulit diobati. Prevalensi A. baumannii yang resisten karbapenem meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mekanisme resistensi utama adalah melalui produksi enzim beta-laktamase. Beta-laktamase yang memiliki kemampuan memecah antibiotika golongan karbapenem disebut karbapenemase. Karbapenemase yang umum dimiliki adalah disebut oksasilinasi yang sering disingkat OXA. Namun secara alami, A. baumannii tersebut memiliki gen OXA-51, yang secara alami dimiliki oleh A. baumannii. Hal inilah yang menyebabkan bakteri tersebut mudah menjadi resisten terhadap karbapenemase. Jenis karbapenemase lain yang ada di dalam tubuh A. baumannii adalah OXA-23-, OXA-40/24, dan OXA-58. Enzim OXA-23 adalah penyebab paling umum pada wabah infeksi nosocomial. Jenis beta-laktamase lain yang seringa da pada A. baumannii resisten karbapenem adalah imipenemase (IMP), Verona integron-encoded metallo-β-laktamase (VIM), Seoul imipenemase (SIM) dan New Delhi metallo-β-laktamase (NDM).

Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan sampel yang berasal darah pasien yang dirawat di berbagai rumah sakit, yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik di dalam rumah sakit tersebut. Secara nasional, telah terkonfirmasi sebanyak 110 bakteri A. baumannii.

Di antara 110 isolat bakteri, hasil uji kepekaan terhadap berbagai antibiotika, menunjukkan 3 besar antibiotika yang resistensi paling rendah adalah Tigesiklin, Kotrimoksaso dan Amikasin. Jenis gen karabepenase yang paling sering dijumpai, selain OXA-51, adalah OXA-23 (sebanyak 83,6%) dan OXA-24 (sebanyak 37,3%). Tingginya prevalensi gen ini menunjukkan bahwa A. baumannii yang resisten terhadap karbapenem, sudah sangat sedikit pilihan antibiotika untuk mengobati pasien yang sedang sakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut.

Hasil isolate A. baumannii yang resisten karbapenem, jumlah isolate terbanyak adalah di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, diikuti RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dan RSUP Persahabatan Jakarta. Hal ini bisa dipahami karena 3 rumah sakit ini adalah RS tipe A dengan jumlah tempat tidur yang banyak.

Hasil penelitian tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa A. baumannii yang resisten karbapenem sangat banyak. Hal ini diduga akibat banyaknya penggunaan antibiotika karbapenem, terutama penggunaan yang tidak rasional. Tingginya kejadian bakteri resisten karbapenem, yang terjadi di rumah sakit rujukan tersier, bisa dipahami. Hal ini karena pasien2 ini merupakan pasien rujukan dari berbagai rumah sakit rujukan sekunder, yang diperkirakan sudah banyak mendapatkan antibiotika, salah satunya adalah golongan karbapenem.

Hal terpenting adalah bagaimana bisa mencegah tingginya bakteri yang resisten terhadap karbapenem. Usaha pertama adalah penggunaan antibiotika secara bijak, yang antibiotika hanya digunakan jika pasien betul-betul mengalami infeksi yang membutuhkan karbapenem. Hal ini biasanya didasarkan pada pemeriksaan mikrobiologi klinik. Hal kedua yang sangat diperlukan untuk mencegah tingginya resistensi tersebut adalah dengan meningkatkan kepatuhan terhadap kebersihan tangan (Hand Hygiene) melalui cuci tangan dengan sabun antiseptic setiap kali bersentuhan dengan pasien atau lingkungan pasien di dalam rumah sakit. Semoga dengan usaha dan pemahaman Bersama, kita bisa memberikan layanan penyakit infeksi yang baik, efektif dan ekonomis.

Penulis: Prof. Dr. Kuntaman, dr., MS., SpMK(K), Guru Besar Mikrobiologi Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Link: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35326829/