Universitas Airlangga Official Website

Efek Mintak Jelantah pada SA_1

Foto by Berkeluarga id

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang termasuk Indonesia, dan infeksi berhubungan dengan morbiditas dan kematian. Staphylococcus aureus adalah salah satunya bakteri yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit menular, termasuk meningitis, pneumonia, endokarditis, dan necrotizing fasciitis, tetapi yang paling seringkali membuat jaringan lunak dan kulit terinfeksi. Dalam dekade terakhir, tercatat terjadi peningkatan kasus infeksi yang signifikan yang disebabkan oleh MRSA. Dari 85 negara anggota yang S. aureus resisten antibiotik, mengungkapkan bahwa S. aureus yang resisten antibiotik diidentifikasi pada lebih dari 20% kasus di wilayah WHO, bahkan melebihi 80% kasus dalam beberapa laporan.

Oleh karena itu, akan menarik untuk memiliki produk alternatif yang mempromosikan aktivitas antibakteri, namun mempunyai lebih sedikit efek samping baik pada hewan atau manusia. Bahan ini juga dibutuhkan karena bakteri mulai resisten terhadap antibiotik yang saat ini digunakan. Salah satu produk alternatif dengan aktivitas antibakteri yang sedang dipertimbangkan adalah minyak jelantah (limbah) kelapa sawit yang mengandung asam lemak rantai panjang. Selama bertahun-tahun, telah diakui bahwa asam lemak rantai panjang meningkatkan aktivitas antibakteri. Di Indonesia, banyak mitos tentang penyembuhan luka yang masih dipercaya oleh banyak orang Indonesia. Salah satu mitos ini adalah mengoleskan minyak goreng ke bagian tubuh yang terluka atau terbakar dapat mempercepat penyembuhan. Di Afrika Selatan, asam linoleat dan asam oleat merupakan komponen antibakteri yang biasa digunakan dalam proses penyembuhan luka sunat pria. Selain itu, asam lemak tak jenuh rantai panjang telah dianggap bakterisida terhadap patogen imperative mikroorganisme, dalam hal ini, termasuk MRSA . Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri yang terdapat pada minyak goreng bekas kelapa sawit terhadap S. aureus dengan mempertimbangkan konsentrasi bakterisida minimum (MBC) dan konsentrasi penghambatan minimum (KHM) zat ini.

Minyak jelantah sawit mengandung beberapa asam lemak rantai panjang, yaitu: oleat (28,64%), palmitat (21,47%), linoleat (13,58%), stearat (13%), palmitoleat (7,56%), dan komposisi lainnya (8,04%). Selama bertahun-tahun, asam lemak rantai panjang memiliki aktivitas antibakteri. Mereka berfungsi sebagai bahan tambahan utama makanan antimikroba yang mencegah perkembangan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Lemak rantai panjang asam (C>16) memiliki efek bakterisida untuk pathogen mikroorganisme, termasuk MRSA. Asam linoleate minyak jelantah sawit mengandung beberapa asam lemak rantai panjang, yaitu: oleat (28,64%), palmitat (21,47%), linoleat (13,58%), stearat (13%), palmitoleat (7,56%), dan komposisi lainnya (8,04%). Selama bertahun-tahun, asam lemak rantai panjang memiliki aktivitas antibakteri. Mereka berfungsi sebagai bahan tambahan utama makanan antimikroba yang mencegah perkembangan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Lemak rantai panjang asam (C>16) memiliki efek bakterisida untuk pathogen mikroorganisme, termasuk MRSA. Asam linoleate dan asam oleat, misalnya, menunjukkan antibakteri dan asam oleat, misalnya, menunjukkan antibakteri.

Meskipun demikian, belum ada literatur yang mampu membuktikan efek antimikroba dari minyak jelantah kelapa sawit. Penelitian ini menguji efek antibakteri in vitro limbah minyak goreng kelapa sawit terhadap S. aureus. Metode yang digunakan adalah metode pengenceran serial dua kali lipat untuk menetapkan tingkat minimum konsentrasi penghambatan dan bakterisida. Penelitian ini menunjukkan bahwa jelantah (limbah) minyak kelapa sawit tidak menunjukkan efek antibakteri terhadap S. aureus, hal ini menunjukkan bahwa minyak jelantah tidak memungkinkan untuk diaplikasikan sebagai agen antibakteri terhadap S. aureus. Berdasarkan hasil penelitian, kadar hambat minimal (KHM) minyak jelantah kelapa sawit terhadap S. aureus tidak ada karena tidak terdapat perbedaan kejernihan dan kekeruhan yang signifikan pada setiap konsentrasi. Kadar bunuh minimal (KBM) juga tidak ada, karena S. aureus pada konsentrasi berapa pun terus tumbuh. Dengan demikian, minyak jelantah sawit tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Ini adalah studi pertama dalam literatur untuk menilai efek antibakteri minyak goreng limbah sawit terhadap S. aureus. Studi lain mengevaluasi efek antimikroba dari minyak kelapa sawit dengan metode difusi. Ini bisa jadi karena minyak sawit mengandung kombinasi asam lemak yang beragam. Selanjutnya diduga senyawa-senyawa tersebut berinteraksi karena terdapat mekanisme aksi yang pada akhirnya menurunkan aktivitas antibakteri minyaknya. Selain itu, aktivitas antibakteri minyak sawit menurun karena pelepasan trigliserida tidak lengkap selama pembelahan oleh lipase. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai bakteri dan jenis minyak yang berbeda untuk mengetahui habitat yang berpotensi ditemukan pada limbah jelantah kelapa sawit sebagai antimikroba.

Penulis: dr. Yuani Setiawati, M.Ked

Judul               : In Vitro Antibacterial Activity of Waste Palm Cooking Oil

Against Staphylococcus Aureus

URL                : https://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/15963