Universitas Airlangga Official Website

Efektivitas Bau Keringat Ketiak dengan Alat Deteksi COVID-19 Untuk Mendeteksi COVID-19

Efektivitas Bau Keringat Ketiak dengan Alat Deteksi COVID-19 Untuk Mendeteksi COVID-19
Ilustrasi pria sedang menghirup aroma ketiak (sumber: nivea)

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. WHO menyatakan COVID-19 sebagai pandemi pada 12 Maret 2020. Semenjak dinyatakan sebagai pandemi, COVID-19 telah menyebabkan kehilangan banyak korban jiwa, gangguan sosial dan kemacetan perekonomian. Sampai saat ini, masa depan dari pandemi COVID-19 masih belum jelas. Diagnosis dan skrining COVID-19 sangat penting dalam mengendalikan pandemi ini. Saat ini, reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) digunakan untuk diagnosis COVID-19. Pemeriksaan ini berisiko tinggi karena kontak langsung dengan mulut pasien dan juga membutuhkan waktu yang lama dan biayanya mahal. Sehingga membutuhkan suatu sistem deteksi yang cepat dengan risiko penularan rendah, dan biaya yang lebih murah. Salah satu pemeriksaan yang tidak beresiko tinggi dengan biaya murah dan hasil yang lebih cepat adalah dengan pemeriksaan metabolomik bau keringat ketiak. Saat ini, berbagai belahan dunia mulai membuka ekonomi sambil menoleransi risiko penyebaran COVID-19. Perlu mencari biomarker spesifik untuk COVID-19 yang dapat digunakan secara non-invasif untuk mendeteksi pasien COVID-19 dengan cepat bahkan sebelum bergejala, mengurangi penularan dan kematian.

Grandjean dan tim telah melakukan penelitian terhadap anjing pelacak di 2 tempat (Paris, Prancis dan Beirut, Lebanon) untuk mendeteksi COVID-19 dari bau keringat. Asumsi ini diperkuat oleh hasil penelitian sebelumnya tentang identifikasi penciuman anjing pada individu positif COVID-19. Kemampuan anjing dalam mencium aroma unik dari keringat pasien COVID-19 berkaitan dengan kemampunnya dalam mendeteksi senyawa volatile organic compound (VOC) yang lepas. Ketika diperkenalkan dengan sampel keringat, kebanyakan anjing dapat mendeteksi kasus positif dan negatif dari sampel dengan tingkat akurasi dari 76% sampai 100%. Ratusan volatile organic compound (VOC) dihasilkan dari tubuh manusia, dimana komponen VOC menggambarkan kondisi metabolik dari setiap individu. Proses patologis, seperti infeksi dan gangguan metabolisme dapat mempengaruhi bau keringat kita dengan memproduksi VOC baru atau dengan mengubah rasio VOC yang berproduksi secara normal. Oleh karena itu, terjangkit penyakit menular atau penyakit metabolik seringkali menyebabkan perubahan bau badan. E-nose adalah perangkat elektronik, yang terdiri dari bagian perangkat keras dan perangkat lunak yang berguna untuk membedakan dan mendeteksi bau. Penelitian ini penting untuk menilai efektivitas bau keringat ketiak dengan alat deteksi COVID-19 untuk mendeteksi COVID-19.

Sasaran peneliti

Subjek penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar adalah laki-laki yaitu 59,3%. Rerata usia subjek penelitian adalah 50,38 ± 14,562 tahun. Pada penelitian ini terdapat 60,5% yang memiliki komorbid dan 39,5% yang tidak memiliki komorbid. Data komorbid subjek penelitian yang terdokumentasi adalah hipertensi 28,4%, diabetes melitus 22,2%, obesitas 3,7%, tuberculosis 8,6% dan keganasan 14,8%. Pemeriksaan alat deteksi COVID-19 menunjukkan hasil positif 97,3% dengan swab PCR positif, sedangkan 90,4% alat deteksi COVID-19 menunjukkan hasil negatif dengan swab PCR negatif. Hasil uji diagnostik alat deteksi COVID-19 terhadap swab PCR menunjukkan sensitivitas 88,9% (interval kepercayaan 95%: 79,95%-94,79%) dan spesifitas 97,7% (interval kepercayaan 95%: 91,94%-99,72%). Didapati juga hasil positive predictive value 97,3% (interval kepercayaan 95%: 90,58%-99,67%) dan negative predictive value 90,4% (interval kepercayaan 95%: 82,60%-95,53%) dengan tingkat akurasi 93,45% (interval kepercayaan 95%: 88,59%-96,69%).

Hasil analisis bau keringat ketiak dengan alat deteksi COVID-19 tidak berbeda dengan hasil RT-PCR pada pasien COVID-19.

Penulis: Indra Sampe Parimba, Arief Bakhtiar, Soedarsono Soedarsono, Riyanarto Sarno

Link: http://dx.doi.org/10.5530/pj.2024.16.116

Baca juga: Manfaaat Black Garlic untuk Tuberculosis dan Diabetes Melitus